Interferensi Memori oleh RimbaEka

Premis: sebuah robot (bebas humanoid atau ga) tengah mengejar seorang karyawan dari sebuah perusahaan yang membawa kabur data perusahaan yang ternyata memproduksi robot dengan menggunakan material manusia. Dalam pencariannya, si robot mencoba memahami alasan karyawan itu hendak menghancurkan data itu. Mencoba memahami manusia.Si robot dari perusahaan yang sama.

Pemilik ide: Graizonuru


***


Temukanlah pengkhianat Redwood Taylor yang telah mencuri rancangan robot generasi ketiga dari perusahaan kita, hidup atau mati.

Itulah kiranya titah yang diperintahkan kepada Morgan. Sesekali 'Robot Pemburu' itu menekuri kembali rangkaian kata yang ada pada layar fana di netranya. Dengan sekali kedipan, layar notifikasi itu pun sirna. Sepekan berlalu sejak salah satu karyawan Spare-Life Company itu mencuri data rahasia dari rancangan produk dari perusahaan, sepekan itulah yang membuat Morgan begitu terbebani untuk melakukan pencarian jejak 'si pengkhianat' itu. Meski kecepatan pemrosesan robot generasi kedua jauh lebih cepat daripada generasi pertama, tetap saja Morgan kerepotan untuk melakukan pelacak-balikan jejak Taylor. Pria paruh baya itu lihai nian dalam mengaburkan tapak.

Morgan memutar ingatannya kembali terkait percakapannya dengan Tuan B, orang yang memerintahkan Morgan untuk memburu Redwood Taylor.

"Kau mungkin akan sedikit kerepotan mencarinya. Dia sangat lihai seperti kancil."

"Apakah dia berbahaya, Tuan B?"

"Untuk robot pemburu generasi kedua yang memiliki kapabilitas melebihi robot segenerasimu, ia bukanlah ancaman. Hanya saja, kau harus berhati-hati dengan dia."

Taylor-lah yang membuat Morgan berada di tempat yang ia tapak kini sepekan berselang.

Di daerah pinggiran Metropolitan Neo-London, dua puluh lima kilometer dari kantor pusat Spare-Life Company. Tiada manusia yang berminat tinggal di pinggiran ini selain mereka yang tiada berpunya harta, tiada berbekal tahta untuk tinggal di pusat kota. Kebanyakan adalah tempat tinggal para hipster, berandalan, atau mereka yang hidupnya 'dirampok' oleh robot.

Di sinilah jejak Taylor mengarahkan Morgan.

Morgan menampilkan lagi profil Redwood Taylor dari basis data miliknya. Netra fana itu pun menampilkan foto rupa seorang pria berusia 35 tahun dengan rambut yang mulai beruban. Karyawan Spare-Life Company yang telah mengabdi selama dua belas tahun, masa yang sama ketika Tuan B membawa pria itu untuk menjadi ujung tombak perusahaan. Tuan B mengharapkan Taylor untuk menciptakan robot yang memiliki kemiripan dengan manusia hingga 90 persen.

Pria itu berhasil mewujudkan keinginan Tuan. B. Membawa Spare-Life Company yang bermula dari garasi belakang rumah, menjadi korporasi teknologi raksasa di dunia. Sangat disayangkan, talenta seperti Redwood Taylor harus berakhir dalam pengejaran ciptaannya sendiri.

"Mengapa tuan Redwood Taylor mengkhianati perusahaan?"

Kata-kata itu terucap begitu saja dari mulut Morgan, seraya dirinya mulai memasuki keruh-kelamnya pinggiran Pinggiran Neo-London. Beberapa gelandangan yang melintasi Morgan, melihat robot itu dengan tatapan penuh sidik-selidik. Meski begitu, Morgan mengabaikan tatapan-tatapan menusuk itu. Ia tetap berjalan di sepanjang daerah pinggiran kumuh. Yah, meski ada kemungkinan dirinya akan dibegal oleh begundal-begundal penghuni pinggiran, tiada manusia yang dapat mengalahkannya sejauh ini.

Oleh karena itu, perintah individual ini juga bukanlah sebuah kebetulan, lantaran dirinya adalah robot pemburu generasi kedua terbaik yang telah termutakhirkan. Ia cari tahu setiap pesaing Perusahaan. Ia bungkam semua yang berseberangan keras dengan idealis Tuan B. Ia tiada segan untuk menggrebek mereka yang menorehkan niat jahat pada Perusahaan.

Perintah Tuan B untuk menangkap Redwood Taylor adalah sebuah titah mutlak. Konsekuensi Morgan yang berkemungkinan besar membawa 'pendiri' Perusahaan ke puncak tertingginya sekalipun. Tiada terasa Morgan telah berjalan cukup dalam menyelusuri pedalaman pinggiran kota, hingga dirinya berhenti tepat di depan sebuah bar.

Simulasi dan triangulasi data melahirkan data jejak yang ditinggalkan Taylor. Mulai hasil pantauan CCTV, jejak digital, dan historis perjalanannya, ia selalu berada di bar ini tiga hari belakangan.

Morgan pun memasuki bar itu, langsung disambut dengan tatapan penuh selidik dari para pengunjung di dalamnya. Berbagai pasang sorot mata mulai menyerbu ke arah Morgan, begitu robot itu menapak lantai bar. Tiada yang bersuara, tiada yang bercengkerama, tatkala Morgan mulai menapak langkah demi langkahnya memasuki bar, tekanan dari pengunjung di dalamnya seakan ingin mengincarnya.

Morgan menghampiri ke arah meja bartender. Di sana, telah berdiri seorang pria paruh baya, berjenggot putih lebat seperti santa, menatap Morgan tiada senang-senangnya.

"Apa yang kauinginkan?" tanya pria yang diduganya sebagai sang Bartender.

"Di mana Redwood Taylor tinggal?" tanya Morgan kemudian.

"Ada urusan apa kau dengan Redwood?"

"Apakah kau mengenalnya, Bartender?"

"Apakah itu penting untuk kau mengetahuinya, Robot?"

Percakapan antara Morgan dan Sang Bartender menarik perhatian seisi bar. Beberapa pengunjung menatap ke arah meja bar, tempat di mana seorang bartender dan sesosok robot saling beradu kata.

"Maka aku akan menginformasikan bahwa dirinya kini terlibat masalah seriusnya oleh Spare-Life Company. Aku ditugaskan untuk menjemputnya."

Sang Bartender mendengus, seraya berkata, "Normalnya, aku tidak ingin berurusan dengan robot, apalagi kepunyaan dari perusahaan itu. Namun, sepertinya para pengunjung di bar ini memang terlalu sentimen dengan makhluk buatan sepertimu."

Morgan melirik ke arah sekitar. Para pengunjung bar mulai bangkit sembari melempar pandangan memburu ke arahnya.

"Aku hanya menjalankan perintah untuk menjemputnya."

Tidak ada jawaban yang didapatkan, niat Morgan untuk mengambil jalan kekerasan untuk mengekstraksi informasi. Namun, sepertinya seluruh orang yang ada di pinggiran metropolitan seperti membenci eksistensi dari dirinya sebagai robot. Lebih spesifiknya, robot-robot dari perusahaan Spare-Life. Begitu nama perusahaan itu tergaung di ruangan, seluruh orang yang ada di sana menjadi terpicu. Seolah itu adalah nama kotor yang tidak boleh untuk diucapkan.

Morgan melirik sebuah android pembersih yang kini tengah mengelap meja. Morgan pun menghampiri andoid generasi pertama itu. Kemudian, ia mencopot barang satu bagian dari jarinya, untuk kemudian ditancapkannya bagian jari itu ke bagian tengkuk android itu. Layar notifikasi pun mulai muncul dari pandangan Morgan.

<Mulai melakukan rekoleksi data. Otorisasi otomatis oleh Biro Sekuritas dan Investigasi Internal Spare-Life. Melakukan proses triangulasi data untuk melakukan pencarian dengan hasil : Redwood Taylor. Memproses ....>

Bagi Morgan, apapun yang dilakukannya adalah mandat dari 'Sang Pemberi Perintah', dalam hal ini Tuan B. Apapun caranya, akan dirinya lakukan. Meski tindakannya menerabas ranah privasi, meski perbuatannya menerabas konsep kepemilikan dan norma-norma sosial.

Robot tidak terikat dengan norma. Mereka hanya terikat dengan titah dan perintah.

Alhasil tindakannya pun memancing amarah dari sang Bartender, memantik seluruh pengunjung bar untuk melampiaskan ketegangan mereka. Lima orang mengerubungi Morgan yang kini tengah mengakses informasi melalui robot android kepunyaan Sang Bartender. Pertikaian pun tiada terhindar.

"Morgan, jangan membuat kekacauan yang tidak diperlukan."

Titah Tuan B pun seketika terngiang dari refleksi memori Morgan. Sayang sekali, ia keburu meladeni lima pria yang sudah setengah mabuk itu untuk berkelahi. Tidak ada kata mundur apabila kata itu tiada dalam hidup Morgan.

Dalam sekejap, bar itu seperti kapal pecah karena pertikaian tidak imbang antara manusia dengan robot pemburu generasi kedua.

*****

Perkelahian tidak seimbang itu berlangsung selama lima menit dua puluh enam detik.

Lima pria yang menantang Morgan untuk baku hantam, kini antara tergeletak di lantai atau terduduk di kursi bar sembari menahan rasa sakit. Mayoritas dari mereka mengalami beberapa memar serius dan patah tulang ringan. Mereka merintih, mengiringi penyesalan mereka menantang robot generasi kedua untuk baku hantam. Terlebih lagi, robot yang mereka ladeni adalah seorang 'robot pemburu'.

Sementara itu, tiada cacat yang diterima oleh Morgan, seiring dirinya yang melakukan pengecekan kerusakan yang ada pada tubuhnya. Ia berusaha untuk 'menetralisir' ancaman yang ditujukan pada dirinya, seperti yang dititahkan oleh Tuan B untuk jangan berbuat onar. Mungkin akan ada dalih, bahwa yang Morgan lakukan hanyalah sekadar membela diri dikala melaksanakan tugas. Triangulasi data informasi yang ia ekstrak dari tubuh android pembersih milik sang Bartender pun telah selesai ia lakukan.

Perintah Tuan B untuk tidak menggunakan tindakan yang mematikan adalah hal mutlak, bahkan ketika Sang Bartender menodongkan sebuah senapan hambur Winchester 1912 yang biasa digunakan untuk berburu. Senapan yang telah terlalu tua untuk mengarungi zaman manusia yang telah melesat cepat.

Namun, tetap saja, kalau mengenai itu, tubuh Morgan juga akan mengalami kerusakan. Seusai perkelahian, Morgan melakukan kompromi untuk meyakinkan bahwa dirinya hanya ingin bertemu dengan Redwood Taylor—meski itu dengan memperlihatkan para pemabuk babak belur di depan Sang Bartender—membuat Sang Bartender ragu untuk menembak.

Melihat bahwa ia tidak ada tandingan, Sang Bartender pun menurunkan senapannya.

"Mengapa kalian menyerangku?" tanya Morgan.

"Mengapa? Tanyakanlah kepada mereka yang telah direnggut kehidupannya secara perlahan oleh perusahaan itu."

Sang Bartender menunjuk ke arah pengunjung bar yang kini terkapar dengan badan remuk redam. Beberapa masih menggeliat kesakitan.

Morgan menggeleng. "Aku tidak mengerti."

"Tentu saja kau tidak mengerti. Kau hanya diciptakan untuk mematuhi dan menjalani perintah, bukan untuk mengontempelasikan mengenai masalah sosial."

Morgan mengernyitkan kening licinnya. Ia terdiam untuk memproses kata-kata sang Bartender yang penuh dengan kalimat tersirat atau kalimat bermakna kabur. Ia pun menggeleng. sang Bartender menghela napas panjang. Kemudian, diraciknya segelas bir untuk Morgan.

"Kaubisa minum ini?" Bartender mengacungkan segelas bir ke arah Morgan.

"Aku dapat mengonsumsi apa yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Meski kami memiliki batas tertentu untuk konsumsi substansi beralkohol."

"Artinya kaubisa minum ini."

Morgan pun menerimanya, kemudian meminum cairan berbusa dengan warna kekuningan itu.

"Mengapa kau memberiku bir ini?"

Bartender memasang posisi untuk bercerita. "Maka dengarkanlah sejenak cerita ini, Tuan Robot Spare-Life. Umat manusia telah mengalami perubahan tatkala Redwood dan perusahaan tempat dirinya bekerja mengumumkan robot generasi pertama untuk membantu umat manusia. Niat mulia untuk membantu manusia menyongsong masa depan, terjun bebas dengan kenyataan yang membuat kami tertampar."

Morgan kembali menggeleng. "Aku masih tidak mengerti."

"Tentu saja kau tidak mengerti. Kau tidak akan pernah mengerti mengenai konsekuensi dari kesembronoan umat manusia mendorong mereka sendiri ke jurang kehancuran."

Sang Bartender mendengus, seraya menunjuk seseorang pengunjung bar yang kini tergeletak di lantai. Sebuah bogem mentah dari Morgan, telah membuatnya tidak sadarkan diri untuk sementara.

"Kaulihat orang yang habis kaupukuli yang kini tergeletak di ujung sana. Leonard si Pelukis namanya. Dia dulu adalah seniman paling terkenal dan tersukses seantero London, kini bahkan ia mengemis untuk mendapatkan sepotong roti. Ia kehilangan pekerjaannya karena kau."

"Karena aku?"

"Karena kau dan seluruh kaummu. Lihatlah! Orang yang kini menangis di kursi itu."

Sang Bartender menuding pengunjung bar lainnya.

"Anak dan Istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan transportasi yang dikemudikan oleh robot."

Lalu, Sang Bartender menatap Morgan dengan tatapan tajam. Ada emosi ketidaksenangan terpancar dari sorot matanya.

"Lalu ... baru-baru ini, orang-orang yang mempekerjakan robot semacam dirimu mulai melakukan sesuatu yang melampaui batas."

Sang Bartender pun memungut sebuah koran dari tumpukannya yang tertata di sudut meja bar. Sempat ia mencari satu atau dua tumpukan, sampai akhirnya ia menarik salah satu edisi koran dari tumpukannya. Ia pun memberikannya pada Morgan.

"Ini ...."

Morgan menekuri tulisan besar, terpampang di halaman depan koran yang kini ia pegang.

KONSPIRASI SPARE-LIFE : ROBOT 50 PERSEN ORGANIK,

Investigasi proyek generasi kedua Spare-Life, merancang robot dengan memakai bahan dari tubuh manusia. Sang CEO berkata bahwa mereka ingin membuat robot untuk mengatasi permasalahan purba umat manusia, yaitu kematian.

"Mulanya, hanya bagian kecil dari tubuh kami. Lama-lama, mereka mulai mencoba untuk menyerupai kami, Manusia itu sendiri." Sang Bartender berkomentar.

"Mengapa?"

"Mereka bilang, mereka mencoba untuk mengalahkan sebuah hal yang tidak pernah dapat dikalahkan oleh umat manusia sejak dulu. Spare-Life mencoba untuk menantang Sang Pencipta dengan menghindari kematian. Spare-Life mendorong perkembangan proyek rancangan robot yang mampu membuat manusia tetap hidup, meski waktunya di dunia telah berakhir."

"Mengapa manusia berusaha untuk mengalahkan kematian?"

"Kau tidak akan mengerti, Robot. Keabadian ... adalah impian purba umat manusia. Kau tidak akan mengerti."

"Aku hanya penasaran."

Sang Bartender terkekeh. "Huh, robot bisa penasaran?"

Tiba-tiba saja, Morgan seperti merasakan ada interferensi yang berusaha untuk memasuki sistem miliknya. Mendadak Morgan teringat dengan kepingan-kepingan memori yang tidak pernah ia alami sebelumnya. Kepingan memori itu begitu samar, tetapi perlahan seperti merayap ingin keluar untuk diputar ulang. Morgan diam-diam menjalankan pemindaian pemeriksaan sekali lagi, memastikan dirinya tidak ada gangguan setelah perkelahiannya dengan pengunjung bar.

"Biar kuberi tahu kau. Semua orang di sini membenci Redwood Taylor," ungkap Bartender.

"Mengapa?" Morgan hanya bisa mengernyit heran.

"Karena dia menciptakan sesuatu yang membuat umat manusia perlahan kehilangan kemanusiaannya. Ia menciptakan sesuatu yang membuat umat manusia mati secara perlahan-lahan," sahut Bartender.

"Bukankah manusia menciptakan kami untuk membantu kehidupan manusia di masa kini?" dalih Morgan.

"Sayangnya, manusia tidak pernah memikirkan konsekuensi. Dikesampingkan hanya untuk kebutuhan duniawi dan masa kini."

"Lalu, kenapa kalian menyerangku? Bukankah itu adalah sebuah inkonsistensi dari apa yang manusia namakan emosi?"

Sang Bartender mengernyit, menatap Morgan aneh.

"Giliranku yang kini tidak mengerti dengan perkataanmu."

"Kau menyiratkan bahwa Redwood membawa anugerah sekaligus musibah bagi umat manusia. Kau membenci Redwood yang bekerja mengembangkan robot Spare-Life, tetapi di saat yang bersamaan, kau ingin melindungi Redwood dari pemburu sepertiku."

Sang Bartender menghela napas panjang.

"Beberapa hari lalu, Redwood berkata bahwa ia akan melakukan sesuatu untuk mengubah hidup manusia lebih baik."

Morgan selesai melakukan diagnosis pada tubuhnya. Mengingat ia kini telah mengetahui informasi mengenai keberadaan Redwood Taylor, Morgan pun bergegas untuk pergi dari bar itu.

"Aku pergi."

Dalam langkah kepergiannya, teriring Bartender melantunkan alegori.

"Pada akhirnya, manusia menginginkan untuk abadi selayaknya robot, sementara robot perlahan berubah untuk ingin menjadi manusia."

Morgan mengabaikan Sang Bartender. Ia pun berjalan menuju pintu keluar, ketika Sang Bartender kembali meracau sembari menatap tajam dirinya.

"Meski kau mencari ke rumahnya. Kau tidak akan pernah menemukan Redwood Taylor. Ia selangkah lebih maju daripada kalian."

Morgan bergeming di ambang pintu. Ia pun terpaksa mengacuhkan Sang Bartender.

"Hey, Bartender, android pembersih yang kaupunya ... apakah robot itu memiliki koneksi dengan dirimu di masa lalu?"

"Bagian dari istriku yang telah mati ada pada robot itu."

****

Notifikasi muncul di hadapan Morgan, tatkala dirinya telah berada tepat di sebuah apartemen tiga tingkat yang berada di pinggiran Metropolitan Neo-London. Hasil dari triangulasi data informasi mengenai jejak Redwood Taylor, membawanya ke tempat itu. Sedikit lebih baik, daripada ketika ia memasuki daerah kumuh. Walau begitu, pandangan manusia padanya masih sedikit menusuk ragu. Mereka tetap terselimuti ketakutan dan kecemasan, bahwa robot yang dilepas oleh Spare-Life di daerah pinggiran kota, bukanlah sesuatu yang membawa kabar gembira. Asumsi liar dari pencetus konspirasi mengenai Spare-Life adalah makelar organ manusia, sudah mulai mengakar di daerah pinggiran.

Morgan sendiri tidak begitu yakin, apakah ia harus memulai penggerebekan di tempat ini. Menurut informasi, di apartemen inilah tempat Redwood Taylor tinggal. Ia telah mempertimbangkan risiko jatuhnya korban jiwa selain target, mengingat bukan hanya Taylor saja yang tinggal apartemen itu. Namun, keraguan Morgan sirna, segala rencana menjadi buyar, ketika seseorang membukakan pintu. Ia langsung disambut oleh seorang nenek. Nenek itu meminta Morgan untuk ikut masuk, seolah ia adalah tamu yang ditunggu-tunggu. Morgan tidak berekspektasi seperti ini dalam pertimbangannya menangkap Taylor.

"Oh ...kau pasti teman dari Taylor ... masuklah."

Morgan pun menuruti nenek itu, masuk ke sebuah ruang tamu yang penuh dengan barang-barang dan perabot yang berdesakan. Meski terkesan sumpek, ruangan itu tertata rapi. Seperti ada kerapian dalam keterbatasan ruang itu sendiri. Namun, Morgan merasa tidak nyaman. Hari-harinya selalu dihabiskan di kantor pusat Spare-Life yang banyak akan ruang-ruang luas nan pucat. Di sini, ruangan itu terasa mengintimidasi Morgan akan keterbatasan ruang nan penuh warna yang berbeda.

"Siapa namamu, Nak?"

"Morgan. Aku dari Spare-Life Company ingin bertemu dengan Redwood Taylor."

Si Nenek tertawa pelan, lantas ia berkata, "Wajahmu mengingatkanku pada Henry."

"Siapa Henry?"

"Oh, kau tidak tahu? Henry adalah anak Taylor yang telah meninggal dunia tiga tahun lalu."

Interferensi memori kembali dirasakan oleh Morgan. Kepingan memori yang saling tindih dan saling bertabrakan satu sama lain, menciptakan kembang api yang melukiskan adegan-adegan dari apa yang tidak pernah Morgan alami. Morgan bertanya-tanya, apakah ini adalah efek samping dari organ tubuh manusia yang melekat pada tubuhnya? Apakah organ manusia memiliki ingatan? Kali kedua ia melakukan pemindaian diagnosis pada sistemnya dua kali dalam sehari. Apa yang dirasakan Morgan kini seolah mulai membebani pemrosesan data dalam kepalanya.

"Hmm ... apakah kau bisa meminum teh?"

"Secara teknis kami dilengkapi oleh sistem yang mampu untuk mereplikasi kinerja sistem pencernaan manusia. Aku bisa meminum itu, tetapi aku tidak akan dapat merasakannya karena kami tidak dilengkapi oleh sensorik perasa."

"Hmm ... berarti kau bisa meminumnya. Aku akan membuatkannya untuk teman kita berbincang."

Si Nenek pun beranjak ke dapur yang bersebelahan dengan ruang tamu. Morgan pun mulai melakukan penggalian informasi mengenai keberadaan Redwood Taylor. Secara perlahan, ia mulai bertanya-tanya mengenai si pengkhianat itu. Namun, si Nenek tetap saja membicarakan hal yang lain.

"Ah ... Taylor telah menceritakan semuanya. Morgan, aku ingin bertanya, apakah Spare-Life dapat menghidupkan orang yang telah mati?"

"Tidak bisa. Spare-Life tidak dapat menghidupkan orang yang telah mati. Namun, Spare-Life tengah merancang sebuah robot generasi baru yang bermaksud untuk menjawab solusi alternatif atas masalah manusia mengenai kematian."

Morgan pun teringat dengan rancangan robot generasi ketiga, di mana Taylor mencurinya.

"Ah ... Taylor pula sudah sering bercerita tentang itu. Aku penasaran, bagaimana diriku akan tetap hidup, ketika jasadmu telah tiada. Apakah kita akan menjadi robot sepertimu? Aku ingin mencobanya, tetapi Taylor selalu bersikeras melarangku."

Morgan merasakan percakapan ini tiada akhir yang membuahkan pencariannya. Segera, ia langsung menanyakan keberadaan Taylor.

"Nenek, di mana Taylor?"

"Ia pergi ke Utara, Henry. Ia berkata bahwa ia ingin pergi ke laut."

"Maaf, Nek. Namaku adalah Morgan."

"Kau akan selalu kulihat sebagai Henry. Kau memiliki bagian dari dirinya."

Morgan terdiam. Sebagian dari kesadarannya memaksanya untuk berpikir apakah dirinya memiliki bagian dari Henry yang diceritakan oleh si Nenek.

"Kalau kauingin mengejarnya, mungkin sekarang masih belum terlambat. Namun, aku tidak yakin. Ia tampak begitu tergesa ingin ke Utara. Pagi buta ia telah pergi meninggalkan griya ini."

"Kalau begitu, aku akan mengejarnya."

Morgan bergegas menuju pintu keluar, ketika si Nenek mencegahnya.

"Henry. Tunggu sebentar."

Si Nenek menghampiri Morgan, kemudian memberikan sebuah diska lepas berwarna keperakan kepadanya. Mata Morgan terbelalak. Ia tidak menyangka bahwa biang kerok dari segala masalah pengejaran Redwood Taylor, akan berada ditangannya. Tanpa ada perebutan paksa, di mana Taylor memeberikannya kembali secara sukarela.

"Ini ...."

"Taylor mengatakan untuk memberikan ini kepada dirimu. Pada awalnya, aku ragu apakah kau orang yang dimaksud Taylor ... tetapi, kau membuktikannya sendiri dengan mencari sosoknya."

Morgan menatap si Nenek.

"Terima kasih."

Robot pemburu terbaik generasi kedua Spare-Life Company itu meninggalkan griya tempat 'si Pengkhianat Perusahaan' merencanakan persembunyiannya. Morgan bergegas menuju ke Utara, sembari kini mencoba untuk mengamankan diska lepas yang merupakan barang curian Taylor. Tiada mungkin tiada ancaman yang dimasukkan ke dalam barang kecil itu. Namun, interferensi memori semakin mengganggunya setelah dirinya meninggalkan apartemen Taylor.

Perlahan, tanpa sadar, Morgan memasuki 'Ruang Gelap', di mana sistem darurat dari segala robot berada, apabila ada kerusakan atau deviasi kritis yang tiba-tiba dialami oleh sebuah robot.

Entah mengapa, ketika memasuki Ruang Gelap, Morgan merasakan beban mengganjal tubuhnya, melambatkan pemrosesannya. Entah mengapa, Morgan merasakan sebuah gejolak interferensi memori memaksanya untuk melakukan pemrosesan lebih berat dari biasanya. Perlahan, seperti beban-beban perintah itu terangkat dari tubuhnya, tergantikan oleh interferensi yang membuat pemrosesan sistemnya melambat.

Sebuah rangkaian memori terputar dalam pemrosesan data Morgan. Memori seorang anak-anak. Bersamaan dengan itu, sebuah emosi seperti lahir dari tubuh palsu Morgan.

Ia bertanya pada dirinya sendiri.

Seperti inikah robot bersedih?

****

Morgan.

Ketika kau menerima diska lepas dari ibuku, kemungkinan besar aku telah meninggalkan fananya dunia. Tenggelam jauh di dinginnya laut di Utara. Perlahan menjemput kematian di dasar samudra, bersama fauna yang berkuasa. Ini adalah takdirku untuk menyelesaikan masalah umat manusia. Mungkin Spare-Life akan menganggapku pengkhianat tua, tetapi diriku tahu bahwa itu akan terjadi seperti yang telah diduga.

Morgan.

Mengemban tugas berat untuk melesatkan peradaban umat manusia sungguh berat. Konsekuensi dari terciptanya dirimu sebagai ciptaan Spare-Life sungguhlah mahal. Ada harga yang harus dibayar. Ada konsekuensi yang harus ditanggung. Ada jiwa yang terperangkap dalam jasad fana.

Morgan.

Aku ingin menyampaikan sebuah hal padamu. Memori anakku akan terus menggelendot bersamamu. Tiada yang dapat disalahkan, kecuali diriku. Maaf, telah membebani sistemmu, tetapi kau tetap harus tahu. Henry adalah putraku belasan warsa lalu. Kematian datang menjemputnya lebih dulu daripadaku. Maka, sebuah tindakan nekat memaksaku. Morgan, bagaimana kulitmu, bagaimana darahmu, bagaimana sistem yang memungkinkan kamu dapat memakan makanan manusia, semua adalah Henry yang berpunya. Kau adalah tempat di mana kutitipkan jiwa dari Henry, bersama dengan jutaan interferensi memori Henry yang berusaha untuk mentas ke permukaan kesadaranmu.

Maka, ketika aku telah di dasar samudra, aku ingin mengatakan ini padamu.

Morgan, hiduplah sebagaimana kau ingin hidup ke depannya.

Kutitipkan hidup Henry padamu.

*******

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top