[3] Drabbles Collab

Pair: Gentaro Yumeno x Reader

Collaboration gabut w/ Veils_

Gentaro Yumeno (c) King Records; otomate; Idea Factory.

Warning!

Untuk tingkat ke-oocan saya tidak tahu pasti. Maaf apa bila karakter tidak sesuai dengan yang aslinya. Saya hanya mempunyai hak cipta untuk karya ini. Selebihnya disclaimer tertera di atas.

Happy reading!

.

.

.

Terik mentari menyinari Jepang bagian Shibuya, menampak diri tanpa rasa malu dan menghangatkan isinya. Awan bergerak bebas di cakrawala biru yang luas, memberi keindahan esterika. Gentaro Yumeno, jemari pria itu membuat kuas hitam miliknya menari-nari di lembaran kertas putih. Sebagai seorang novelis, dia mempunyai jiwa untuk menuangkan segala imajinasi ke dalam tulisannya.

Di lain sisi, [Name], gadis itu mengangkat keranjang berisi jemuran. Melakukan aktivitas sebagai seorang ibu rumah tangga sudah menjadi kebiasaannya. Dengan umurnya yang masih tergolong muda dan tinggal di satu atap dengan seorang novelis, membuatnya harus melakukan hal tersebut demi menjaga image tetap stabil.

"Berjemur, [Name]?" tanya Gentaro saat mendapati [Name], sang kekasih yang membawa keranjang berisi jemuran ke teras. Mengingat tinggal di rumah khas jepang, sehingga tempat yang Gentaro duduk dapat melihat ke arah wilayah jemuran.

[Name] menoleh, memberi cengiran halus. "Apa aku terlihat sedang push up, Gen?" tanya [Name] kembali. Dia letakkan keranjang di samping kaki, tangan mengambil kain serta gantungan untuk berjemur.

Pria dengan mahkota cokelat itu mengulas senyum tipis, kekehan kecil lolos dari bibirnya. Pandangan masih tertuju pada sang kekasih, dari atas hingga bawah dia perhatikan. Dapat dia sadari, kekasihnya itu mempunyai lekuk tubuh yang sangat wah. "[Name]," panggilnya.

"Ya?" Gadis itu merespon, masih sibuk dengan jemurannya.

Gentaro menyimpan alat-alat tulisnya, kemudian beranjak dari tempatnya dan melangkah mendekat ke arah [Name]. Jemari bergerak meraih helaian rambut [Hair colour] itu dan mengendusnya pelan. "Jika lekuk tubuhmu dilihat oleh orang lain, maka aku akan murka. Jika permukaan kulitmu disentuh oleh orang lain, maka aku akan menderita," ucap Gentaro, sedikit melebih-lebihkan suara agar mampu memberi hawa puitis di sana.

"Haha."

Hanya tawa itu yang lolos dari bibir gadis itu. Meskipun jantungnya berdebar-debar saat mendengar ucapan itu, dia masih terus menjaga image. Seolah-olah puitis Gentaro telah basi. "Lanjutkan tulis novelmu. Deadlinenya sudah dekat, 'kan?" tanya [Name].

"Hmm. [Name], lebih baik kau jangan berjemur sekarang. Berita dari televisi bahwa hari ini akan hujan. Aku tidak ingin jerit payahmu dengan jemari lembutmu sia-sia," kata Gentaro lagi, melepas kekehan kecil. Jemari bergerak meraih tangan [Name], membuat gadis itu berhenti berjemur.

"Sungguh?" tanya [Name].

"Benar, [Name]. Lebih baik nanti saja."

[Name] memandang ke langit, memperhatikan terik mentari yang masih senantiasa menghangatkan bumi. Di lain sisi, dia juga cukup was was jika Gentaro menipunya. Tetapi juga was was tertipu oleh cuaca yang terlihat cerah. Setelah perang batin yang cukup lama, dia memutuskan untuk berjemur nanti, "Baiklah."

Gentaro masih mengulas senyum khasnya. Kemudian mengangkat keranjang untuk dibawa masuk ke dalam gedung lagi. Membiarkan [Name] mengekorinya dari belakang. Dia letakan keranjang tersebut di meja, kemudian menghadap ke sang kekasih. Tangan kekarnya kini melingkar ke pinggang [Name].

"Kenapa?"

Kecupan singkat mendarat di pipi [Name], membuat gadis itu merona. Dapat dirasakan olehnya deru napas Gentaro yang menyentuh permukaan kulit. Perlahan, deru napas itu berpindah ke telinga [Name] dan berbisik pelan.

"Usso desu yo."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top