Secret Admirer

Memuja sampai dia balik suka.

♡♡♡



   Terik matahari tak bisa hentikan langkah tegas laki-laki yang sedari tadi mencoba memicingkan mata karena silaunya. Dia adalah Adelino, laki-laki tertinggi di kelasnya, tubuh ramping dengan bekas jahitan di pergelangan kaki kanannya. Dia salah satu murid laki-laki yang hiperaktif dan sangat teguh pendirian. Dia mencoba berjalan menyusuri lorong kelas karena tak tahan akan panasnya siang ini. Rupanya dia tengah mencari seseorang—Bagas, teman satu mejanya menghilang sejak bel istirahat berbunyi sepuluh menit yang lalu. Bahkan dia tak tahu harus mencari dimana lagi.

   "Dasar dedemit, pergi gitu aja giliran dicari kagak ada," Seru Adelino yang kesal dibuatnya. Keringat sudah meluncur dari pelipis membasahi kerah bajunya. Kini bau badannya sudah seperti anak-anak yang olahraga mengelilingi lapangan lebih dari lima putaran.

   Kini dia menyerah, langkah kaki ia paksa berjalan ke arah kantin, dia ingin membeli satu botol minuman dingin yang akan menyejukkan badan juga menetralkan emosinya, napasnya kini tersengal seperti anak kecil yang habis lari dikejar anjing.

   Setelah ia dapatkan minuman yang ia mau, segera ia teguk habis-habis tanpa menyisakan air sedikitpun di dalam botolnya. Anak-anak perempuan yang kini berada di kantin yang sama hanya bisa diam tak berkutik melihat cowok yang menarik perhatian dengan keringat yang menempel di pelipisnya menambah kesan ganteng. Tak mau menggubrisnya, ia lalu melangkah untuk membayar dan ingin segera pergi dari tempat penuh mata yang memujanya.

   "Eh, denger-denger dia jomlo lho," Ucap salah satu cewek yang berkerumun dengan empat teman lainnya.

   "Wah yang bener aja? ganteng-ganteng gitu masih jomlo? Ena nggak percaya," Ucap anak cewek yang dirasa namanya Ena—dia menyebutkannya begitu.

   Risih dengan rumor yang barusan dia dengar, ia segera melesat balik ke dalam kelas. Meninggalkan cewek-cewek yang mendambanya terlalu. Mencoba tenang, tetapi dia sedang marah sekarang.

   "Kalau nggak gara-gara Bagas, gue gak bakal ketemu dan jadi bahan perbincangan cewek-cewek gak jelas itu," Raut kesal terlihat jelas di wajah Adelino.

   Sembari menunggu Bagas tiba, dia mengambil buku dari dalam laci. Mencoba menjadikannya kipas, karena air conditioner yang berada dikelas rasanya tak memberikan efek kepada gerahnya yang amat itu.

   Tak lama, Bagas masuk ke dalam kelas dengan tampang yang membuat Adelino ingin menonjoknya tepat di bagian tengah mukanya. Sungguh sangat kesal, kemana saja dia pergi hingga bisa-bisanya ia meninggalkan Adelino tanpa berpamitan terlebih dahulu kepadanya.

   "Hey sob, habis lari keliling lapangan Lo? Gerah banget keliatannya." Toyor Adelino tepat di muka Bagas ketika dia datang mendekat dan menepuk bahunya sok care.

   "Muke Lo bau ompol, kemana aja Lo? Gue cari muter-muter batang hidung Lo nggak kelihatan dari istirahat tadi," Marah Adelino tak bisa ia tahan.

   Bagas mencoba tertawa tetapi ingin ia tahan, dia membenarkan duduknya dan kini tangan kirinya menepuk bahu kanan Adelino, ingin memberinya pengertian. "Tenang dululah Sob, gue gak kemana-mana buktinya gue sekarang di sini, di samping Lo."

   "Gak kemana-mana pala Lo peang, Lo nggak ada di kelas, gue nyari Lo sampai gerah kayak gini dan Lo masih sempet-sempetnya ngelawak?" Emosi Adelino kini tak bisa ia elakan, balasan Bagas membuatnya darah tinggi.

   "Oke-oke pis—" Belum Bagas lanjutkan kalimatnya ia sudah lebih dulu keduluan oleh Adelino yang ingin menceritakan bagaimana ia tadi di kantin. "Lo tahu nggak sih, gue tadi digodain cewek-cewek pas nyari Lo di kantin, brengsek Lo kerjaannya ngilang kayak demit," tutur Adelino.

   Mendengar itu, ada rasa dalam hati Bagas yang ingin tertawa lantang memojokkannya. Tak pernah Adelino begini sebelumnya, "Mungkin mereka ingin macarin Lo sob," Jawab Bagas yang kini mendapat toyoran keduanya.

   "Gue tuh tadi habis dari perpus, dihukum Pak Barjo gara-gara telat masuk kelasnya tadi," Jelas Bagas.

   "Kenapa Lo nggak ngasih tahu gue?? Kalau gitu gue gak bakal ribet harus muterin sekolah nyariin Lo bego,"  "Hehe gue nggak sempet keburu tambah dimarahin Pak Barjo ntar kan," Sambung Bagas membela.

   "Lha Lo juga kenapa nggak nyari juga di perpus?"  Tanya Bagas langsung mendapat balasan ketus dari Adelino, "Nggak kepikiran kesitu, mana mau kamu ke perpus, makanya gue nggak cari kesana." Ucap Adelino ada benarnya juga. Kalau nggak karena dihukum, maka Bagas seumur-umur sekolah mana mau diajak untuk ke perpus kecuali dengan tujuan yang mendesak dan harus ia lakukan, dihukum suruh rapihin buku contohnya.

   "Ngomong-ngomong kenapa Lo cariin gue sob? Kayaknya urgent banget ni," Tanya Bagas memastikan dengan sedikit memikirkan kalau Adelino tak seperti biasanya.

   "Ada yang pengen gue omongin, penting, tapi nanti pulang sekolah aja. Lo kerumah gue, ntar gue beliin ciki di Indomaret," Ucap Adelino yang berhasil membuat Bagas seakan takluk dan tak bisa menolaknya.

   "Siap laksanakan dengan tak ada penolakan." Sahut Bagas setuju dan tersenyum senang, rasanya ia akan kenyang malam ini karena Adelino.


✿✿✿


   Seperti yang dijanjikan Adelino tadi, kini mereka berdua sudah berada di sebuah Indomaret yang mengarah kerumah Adelino. Ia akan menepati janji untuk membelikan ciki kepada teman kampretnya—Bagas. Merupakan umpan yang tepat dikail ikan, kali ini ikannya bernama Bagas Adibratas yang jarang mandi.

   "Pilih semua yang Lo mau Gas, sekalian pilihin buat gue. Gue tunggu di kasir." Ucap Adelino yang segera dapat anggukan mengerti dari si Bagas.

   Sepertinya Adelino tak segera menunggu ke kasir, tetapi dia malah berada di depan rak yang sudah tertata rapih cokelat dengan berbagai merk. Rasanya ia ingin membelikan untuk seseorang—untuk Ara mungkin sebagai ucapan terimakasih dari si Cemen Adelino.

   Tak pikir panjang, ia segera mengambil satu cokelat silverqueen yang akan ia beri besok pagi kepada Ara. Itu baru niat awalnya, mungkin nanti ia akan pikir-pikir lagi.

   "Eh, katanya ditungguin di kasir? Kok malah di sini Lo sob?" Bagas datang tiba-tiba dari arah samping, membuat Adelino sedikit terlonjak dengan itu.

   Bukannya membalas, ia malah mengajak untuk segera mengantre, dan ia titip satu cokelat kedalam belanjaan itu. Bagas yang curiga segera Adelino tampik dengan berucap bahwa itu titipan dari adiknya. Padahal adiknya cowok, untuk apa cokelat itu? Ah paling untuk menembak cewek, pikir Bagas dalam hati.

   Setelah selesai membayar dan Bagas dapatkan ciki yang ia mau. Adelino segera menancap gas menuju rumahnya. Tak sabar sepertinya ingin segera bercerita tentang perasaan yang mengganjal di hatinya itu.

   Bagas turun dari motor, memang ia kadang bonceng Adelino untuk nebeng pulang karena rumah mereka searah dan tak jauh juga. Adelino masuk disusul Bagas yang mengintil di belakang, persis seperti pembantu yang baru membawakan barang bawaan majikannya.

   "Tunggu di sofa Gas, gue naroh tas dulu ke atas," Pinta Adelino yang dimengerti Bagas.

   Tanpa aba-aba Bagas segera membuka ciki-ciki tanpa ada perlawanan masuk kedalam mulutnya itu. Kadang ia memasukkannya dengan sedikit melihatkan atraksinya. Ada yang berhasil, tak jarang gagal.

   Adelino turun dari kamarnya langsung bersuara sembari menghampiri Bagas, "Gas Lo dah beli air kan?"

   Bagas yang tak fokus langsung menoleh dan mengangkat sebotol minuman. "Bagus deh, jadi gue nggak usah repot buatin Lo minum." Kemudian Adelino duduk setelah meraih bantal kursi untuk ia bawa ke atas pangkuannya.

   Adelino diam saja, ia bingung harus mulai darimana. Bagas malah menanyakan, "Sob, mau ngomong apaan?" Tanyanya dengan mulut yang masih penuh makanan.

   "Tentang Ara—" Ucap Adelino yang membuat Bagas kaget dan menyemburkan makanan yang baru ia kunyah itu. Adelino yang melihat itu langsung marah dan menyuruh untuk membersihkannya dengan tissue.

   Setelah rebes, Bagas bertanya memastikan. "Lo nggak salah sob? Barusan Lo nyebut nama cewek itu?" Pertanyaan itu dibenarkan oleh Adelino dengan gelengan kepala. Bagas yang penasaran kini memutar badannya ke kanan, ingin lebih jeli mendengar ceritanya. Sambil kembali mengunyah makanannya.

   "Gue bingung sama diri gue sendiri Gas, gue ngerasa masih peduli sama dia, gue bodoh Gas." Tutur Adelino yang membuat Bagas juga bingung.

   "Setelah apa yang udah Lo ucapkan ke dia—" potong Adelino kemudian. "Iya Gas, gue ngerasa bersalah dan masih nyesel banget sejak kejadian itu, gue kelepasan, gue gabisa nahan emosi Gas. Lo tahu kan kalau gue udah gitu endingnya bakalan kek gimana," Tutur Adelino kali ini raut pedih jelas terpampang di wajahnya.

    "Bahkan gue cemen, minta maaf aja lewat pesan nggak berani ngomong langsung, gue gatau waktu itu harus gimana Gas," Kali ini dengan air bening yang sudah menetes jatuh di bantal sofanya. Bagas bingung akan menanggapi apa, dia rasa temannya itu belum cukup dewasa menghadapi masalah cinta. Biarkan lepas tapi Adelino masih seperti ingin terikat.

   "Gini aja, gue bantu sebisa gue sob, Lo maunya gue bantu apa?" Hanya gelengan dua kali yang Bagas dapat. Sepertinya kini keduanya juga sama-sama sedang mencari jawaban yang tepat. Nggak bisa gegabah kalau ingin masalah selesai dengan cara yang tepat.

   "Gue kemarin sore ngikutin dia," Ucap Adelino menambah kaget Bagas, "Apa? Ngikutin? Kemana?" Tanyanya bertubi-tubi tanpa jeda.

   "Kerumahnya, tapi dia ternyata nggak pulang. Tapi dia kesebuah tempat di pinggir sawah ngelihat senja—sampai akhirnya gue ikutin pergi beli es krim di minimarket deket rumahnya." Jelas Adelino. Bagas yang mendengarnya seakan tidak percaya akan apa yang kemarin temannya itu lakukan. Seniat dan serapih itu tanpa Ara tahu.

   "Jadi Lo mau gimana sekarang? Mau ngajak balikan po?" Sambung Bagas yang malah mendapat pelototan dari Adelino.

   "Balikan gundulmu, dia juga nggak bakalan mau lagi sama gue—cowok yang udah ngatain dia cewek nggak bener,"

   Bagas berpikir sejenak, apa yang temannya katakan benar juga. Mana mungkin Ara akan membuka hati oleh orang yang sudah tepat melukai hatinya tanpa ampun itu. "Kalau gitu Lo cuma mau minta maaf aja? dan kelarin biar hubungan Lo sama dia baik setelahnya gitu?" Tanya Bagas yang masih tidak tahu apa yang sebenarnya maunya Adelino.

   "Kayaknya sih gitu..."

   "Kok kayaknya? Yang jelas dong sob, masak di gantungin gitu," Sepertinya Bagas juga bisa marah dengan sikap Adelino yang tak berpendirian seperti itu. "Kalau lo mau minta maaf, ya lakuin segera aja. Atau lo mau kasih sesuatu yang ia suka untuk terakhir kalinya?" Saran Bagas yang tak dibalas apa-apa oleh Adelino.

   "Mungkin besok gue bakalan kasih sesuatu buat dia," Balas kemudian.

   Bagas ingin bertanya apa, tetapi dia rasa ini semacam privasi yang mungkin niatnya akan ia urungkan saja. Ia juga bisa melihatnya sendiri besok bukan.

   Mari kita lihat apa yang akan Adelino kasih kepada Ara—pujaan hatinya dulu. Bahkan Adelino sekarang menjadi secret admirer hanya demi cewek itu. Sungguh, Bagas tak mampu memikirkan ini sebelumnya.


✿✿✿✿






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top