Part 44
Suasana di bandara Narita sangat ramai. Wajar saja. Sepulang dari jadwal Seventeen di Jepang, pihak agensi sudah mengabarkan berita pernikahan Jeonghan sejak sebulan yang lalu. Tentu saja banyak para penggemar yang ingin mengantar kepulangan Seventeen ke negara asal mereka. Terlebih fans Jeonghan. Member terfavorit di Jepang itu dibikin kewalahan karena banyak penggemar yang tidak merelakan dirinya untuk segera menikah. Bahkan ada beberapa Carat yang bercanda agar Hani mereka tidak pulang ke Korea sehingga pernikahannya diundur. Ya, Hani adalah sebutan khusus Jeonghan dari penggemar Jepang.
Saat ini member Seventeen sudah berada di ruang tunggu. Ketiga belas member itu sudah aman dari kejaran para fans. Jeonghan melemaskan punggungnya di sandaran kursi. Tubuhnya lelah karena harus kabur dari kejaran para fans.
"Capek hyung?" tanya Lee Chan.
"Kau lihat sendiri kan," jawab Jeonghan. Pria itu enggan membuka kedua matanya.
"Ingat saja Nari noona. Sebentar lagi kalian kan akan bertemu. Seminggu kemudian, hyung sudah menikah saja. Aku iri," lanjut Lee Chan.
"Kukira aku duluan yang akan menikah hyung, ternyata aku keduluan," sambung Seokmin sambil nyengir kuda.
Jeonghan hanya tersenyum simpul mendengar celotehan dongsaeng-dongsaengnya. Sebagai member yang pertama kali menikah, tentu saja ia sangat gugup. Dulu, ketika berita pertunangannya menyebar, Jeonghan cukup senang karena banyak penggemar yang mendukung keputusannya. Namun, sepertinya menikah di umur 27 tahun sebagai seorang idol masih termasuk umur yang dini. Padahal Jeonghan harus menahan diri selama dua tahun hanya dengan berkencan secara sembunyi-sembunyi bersama Nari. Itu pun jarang karena kesibukan mereka yang tidak bisa dihindari.
Pikirannya kembali melayang ke saat terakhir kencannya dengan Nari sekitar empat bulan yang lalu. Saat di camping site, hubungan mereka makin dekat. Nari banyak cerita tentang kehidupannya, terutama tentang perasaannya. Tak lupa, mereka juga membawa topik Myunghee dalam bahasan.
Setelah menghabiskan banyak waktu bersama untuk saling bertukar pikir sekaligus melepas rindu, keduanya tidur dengan nyenyak. Sebenarnya berlibur bersama sebelum menikah sejenis healing bagi Nari maupun Jeonghan. Walaupun sudah saling kenal dari lama, tetap saja ada satu sisi baru yang mereka ketahui.
Malam itu Jeonghan tidur dengan pulas. Setelah ditolak berkali-kali, akhirnya Nari mengizinkan Jeonghan memeluk dirinya. Asal tidak melakukan lebih. Lagipula malam itu udara sangat dingin. Nari pun jadi lebih cepat tertidur dengan mendapat kehangatan tubuh Jeonghan yang memeluknya erat.
Sepulangnya dari acara camping dating, mereka mampir ke makam Myunghee. Beda halnya dengan terakhir kali mereka berkunjung ke sana. Kali ini Nari dan Jeonghan bersama-sama menjenguk mendiang sahabat mereka itu. Jeonghan bahkan berani menggandeng tangan kekasihnya dan menunjukkannya pada Myunghee. Dengan bangga Jeonghan kembali mengenalkan Nari, bukan sebagai sahabat tetapi sebagai calon istri. Nari yang berdiri di sebelah Jeonghan hanya bisa menunduk malu. Masih ada sedikit perasaan tidak enak karena ia menganggap dirinya telah merebut Jeonghan dari Myunghee. Namun, Jeonghan menenangkannya. Pria itu mengatakan bahwa itu semua tidak seperti yang dipikirkan Nari.
Nomor penerbangan yang akan Seventeen naiki telah dibacakan. Para member berdiri dan bersiap untuk masuk ke pesawat. Mereka mulai berbaris dengan boarding pass di tangan masing-masing.
Jeonghan bangkit dari duduknya dengan semangat. Ia sudah sangat merindukan gadisnya di Korea sana. Jeonghan tidak sabar untuk bertemu lagi dengan Nari.
---
"Oppa!" Bentak Jaerim dengan gemas pada kakak semata wayangnya itu. "Jangan banyak bergerak, bajumu bisa kusut."
Jeonghan berhenti. Sedari tadi ia memang berjalan mondar-mandir mengelilingi ruangannya tanpa henti. Pria berumur 27 tahun itu terlihat sangat gugup. Bahkan rasa mulas di perutnya kini lebih hebat dibandingkan saat dulu nervous untuk manggung pertama kali.
"Aduh aku harus bagaimana, Yoon Jaerim?" Jeonghan meremas jemarinya dengan gelisah. "Aku kelewat senang, takut, dan tak sabar."
Jaerim mendorong bahu kakaknya agar duduk di sofa terdekat. "Oppa duduk saja dulu disini. Dengarkan lagu-lagu yang menenangkan. Aku panggilkan member Seventeen yang lain ya!" Jaerim berlalu ke luar ruangan. Sesungguhnya ia sudah tidak tahu bagaimana harus menanggapi kegugupan kakaknya itu. Mungkin dengan kegilaan member Seventeen, Jeonghan bisa lupa sejenak pada resepsinya nanti.
Jeonghan mengangguk. Ia mengikuti saran adiknya untuk mendengarkan lagu. Dengan mata terpejam, pria itu terlihat berusaha mengatur napas.
"Hyung!" Suara menggelegar Seokmin memenuhi ruang tunggu Jeonghan. "Selamat ya! Sebentar lagi kehidupan lajangmu akan berakhir."
"Ya!" Protes Seungcheol pada Seokmin. Leader Seventeen itu kemudian bergerak menghampiri kursi Jeonghan. "Bagaimana perasaanmu?"
Jeonghan mengangkat kedua bahunya. "Entahlah."
"Tadi aku sudah ke ruangan Nari noona. Wah, dia benar-benar cantik hyung!" Puji Mingyu sambil mengacungkan kedua ibu jarinya ke atas. "Memang ya, pesona wanita yang mandiri itu sangat luar biasa. Noona terlihat seperti lady, anggun sekaligus kuat."
Jeonghan menelan ludahnya susah payah. Ia terlihat makin gugup. Sebenarnya sedari pagi ini Jeonghan memang belum bertatap muka dengan Nari sama sekali. Gadis itu yang memintanya. Nari bilang, ia ingin melihat ekspresi terpana Jeonghan ketika melihatnya nanti di altar penikahan. Hah, lagi-lagi Jeonghan harus menahan diri.
"Kalau Jeonghan hyung dan Nari noona disatukan ...," Mingyu memicingkan matanya. Ia mengamati penampilan Jeonghan dari atas sampai bawah. "Sangat tidak co... aw!"
Jang Bora, wanita yang saat ini sedang dekat dengan Mingyu sekaligus hoobae Jeonghan di agensi yang sama, menjitak kepala pria jangkung itu, membuat ucapan Mingyu terhenti di tengah jalan. Gadis itu kemudian memaksa agar Mingyu menunduk minta maaf pada Jeonghan.
"Sunbae, maafkan Mingyu ya. Tadi dia sedang bercanda, sepertinya ia tidak menangkap kegugupan sunbae. Maaf," ucap Bora sopan ke arah Jeonghan. "Oh ya, selamat juga atas pernikahannya! Aku turut senang mendengar kabar baik ini."
Jeonghan tersenyum. "Terima kasih sudah datang kemari. Nikmati acaranya. Tidak perlu sungkan."
"Semoga menemukan pengganti Mingyu di acara ini," sambung Jisoo asal. Bora hanya terkekeh kecil mendengar ledekan sunbae Seventeen pada Mingyu.
"Kalau begitu, sampai ketemu di akhir acara. Jeonghan sunbae, Fighting!" Ucap Bora sambil mengangkat kepalan sebelah tangannya ke atas, memberi ucapan semangat pada pria itu.
"Aku ikut," seru Mingyu. Pria itu berdiri dan mengekor Bora melangkah ke luar ruangan.
Jihoon menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Mingyu. "Ck ck ck, benar-benar anak itu. Aku masih ingat bagaimana mood nya memburuk karena tidak berhasil mendekati Hyesung."
Wonwoo menepuk sebelah bahu Jihoon. "Sudahlah... kau jangan ingat-ingat Hyesung terus. Aku yakin dia akan kembali padamu jika kalian memang berjodoh." Jihoon hanya mengangguk menyetujui.
"Yoon Jeonghan," panggil Jisoo. "Kau sudah punya Nari. Areum sudah untuk Wonwoo. Bagaimana kalau Jaerim untukku?"
Jeonghan memukul punggung sahabatnya dengan keras. "Ya! Aku saja masih berusaha keras merelakan Areum untuk Wonwoo. Kau jangan menambah stress dengan meminta izin mendekati Jaerim!"
"Aigoo, kau masih saja tetap galak," komentar Jisoo. Ia mengelus punggungnya yang sakit. "Kau ini sangat protektif ya. Aku jadi kasihan pada Nari."
Jeonghan pura-pura tidak mendengar ledekan Jisoo. Sudah berulang kali dirinya mendengar kalimat serupa dari banyak orang. Ia sendiri juga tidak tahu mengapa. Yang jelas, Jeonghan siap menjaga para wanita berharga di kehidupannya dengan segenap jiwa.
"Mempelai pria, dua menit lagi sudah harus bersiap ya!"
Seruan seorang staff wedding organizer membuat suasana di ruang tunggu Jeonghan menjadi sepi. Entah mengapa aura tegang Jeonghan jadi menyebar ke semua orang yang ada disana. Member Seventeen berkumpul dalam satu titik, seperti berusaha mengalirkan energi mereka menjadi satu sebagai penyemangat Jeonghan.
---
Jeonghan menunggu dengan cemas mempelai wanitanya di depan altar. Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka. Terlihat sosok anggun Nari berjalan pelan dalam balutan gaun pengantin yang simple namun membuat gadis itu tampak sangat menawan.
Gadis itu menggenggam lengan sang ayah yang menuntun di sampingnya. Serangkaian nada manis mengalun pelan, mengiringi tiap langkah Nari yang membawanya makin dekat pada Jeonghan. Duet antara Seokmin dan Seungkwan makin menambah sakral suasana. Perhatian tiap pasang mata disana terpaku pada bintang hari ini, Jeonghan dan Nari. Di salah satu kursi terlihat Mama Nari yang tampak menyeka air matanya. Rasa haru untuk melepas putri satu-satunya merembes di dalam hati.
Jeonghan terpana dengan penampilan Nari hari ini. Pria itu merasa dibutakan oleh senyum manis gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Tanpa sadar, setetes air mata meluncur begitu saja di pipi Jeonghan. Air mata haru. Ia teringat dengan tiap kenangan yang sudah mereka lalui bersama hingga bisa tiba di titik ini. Jeonghan sungguh bersyukur bisa menemukan tambatan hatinya yang selama ini ternyata tidak berada jauh darinya.
Kau masih belum sadar, Jeonghan-ah?"
"Maksudmu?" tanya Jeonghan balik.
"Kau menyukai Nari, bodoh," kata Myunghee. Gadis itu menyentil pelan dahi Jeonghan dengan jari telunjuknya.
"Heh?!" Jeonghan terperanjat. Kedua matanya melebar, mulutnya membuka. "Mana mungkin? Aku dan dia hanya sebatas sahabat dari kecil."
"Terus saja mengelak," cibir Myunghee. "Nari juga menyimpan perasaan yang sama padamu."
"Dari mana kau tahu?" tanya Jeonghan. Ia kemudian tersadar. "Myunghee-ya, kau tidak cemburu kalau kita membicarakan hal ini?"
Myunghee tertawa kecil. Ia mengelus puncak kepala Jeonghan. "Untuk apa aku cemburu? Kalian berdua adalah orang-orang terdekatku. Aku bahagia jika kalian bahagia," katanya diakhiri dengan senyuman manis. "Jadi, kau penasaran kan bagaimana aku bisa tahu bahwa Nari menyimpan rasa padamu?"
"Sebenarnya dengan sekali lihat pun, orang yang tidak kenal dengan kalian berdua tahu bahwa kalian saling menyayangi satu sama lain. Sejak kau berpacaran denganku, Nari sebenarnya tetap memperhatikanmu walaupun dari luar ia terlihat cuek. Seringkali ia memberitahu hal-hal kecil mengenaimu. Itu semua ia lakukan agar kau tidak terluka."
Jeonghan hanya diam saja. Namun kedua telinganya tetap fokus mendengar ocehan kekasihnya.
"Jeonghan-ah, kalian berdua adalah permata di dalam hidupku," ucap Myunghee lagi. Ia menggenggam erat sebelah tangan Jeonghan sembari tersenyum. "Dan... mungkin saja kehadiranku di dunia ini salah satunya sebagai media mendekatkanmu dengan Nari. Dengan adanya aku, kalian berdua jadi saling menyadari perasaan masing-masing."
Jeonghan menghapus air matanya dengan ibu jari. Pria itu kembali menengadahkan wajahnya. Ia membalas senyum manis Nari yang tidak memudar sama sekali. Dengan gentle, Jeonghan mengulurkan telapak tangannya setelah gadis itu berhenti di depannya.
"Tolong, jaga putriku, Yoon Jeonghan," ucap Papa Nari sebelum menyerahkan anak gadisnya pada genggaman Jeonghan.
Jeonghan mengangguk mantap. "Dengan seluruh hidupku."
Nari kini berganti menggandeng lengan Jeonghan. Kedua insan itu mengucapkan janji pernikahan dengan sungguh-sungguh. Suasana menjadi sangat sakral sekaligus mengharukan.
"Kedua pengantin, dipersilahkan saling menatap satu sama lain. Kalian berdua telah sah sebagai sepasang suami istri."
Jeonghan dan Nari membenahi posisi berdiri mereka hingga saling berhadapan. Jantung Nari berdegup kencang. Entah mengapa ia baru sadar bahwa Jeonghan bisa memiliki wajah setampan sekarang. Gadis itu makin gugup ketika sadar bahwa acara yang paling ditunggu-tunggu audience akan tiba.
"Kisseu, kisseu!" Seruan Soonyoung memecah keheningan. Mendengar hal itu, member Seventeen yang lain juga ikut menyoraki. Alhasil, hampir seisi ruangan meminta hal yang sama pada pengantin baru itu.
Jeonghan terkekeh geli mendengar permintaan rekan kerja sekaligus sahabat-sahabatnya. Walaupun sering membuat kesal, terkadang mereka masih bisa diandalkan. Contohnya saja saat ini. Untuk menutupi rasa gugup Jeonghan, kedua belas pria itu bersorak ramai tak tahu malu. Seperti supporter sepak bola salah tempat. Membuat suasana yang awalnya tegang menjadi ramai dan menyenangkan.
Jeonghan melayangkan tatapan lembutnya ke arah Nari. "Bolehkah?"
Nari tersenyum malu-malu. Sebenarnya ia bukan tipe yang suka memamerkan kemesraan di depan umum. Namun sekali-sekali sepertinya tidak masalah. Nari akhirnya mengangguk kecil.
Dengan perlahan Jeonghan mendekatkan bibirnya pada bibir Nari. Ia melumatnya dengan lembut dan penuh perasaan. Para tamu undangan bertepuk tangan meriah.
Jeonghan menarik diri terlebih dahulu. Ia mengelus sebelah pipi Nari dengan ibu jarinya sembari tersenyum. Nari kembali membuka matanya.
"Terima kasih telah hadir di hidupku, Nari-ya. Aku mencintaimu."
Pipi Nari memerah. "Aku juga mencintaimu, Jeonghan-ah."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top