Part 4

Jeonghan mengendarai mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti alunan lagu dari radio. Tanpa sadar, jari-jemarinya ikut mengetuk-etuk setir. Sesekali ia tampak bersiul riang mengikuti alunan melodi yang menenangkan.

"Tunggu sini sebentar ya, Eomma beli kuenya nggak lama kok," ucap Eomma sambil bersiap-siap keluar dari mobil yang telah terparkir rapi di depan toko kue langganannya.

"Aku mau eclair yang biasa ya, Eomma," kata Jeonghan seperti anak kecil. Eomma hanya mengangguk kecil sebelum menutup pintu.

Sembari menunggu, Jeonghan memainkan ponselnya. Ia senyum-senyum sendiri membaca chat di grup Seventeen. Seungkwan mengirimkan sebuah foto dirinya yang sedang makan bersama Eunbi. Karena kesal akan kelakuan Seungkwan yang suka mengumbar kemesraan di grup, Soonyoung mengedit wajah Seungkwan menjadi sangat berantakan dan aneh. Jun bahkan membuat meme lucu dari foto tersebut. Seungkwan hanya mengetikkan kalimat penuh makian membalas perbuatan keduanya.

Tak sampai sepuluh menit, pintu penumpang di samping kemudi kembali terbuka. Jeonghan spontan menengadahkan kepalanya melihat siapa yang masuk. Ia meletakkan ponselnya dan kembali menjalankan mobil setelah sang ibunda sudah siap.

Tujuan berikutnya adalah menjemput teman Eomma. Di sebelahnya, sang Eomma menunjukkan arah menuju rumah sahabatnya itu. Jeonghan dengan patuh mengikuti arahannya. Ia memang tidak terlalu mengenal jalan dan lingkungan di sekitar sana.

Jeonghan menepikan mobilnya di depan rumah besar berpagar tinggi. Jeonghan melongokkan kepalanya melihat keseluruhan area rumah itu. Besar dan mewah, pikirnya.

Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya seumuran ibunya keluar membuka dari pintu gerbang dengan dandanan yang tak kalah memukau. Eomma keluar dari mobil dan menyapanya. Entah apa yang mereka berdua bicarakan, namun percakapannya terdengar sangat seru. Jeonghan, yang sudah diajari sopan santun sedari kecil, turun dari tempatnya duduk dan berjalan menghampiri teman mamanya itu.

"Wah, Jeonghan sudah besar ya."

"Lho, Tante Pyo?" ucap Jeonghan sedikit terkejut. Ia buru-buru menyalami sahabat mamanya itu yang memang sudah ia kenal dari kecil.

Orang yang dipanggil Tante Pyo itu menepuk-nepuk sebelah lengan Jeonghan dengan bangga. Pandangan matanya tak lepas mengamati Jeonghan dari kepala hingga ujung kaki. Jeonghan sampai jengah dibuatnya.

"Sejak kapan tante tinggal disini?" tanya Jeonghan berusaha menghilangkan kekikukkannya. "Kenapa nggak pindah lagi di tempat yang dulu? Jadi tetangga kami lagi?"

Tante Pyo tertawa kecil, "Suami tante beli rumahnya yang disini. Ya, masih nggak terlalu jauh kan ya? Kapan-kapan Tante main ke rumah kamu."

"Mama, ayo berangkat. Aku sudah sia...."

Jeonghan mengalihkan pandangannya. Kedua bola mata cokelatnya menangkap sesosok gadis yang sudah sangat lama tidak ia temui, bahkan kabarnya saja tidak pernah ia dengar lagi. Kedua orang itu saling tatap tanpa suara.

"Jeonghan," panggil sang Eomma sambil memegang lengan kanan Jeonghan.

"Eh, oh iya?" ucap Jeonghan gagap. Ia berhasil mengalihkan pandangannya ke arah sang Eomma di samping.

"Sudah lama tidak bertemu Pyo Nari kan? Nanti selama Eomma dan tante Pyo arisan, kalian bisa menghabiskan waktu bersama," kata Eomma lagi.

"Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang. Sebelum terlambat dari waktu pertemuan," ucap tante Pyo menimpali dengan santai. "Nari-ya, kamu duduk di depan samping Jeonghan ya. Biar Mama dan Tante Yoon ngobrol di belakang."

Baik Jeonghan maupun Nari tidak ada yang membuka suara saling sapa walaupun sudah mengenal satu sama lain. Akhirnya, Nari terlebih dulu sadar. Gadis itu mengulaskan senyum di wajahnya yang manis sembari mengangguk kecil ke arah Jeonghan. Pria itu membalas dengan canggung.

Kirain nemenin anak temen Eomma itu, anaknya masih kecil. Ternyata....

---

"Kalian baik-baik ya, Eomma tinggal. Jeonghan jangan lupa jagain Nari. Kalian makan saja di restoran terdekat," kata Eomma sebelum menutup pintu mobil. Tante Pyo bahkan sudah keluar terlebih dahulu dan sibuk cipika-cipiki dengan ibu-ibu lainnya yang juga baru datang.

Nari melambaikan tangannya pelan ke arah Eomma Jeonghan hingga punggung wanita itu menghilang di balik pintu rumah makan tempat acara arisan berlangsung. Gadis itu kembali menurunkan tangannya ke pangkuan. Kini tersisa atmosfer canggung di dalam mobil. Celoteh kedua tante-tante yang tadi memenuhi mobil, kini sudah digantikan dengan alunan musik dari radio mobil.

"Mau makan dimana?" tanya Jeonghan berusaha terdengar santai.

"Ehm, dimana ya?" ucap Nari. Selain bimbang, ia juga terkejut mendengar suara Jeonghan yang mengajaknya bicara terlebih dahulu. "Aku juga tidak terlalu kenal daerah sini karena baru pindah. Ada rekomendasi?"

Jeonghan mengerutkan dahinya. Tangan kanannya yang berada di atas setir mengetuk-etuk. Ia tampak berpikir keras.

"Bagaimana kalau japchae? Aku tahu tempat makan sekitar sini yang menjual japchae enak. Selain japchae ada juga daging. Jadi kau bisa bebas memilih," ujar Jeonghan merekomendasikan tempat yang biasa ia kunjungi jika sedang pulang ke daerah tempatnya tinggal.

"Okay, tidak masalah," Nari setuju dengan usul yang diberikan Jeonghan.

Jeonghan memacu mobilnya dengan semangat menuju restoran yang ia maksud. Ia bahkan sudah melupakan kecanggungannya dengan gadis di sebelah ketika membayangkan japchae favoritnya telah menantinya. Padahal tadi pagi ia sudah menghabiskan banyak ayam goreng, namun selalu ada tempat di perutnya untuk makanan yang ada di benaknya kini.

Jeonghan bersiul ringan mengikuti lagu Seventeen yang sedang diputar di radio. Beberapa kali ia terdengar bersenandung pelan saat part bagian dirinya menyanyi diputar. Sepertinya Jeonghan benar-benar lupa bahwa ada orang lain di mobil selain dirinya.

Tanpa sepengetahuan Jeonghan, Nari diam-diam melirik cowok di sampingnya yang tampak asyik dengan dunianya sendiri. Ia tersenyum kecil melihat tingkah Jeonghan yang menurutnya lucu. Teman masa kecilnya itu tidak berubah. Ia akan bertingkah seperti anak kecil ketika suasana hatinya sedang baik tanpa sadar.

"Ini lagu barumu, bukan?" tanya Nari. Gadis itu memberanikan diri mengajak obrol Jeonghan.

Jeonghan melirik sekilas ke arah Nari. Kemudian kedua matanya kembali terpaku dengan jalanan di depannya. Lampu merah sudah berakhir, ia kembali memacu jalan mobilnya.

"Benar sekali," jawab Jeonghan. "Kau mengikuti perjalanan karirku?"

Pipi Nari merona. "Tidak. Aku hanya tidak sengaja pernah mendengarnya di sebuah radio. Seorang temanku yang merupakan fans kalian selalu membangga-banggakan grup bernama Seventeen. Ia tidak pernah absen dari mengikuti jadwal comeback kalian. Maka dari itu aku jadi tahu hampir semua lagu kalian," ucap Nari panjang lebar. Ia menutup penjelasannya dengan kekehan canggung.

Jeonghan mengangguk-angguk kecil. "Bagaimana denganmu? Kau bukan fans kami?"

"Ehm itu," Nari tampak berusaha  keras mencari kata-kata yang tepat. "Aku cukup menyukai lagu-lagu yang kalian bawakan."

"Oh begitu," Jeonghan tampak santai menanggapi. Ia tidak tersinggung sedikitpun mengetahui bahwa teman kecilnya bukan merupakan fans dari boy groupnya.

Hening lagi. Nari bingung bagaimana menanggapi jawaban terakhir Jeonghan. Pria itu tampak tidak berminat untuk melanjutkan obrolan mereka. Jeonghan kini sudah sibuk bersenandung keras ketika lagu favoritnya diputar berikutnya. Diam-diam Nari menghela napas tanpa kentara. Sepertinya Jeonghan tidak begitu antusias dapat bertemu lagi dengannya. Atau jangan-jangan pria itu masih menyimpan amarah  padanya?

Nari menyandarkan punggungnya yang lelah ke sandaran kursi. Pandangannya menerawang ke luar jendela. Pikirannya kalut. Ingatan akan kejadian beberapa tahun silam kembali berputar di kepalanya. Ketika hubungannya dengan Jeonghan masih baik-baik saja. Ketika cowok itu tidak menjadi anti pada cewek seperti sekarang.

Mau berapa kali pun Nari meminta maaf, sepertinya Jeonghan tidak semudah itu menerimanya kembali. Kenyataan yang menyakitkan. Hubungan pertemanan mereka mungkin memang sudah tidak bisa diselamatkan lagi, kecuali Nari memiliki kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah lama meninggalkan dunia ini. Seseorang yang amat penting di kehidupan Jeonghan.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top