Part 37

Jeonghan meletakkan kunci mobilnya asal di atas meja ruang TV. Pria itu menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia menarik ponselnya dari saku celana terburu-buru. Dengan cekatan dibukanya jendela internet. Ia memasukkan kata kunci pencarian. "Alasan cewek ngambek".

Pagi ini Jeonghan mengantar Nari dan Yoona ke kantor. Selama perjalanan Jeonghan lebih banyak mengobrol dengan Yoona yang baru dikenalnya. Nari memilih diam dan tidak menganggap keberadaan Jeonghan. Gadis itu bahkan menggunakan Yoona sebagai kurir pengirim pesan pada Jeonghan.

Misalkan saja pagi ini ketika sarapan bersama. Selai cokelat sebenarnya berada di dekat Jeonghan. Ketika Nari butuh, maka Nari akan memanggil nama sahabatnya. Padahal mereka bertiga berada di meja makan yang sama.

"Yoona, tolong bilang pada Jeonghan aku membutuhkan selai cokelat."

Yoona sampai geleng-geleng kepala sendiri menyadari sikap kekanakan Nari. Ini pertama kalinya ia melihat gadis itu melancarkan aksi ngambeknya. Jeonghan bahkan sampai meminta maaf pada Yoona akibat kelakuan Nari yang diluar batas wajar.

"Wah wah wah, jadi kau sekarang sedang bertengkar dengan Nari?"

Jeonghan melompat kaget. Dilihatnya Seungcheol sedang menunduk ikut membaca tulisan di layar ponselnya. Buru-buru Jeonghan memasukkan lagi benda berbentuk persegi panjang itu ke dalam saku jeansnya.

"Tidak juga," elak Jeonghan. Pria itu kemudian menimbang-nimbang. "Hmm, dia yang marah padaku. Masalahnya aku tidak tahu apa sebabnya."

"Kau payah dalam hal begini!" Sahut Seungcheol tanpa membantu. Mendengarnya, Jeonghan makin frustasi.

"Jihoon-ah!" panggil Jeonghan ketika melihat dongsaeng-nya itu baru selesai memasak ramyun. "Kemari sebentar! Aku mau minta pendapatmu."

"Apaan sih hyung?" Jihoon mendekat dengan panci di tangannya. Wajahnya bersungut-sungut karena kenikmatan dari memakan ramyun panas harus tertunda.

"Kau satu-satunya orang yang bisa kutanyai hal penting sekarang ini," jawab Jeonghan melebih-lebihkan.

"Ya ya ya! Kalau masalah kencan, aku lebih punya banyak pengalaman dari Jihoon," protes Seungcheol.

Jeonghan mengangkat kedua bahunya. "Kau banyak berkencan tapi tidak ada satu pun yang serius. Jihoon lebih bisa diandalkan."

"Memang ada apa sih hyung?" Kali ini Wonwoo datang mendekat. Pria itu mencuri sesuap ramyun milik Jihoon.

Jeonghan mengacak-acak rambutnya kesal. Ia memandangi teman-temannya satu per satu. "Sepertinya Nari marah padaku. Tapi dia tidak mau menjelaskan apa masalahnya. Selalu yang ia ungkit adalah 'gak mau jadi pengganti'. Lagian siapa yang anggap dia pengganti coba? Padahal pagi ini aku sudah mengutarakan perasaanku, tapi tanggapannya seperti biasa saja."

Seungcheol mengernyit heran. "Bukannya ia sudah tau perasaanmu?"

Jeonghan tergagap. "Maksudnya, aku mengucapkannya lagi agar ia makin yakin." Hampir saja ia terjebak ucapannya sendiri.

Tiba-tiba Wonwoo bertepuk tangan heboh. Pria itu tampak ingin bicara, namun mulutnya penuh dengan makanan. Wonwoo melompat-lompat, entah karena ramyunnya yang panas atau karena ia mengetahui berita panas.

Jihoon menyodorkan air mineral dingin miliknya. "Minum dulu."

Wonwoo langsung menerima. "Hyung, aku tahu kenapa Nari noona marah padamu!" Teriak pria itu setelah mulutnya kosong.

Jeonghan menegakkan tubuhnya. Ia ikut antusias mendengar ucapan Wonwoo barusan. "Apa apa? Dia cerita padamu?"

"Ani," jawab Wonwoo cepat. Pria itu langsung dihujani lemparan bantal sofa oleh Jeonghan dan Seungcheol. "Tunggu tunggu. Aku kan belum selesai bicara."

"Lanjutkan," perintah Seungcheol. Heran, perasaan ini bukan masalahnya, namun Seungcheol juga terlihat penasaran. Jeonghan membiarkan teman satu line kelahiran 1995 itu.

"Jadi, waktu Jeonghan hyung sakit setelah kita menyelesaikan world tour," Wonwoo menggantung kalimatnya. "Ketika Nari noona datang kesini tengah malam untuk merawat Jeonghan hyung."

"Ya! Kau sengaja membuat kami semua penasaran ya?!" protes Jeonghan.

"Mian, mian," Wonwoo tertawa keras. Ia kemudian menghentikan tawanya ketika sadar bahwa tidak ada yang ikut bercanda seperti dirinya. "Jadi, Jeonghan hyung menggigau waktu tidur. Parahnya, hyung menyebutkan nama cewek lain di depan Nari noona."

"Hah?" Jeonghan mengernyitkan dahinya heran.

"Kalau mau selingkuh, mainnya yang pintar dong hyung. Jangan sampai ketahuan," lanjut Wonwoo. Pria itu menyuapkan ramyun ke dalam mulutnya.

"Maksudmu apa? Siapa yang selingkuh?" Seungcheol menyuarakan isi pikiran Jeonghan. Jeonghan mengangguk-angguk setuju di sisinya.

Wonwoo mengedikkan dagunya ke arah Jeonghan. "Hyung selingkuh dengan Myunghee noona kan? Sampai bawa-bawa gadis lain ke dalam mimpi."

Seungcheol kini menatap Jeonghan tak percaya. Jeonghan hanya mampu melebarkan kedua matanya.

"Myunghee, dia bukan selingkuhanku," kata Jeonghan. Ia menatap satu-persatu rekan kerjanya agar percaya. "Dia mantan pacarku."

Hening. Jihoon dan Wonwoo bahkan berhenti menikmati ramyun mereka. Seungcheol yang tak bisa diam juga kini dibuat tak berkutik sama sekali.

"Kurang ajar kau, Jeonghan!" Seungcheol berdiri dari duduknya. "Kau belum bisa melupakan mantan pacarmu dan malah bertunangan dengan gadis lain?!"

Jeonghan mengangkat kedua tangannya untuk melindungi diri dari amukan Seungcheol. Walaupun sering bergonta-ganti pacar, Seungcheol sama sekali tidak pernah mempermainkan perasaan mereka. Ia bahkan termasuk tipe yang setia.

"Tunggu dulu! Aku bisa jelaskan!" ucap Jeonghan membela diri. Sebenarnya ucapan Seungcheol tadi tidak sebenarnya salah. Saat bertunangan dengan Nari, Jeonghan belum sadar sepenuhnya akan perasaannya pada gadis itu.

"Wah, parah!" ucapan Jihoon yang sedari tadi diam tiba-tiba menarik perhatian Seungcheol. Leader Seventeen itu jadi menurunkan tangannya yang sudah teracung siap menghabisi Jeonghan. "Malam itu aku bahkan mengatakan hal-hal aneh tentang cinta pertama. Bisa-bisa Nari noona salah mengerti ucapanku."

"Apa yang kau katakan?" tanya Wonwoo penasaran.

Jihoon menatap hyung-hyung-nya dengan perasaan was-was. "Aku bilang, cinta pertama seorang lelaki selalu menempati ruang khusus di hatinya."

"Ya! Pabo-ya!" Seungcheol kali ini memarahi dongsaeng-nya. "Tidak semua orang seperti itu. Cinta pertamaku ketika masih TK, bahkan sekarang aku tidak tahu bagaimana wajahnya."

"Itu cinta monyet, hyung," kali ini Wonwoo angkat bicara.

Jeonghan terdiam. Ia tidak bergeming dengan ketiga orang temannya yang ribut saling berdebat. Otaknya berpikir.

Wonwoo melihat perubahan raut wajah Jeonghan. "Hyung, ada apa?"

"Eoh?" Jeonghan menoleh ke arah dongsaeng-nya itu. Ia tersenyum simpul. "Sebenarnya, cinta pertamaku memang Nari. Tapi dia tidak tahu itu. Bisa-bisa ia menyalahartikan cinta pertama sebagai pacar pertama."

"Kalau begitu, jelaskan hyung!" Seru Jihoon menyemangati. "Aku tidak ingin kau menyesal sepertiku."

Wonwoo menepuk bahu Jihoon disebelahnya. Seungcheol hanya menghela napas pendek. Ia mengamati kedua rekannya yang tampak menyedihkan. Leader Seventeen itu menepuk-nepuk bahu Jeonghan. Ia berharap Jeonghan mengerti maksudnya.

Jeonghan menengadahkan kepalanya memandang Seungcheol. Ia mengangguk mantap. Pria itu berlalu ke lantai atas dengan ponsel di genggaman tangannya. Sepertinya Jeonghan tidak akan mengulur waktu untuk menghubungi Nari.

Jihoon memandangi punggung Jeonghan yang menjauh. Pria itu mendesah perlahan. Ia mendorong panci berisi ramyun yang tersisa sepertiganya itu ke arah Wonwoo. Pria itu meraih ponselnya diatas meja dan berlalu ke arah pintu keluar.

"Aku mau cari udara segar. Aku terlalu kenyang," ucap Jihoon berpamitan pada Wonwoo dan Seungcheol.

Wonwoo sudah akan berdiri bersiap menyusul Jihoon. Namun langkahnya dicegat oleh Seungcheol.

"Biarkan dia sendiri dulu," Wonwoo memandang kedua bola mata Seungcheol dalam. Ia kemudian menurut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top