Part 35

Suasana di tempat kejadian perkara sudah terkendali. Selain mobil polisi, ambulance juga datang. Menurut keterangan polisi yang sudah menyisir seluruh penjuru, mereka hanya berhasil menangkap dua orang yang sudah berhasil dilumpuhkan Yoona dan Nari. Ketika mereka masuk ke dalam kantor staff, mereka hanya menemukan pegawai-pegawai yang sudah diikat tangan dan kakinya serta dibekap mulutnya. Sepertinya banyak penjahat yang berhasil lolos saat alarm kebakaran tadi berbunyi.

Yoona tampak sibuk menceritakan detail kejadian pada polisi. Nari sendiri sedang berada di dalam salah satu ambulans. Ia mendapatkan perawatan luka pada lengannya. Sebenarnya ia ditawari untuk pergi ke rumah sakit, namun Nari menolak. Lagipula luka di lengannya bisa langsung di jahit disana. Ia mengatakan masih harus menyelesaikan banyak urusan dengan polisi. Akhirnya tim medis pun menurut.

Nari mengetatkan selimut yang membungkus tubuhnya. Kemeja yang dipakainya sobek dan ada noda darah. Gadis itu berjalan mendekati ambulans lain. Ia menemui wanita paruh baya yang sedang terisak disana. Disampingnya berdiri seseorang memeluk bahunya erat.

"Permisi," sapa Nari.

Wanita itu menoleh. Pria disampingnya juga membalikkan tubuhnya.

"Terima kasih, kau sudah menyelamatkan Minji-ku," ucap wanita itu sembari memegang telapak tangan Nari erat-erat.

Nari tersenyum tulus. "Bagaimana keadaan Minji? Tante juga sudah mendapatkan perawatan kan?"

"Ah, jadi kau yang sudah menyelamatkan anak dan istriku," ucap pria yang sedari tadi hanya diam mengamati. Pria itu menjabat hangat tangan Nari. "Terima kasih, aku benar-benar berterima kasih padamu. Entah apa jadinya anak dan istriku tanpa bantuanmu. Aku benar-benar bersyukur."

Nari mengangguk sopan. Ia melihat ke arah dalam ambulans. "Sebaiknya Minji segera dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Serahkan sisanya pada kami. Mungkin nanti akan ada polisi yang ikut bersama kalian ke rumah sakit," terang Nari.

Sepasang suami istri itu mengangguk setuju. Sebelum mereka berdua pergi, keduanya kembali mengucapkan rasa terima kasihnya pada Nari. Nari tersenyum sopan membalasnya. Ia memandangi mobil yang membawa keluarga kecil itu menjauh hingga hilang dari pandangan.

Tiba-tiba, sekelompok wartawan datang menyerbunya. Nari sampai kaget dibuatnya. Melihat keributan itu, polisi segera melindungi Nari.

"Permisi, kudengar kau adalah orang yang menyelamatkan anak kecil tadi. Apakah benar?"

"Bagaimana kronologi penyekapan tadi?"

"Bisa ceritakan seperti apa rupa penyekapnya?"

Nari berjalan menjauh dengan dikawal seorang polisi di sampingnya. Ia tidak menggubris pertanyaan para wartawan. Selain karena nantinya polisi akan mengeluarkan pernyataan resmi terkait kejadian hari ini, Nari juga tidak suka dirinya diliput.

---

Jeonghan memandangi layar ponselnya tanpa berkedip. Sudah sejak tiga jam yang lalu ia mengirim pesan pada Nari. Namun gadis itu belum membalasnya juga. Boro-boro dibalas, dibaca saja belum.

Sebenarnya sudah sejam dua minggu yang lalu Jeonghan merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Setelah dirinya sakit, entah mengapa balasan gadis itu makin singkat dan makin jarang. Jeonghan berusaha berpikir positif. Ia tahu bahwa Nari sedang mengurusi sebuah kasus yang lumayan berat. Buktinya saja gadis itu selalu pulang kerja lewat tengah malam. Akhir pekan kemarin pun, Nari tidak pulang ke rumahnya. Tante Pyo bilang, anaknya itu memang menginap di rumah salah satu rekan kerjanya karena sedang sibuk mengurus kasus.

Namun Jeonghan sudah tidak tahan. Masa gadis itu akhir pekan ini juga bekerja? Mau sampai kapan Nari memaksakan dirinya tanpa beristirahat?

Jeonghan menekan tombol telepon pada kontak Nari. Ia menunggu selama beberapa saat. Tidak ada yang menjawab. Sepertinya Jeonghan harus segera menemui gadis itu untuk mengomelinya.

"Jeonghan Hyung! Sini!" teriak Chan dari arah ruang tengah.

Jeonghan melenguh. Pikirannya sibuk berkelana memikirkan Nari yang tidak bisa dihubunginya. "Kalau tidak penting, jangan panggil aku!" teriak Jeonghan dari arah dapur.

"Ada Nari Noona di televisi!" teriak Chan lagi.

Mendengar nama orang yang sedari tadi dicarinya disebut, Jeonghan langsung melesat ke depan televisi. Ia menghampiri Lee Chan yang sedang serius menatap layar plasma itu. Sebuah berita sedang ditayangkan di sana.

"Itu benar Nari Noona kan hyung?" tanya Wonwoo disebelah Lee Chan.

Jeonghan membenahi letak kacamatanya. Ia menyipitkan kedua matanya, berusaha memfokuskan pandangan. Walaupun tidak terlihat jelas, ia yakin bahwa gadis itu Nari. Jeonghan melihat cincin pertunangan mereka di tangan kiri gadis itu. Ia juga mengenali bandana pemberian Jeonghan hasil oleh-oleh dari Hongkong kemarin yang ia berikan pada gadis itu.

"Itu mall A di gangnam kan?" tanya Jeonghan. Pria itu sudah berdiri dari duduknya.

"Hyung, mau kemana? Ini sudah malam," cegat Wonwoo.

"Aku tidak bisa membiarkan Nari sendiri. Kau dengar beritanya kan? Aku yakin yang menyelamatkan anak kecil itu pasti Nari. Buktinya, wartawan mengejar-ngejarnya," ucap Jeonghan sembari menunjuk ke arah headline news yang sedang ditayangkan.

"Jangan gila, hyung!" bentak Wonwoo. Laki-laki itu berdiri. "Sekarang kondisinya sangat tidak kondusif. Disana banyak wartawan."

"Aku tidak peduli," jawab Jeonghan.

Seungcheol menghalangi langkah Jeonghan. Pria itu mendorong bahu Jeonghan hingga kembali terduduk di sofa. "Berpikirlah Yoon Jeonghan!"

"Tunanganku ada disana, dan aku hanya diam saja disini? Kau pikir aku ini laki-laki seperti apa?!" bentak Jeonghan tak dapat membendung emosinya.

"Kalau kau muncul di sana, hanya akan menambah keributan!" balas Seungcheol tak kalah nyaring. "Kau hanya akan menambah beban pekerjaan Nari!"

Jeonghan terdiam. Matanya memandang ke arah layar televisi yang masih menayangkan berita mengenai penyekapan itu. Pikirannya masih tidak tenang. Namun apa yang dikatakan Seungcheol memang benar.

"Hyung," panggil Wonwoo. "Kau bisa minta Minho hyung untuk mengecek keadaannya ke kantor polisi. Aku yakin Noona sudah aman bersama aparat hukum."

Jeonghan mengusap wajahnya dengan putus asa. Ia sangat khawatir, namun dirinya tidak berdaya. Setelah lama berpikir, akhirnya ia mengangguk pasrah. Ia memandang ke arah Wonwoo di hadapannya.

"Bisakah kau hubungi Minho hyung? Aku harus menelepon orang tua Nari," kata Jeonghan dengan suara lirih.

Wonwoo mengangguk. Pria itu melesat menuju kamarnya untuk mengambil ponsel. Jeonghan sendiri meraih ponsel dan mencari-cari kontak Mama Nari. Sebelum menekan tombol telepon, Jeonghan lagi-lagi menghembuskan napas panjang.

Menyadari kekalutan temannya, Seungcheol menepuk bahu Jeonghan. Ia mengangguk memberi keyakinan padanya. Jeonghan tersenyum kecil. Ia berlalu dengan ponsel di sebelah telinganya.

---

Nari memandangi bekas luka di lengan dan kakinya. Ia memandangi perban yang membalut lukanya dengan rapi. Wajahnya mengernyit ketika luka di lengan kanannya kembali berdenyut menyakitkan.

"Kau yakin tidak mau kuantar ke rumahmu?" tanya Yoona. Entah sejak kapan gadis itu sudah berdiri di ambang pintu kamar Nari.

Nari membalikkan punggungnya. "I am fine, Yoona. Lagipula aku sudah memberi tahu orangtuaku. Kau juga pasti lelah."

Yoona mengangguk mengiyakan. Ia duduk di pinggir kasur. "Tadi itu siapa yang mencarimu di kantor polisi?"

Nari mengernyitkan dahinya. Ia kemudian sadar siapa yang dimaksud oleh sahabatnya itu. "Ah, itu Minho-ssi, manajer Jeonghan."

"Wow, dia menyuruh manajernya dan tidak langsung menghampirimu?" pekik Yoona terkejut. "Yang tunanganmu itu dia atau manajernya sih?"

Nari menaikkan kedua bahunya tampak acuh. Lagipula ia tidak terlalu berharap banyak. Ia sadar bahwa pertunangannya dengan Jeonghan juga hanya sementara. Bisa saja esok hari cowok itu memutuskan hubungan mereka. Jadi, Nari tidak berekspektasi lebih.

"Dunia idol. Aku juga tidak mengerti," sahut Nari.

Yoona mengernyitkan dahinya. "Kau terlihat terlalu cuek. Tidak ada masalah kan di hubungan kalian?"

Ting tong! Bel rumah Yoona berbunyi. Hal itu menyelamatkan Nari untuk tidak menjawab pertanyaan sahabatnya.

"Siapa malam-malam seperti ini berkunjung?" tanya Nari mengalihkan topik.

"Sepertinya itu orangtuamu. Tidak mungkin Taemin bisa langsung ada di Korea secepat ini," kata Yoona. Gadis itu beranjak menuju pintu depan untuk melihat siapa yang datang. Nari mengenakan sweater kuning miliknya dan berjalan mengekori Yoona.

"Selamat malam, benarkah ini rumah Lee Yoona? Sahabat Pyo Nari?"

Yoona mengamati pria jangkung berambut cokelat di hadapannya dengan tatapan menyelidik. "Iya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Ah," seru pria itu. "Aku mencari Nari. Perkenalkan aku Yoon Jeonghan, tunangannya," jawab pria itu sembari menunduk sopan memberi salam pada Yoona.

"Jeonghan? Kenapa kau kesini malam-malam?" pekik Nari tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top