Part 33
Nari meregangkan kedua tangannya ke atas. Ia menguap lebar. Pandangan beralih pada Yoona yang tidur di sebelahnya. Gadis itu mengamati layar televisi yang masih menyala, namun hanya menampakkan layar biru dengan tulisan merek TV yang berjalan-jalan.
Dengan malas-malasan Nari menyibakkan selimutnya dan berdiri. Ia berjalan menuju dapur. Tenggorokannya kering. Sepertinya itu akibat dari semalam berteriak-teriak karena menonton film horror.
Sebenarnya Nari sudah menolak Yoona yang meminta ditemani menonton film Conjuring 2. Walaupun sedikit tomboy, Nari mengakui bahwa dirinya tidak begitu suka menonton film hantu yang isinya selalu membuat kaget karena kemunculan makhluk menyeramkan secara tiba-tiba. Yah, bisa dibayangkan sendiri. Dua orang wanita penakut menonton film horror bersama di rumah sebesar ini. Bahkan saking takutnya, Yoona tidak berani tidur sendiri di kamarnya. Alhasil mereka berdua memilih tidur di ruang tengah dengan lampu menyala terang.
Nari menghabiskan satu isi botol air mineral dingin hanya dalam beberapa kali teguk. Ia mengelap sudut-sudut bibirnya yang basah dengan selembar tissue. Pandangannya beralih pada jam duduk yang berada di atas rak dapur. Pukul 10.00. Untung saja ini adalah weekend, mereka berdua jadi tidak perlu berangkat ke kantor.
"Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Yoona. Ia datang sembari mengucek matanya.
"Kau sudah jadi istri orang tapi masih belum bisa bangun pagi sendiri?" ejek Nari.
Yoona meringis. "Mumpung Taemin sedang tidak disini, aku kembali menjadi gadis muda lagi," katanya sambil mengibaskan rambutnya seperti iklan sampo. Sayang, rambutnya masih kusut dan mencuat ke segala penjuru khas orang bangun tidur.
Nari mencibir. Gadis itu berjalan melewati bahu Yoona menuju kamar tamu yang ia tempati selama menginap di rumah sahabatnya.
"Aku mandi dulu ya! Kau bersihkan sisa-sisa makanan di ruang TV!" teriak Nari.
"Ya! Kau kan juga ikut mengacaukan rumahku semalam!" protes Yoona tak terima.
Nari hanya terkekeh geli mendengarnya. Ia menutup pintu kamar di balik punggungnya, sengaja agar suara protes Yoona tidak terdengar lagi.
---
"Kau kenapa membawaku kesini sih?" protes Nari.
Yoona menggandeng lengan Nari. Lebih tepatnya menahan gadis itu agar tidak kabur dari sisinya. Kini mereka sedang berada di pusat perbelanjaan besar di Gangnam-gu. Yoona sangat tahu bagaimana bencinya Nari pergi ke tempat ramai. Terlebih lagi sekarang adalah akhir pekan, disana sini terlihat banyak pasangan, keluarga kecil, bahkan serombongan anak muda yang menghabiskan waktu mereka untuk bersantai.
"Ya! Minggu lalu aku sudah membiarkanmu bermalas-malasan seharian karena setiap hari kau hampir selalu tidak tidur untuk melakukan investigasi," kata Yoona. Pandangannya tetap terarah pada deretan baju-baju lucu di gantungan. "Aku tidak mau menghabiskan akhir pekanku di rumah saja."
"Kau kan bisa pergi sendiri," sungut Nari.
Yoona mencubit pelan tangan Nari, membuat gadis itu mengaduh kesakitan. "Kau juga butuh udara segar, Nari-ssi! Lagipula memang kau berani berada di rumahku seorang diri setelah menonton hantu suster semalam?"
Nari meringis. Dibanding hantu, ia lebih siap menghadapi seorang pencuri. Setidaknya ia bisa menyerang dengan tendangan mautnya jika diganggu orang jahat, namun kalau hantu? Berdoa pun sepertinya belum cukup.
"Kalau begitu, lebih cepat belanjanya dan kita bisa segera pulang," usul Nari.
"Ya ya ya! Kau ini benar-benar," Yoona berkacak pinggang. "Setelah belanja, kita harus ke salon dulu. Apalagi kau kini sudah menjadi tunangan seseorang, kau harus bisa lebih merawat diri."
Nari mendengus kesal. Ia bahkan lupa pada status palsunya itu. Mendengar kata tunangan hanya membuatnya teringat pada muka menyebalkan Jeonghan.
"Oh ya, omong-omong," kata Yoona lagi. "Kapan kalian berdua akan menikah? Tidak baik lho terlalu lama hanya dalam ikatan pertunangan."
Nari terbatuk akibat ludahnya sendiri. Dengan panik Yoona mengelus punggung sahabatnya. Ia tidak tahu bahwa pertanyaannya bisa membuat Nari sekaget itu.
"Kau kan tahu Jeonghan itu seorang idol, kami tidak bisa menikah terlalu cepat," elak Nari setelah batuknya menghilang.
Yoona mengernyitkan dahinya heran. "Idol itu kan manusia juga. Lagipula kalau tidak menikah cepat-cepat untuk apa kalian bertunangan sekarang?"
Nari memutar otaknya cepat. "Untuk... mengikat haha," Nari tertawa terpaksa. Ia menarik salah satu baju dari gantungan secara asal dan menunjukkannya pada Yoona. "Bagaimana dengan yang ini? Cukup bagus kan?" tanya Nari berusaha mengalihkan pembicaraan.
Yoona menatap pilihan Nari dengan kedua alis terangkat. "Wah, seleramu bagus juga."
Nari menghembuskan napas lega. Yoona kini lebih tertarik melihat-lihat pakaian daripada mengorek informasi tentang pertunangannya. Lagipula, Nari sedang berusaha melupakan perasaannya pada Jeonghan. Membicarakan perihal cowok itu terlalu lama hanya akan membuat usahanya tertunda.
---
Yoona keluar dengan kedua tangan membawa banyak tas belanjaan. Berbeda dengan sahabatnya, Nari hanya membeli dua buah buku yang menurutnya menarik. Gadis itu tidak tertarik untuk membeli peralatan kecantikan dan baju-baju lucu seperti Yoona. Masih banyak stok di rumah, pikirnya.
Setelah tiga jam menemani Yoona berputar-putar belanja, Nari ditarik masuk oleh sang sahabat ke dalam salon. Awalnya Nari menolak untuk ikut menjalani perawatan. Namun, gadis itu akhirnya terbujuk juga. Lagipula daripada ia hanya menunggui Yoona tanpa melakukan pekerjaan apapun, lebih baik dirinya juga ikut creambath. Sudah lama juga ia tidak mengurus penampilannya.
Kedua gadis itu menghabiskan dua jam lebih mereka di salon. Mulai dari perawatan rambut, wajah, hingga kuku. Tentu saja yang paling senang adalah Yoona. Nari sendiri hanya melakukan sesuai kadarnya. Sebenarnya Nari hanya meminta untuk merapikan poni dan rambut sebahunya yang sudah mulai memanjang. Namun Yoona dengan seenak jidat menyuruh petugas agar membuat rambut lurus Nari sedikit bergelombang agar terlihat lebih fresh.
Hampir setengah hari kedua wanita itu menghabiskan waktu di mall. Mereka menuju area tempat parkir ketika hari sudah mulai gelap. Yoona bahkan meminta ditemani makan malam dulu di luar sebelum pulang. Alhasil setelah lewat pukul delapan malam, keduanya baru benar-benar keluar dari pusat perbelanjaan.
Tiba-tiba terdengar suara orang ribut di arah pintu masuk. Penasaran, Yoona menarik Nari untuk menembus kerumunan itu. Nari yang sudah lelah melawan hanya pasrah dirinya dibawa kesana-kemari oleh Yoona. Di dalam pikirannya ia sudah ingin kembali bergelung di atas tempat tidur.
"Jangan mendekat, kalau tidak anak ini akan terluka!" teriak seorang pria mengenakan topi sembari mengayunkan pisau ke segala arah. Di lengannya terdapat seorang anak kecil berumur sekitar tiga tahun yang menangis keras.
Nari menegakkan punggungnya mendengar suara itu. Ia memandangi kerumunan itu. Tampak dua orang petugas keamanan yang berada di dekat sana. Namun keduanya tidak bisa apa-apa karena ada seorang sandera. Disisi lain, tampak seorang wanita muda menangis tersedu-sedu. Sepertinya ia adalah ibu anak yang bersama lelaki bertopi itu.
"Ah, kasihan sekali!" pekik Yoona. Ia mengeluarkan ponselnya, bersiap menghubungi polisi.
Tiba-tiba ponsel Yoona melayang. Ia memekik tertahan ketika tangannya sakit seperti ada sesuatu yang menamparnya. Tak berapa lama, punggung gadis itu terdorong ke depan. Tangannya sudah dipelintir ke belakang oleh seorang pria. Yoona dibawa paksa mendekat ke arah lelaki bertopi oleh pria itu.
Nari tersentak. Ternyata pria bertopi itu tidak sendiri. Nari bahkan tidak menyadari kehadiran pria yang baru saja menyekap sahabatnya itu.
Nari memekik ngeri ketika melihat kaki sahabatnya ditendang hingga berlutut di hadapan sang penyekap. Pria yang mengenakan topeng itu mengambil pisau dari sakunya dan menodongkan ke arah kerumunan.
"Kalau ada yang berani menghubungi polisi, gadis ini tidak akan selamat," ancam pria bertopeng.
Salah besar orang itu sudah menyekap Yoona. Ia tidak tahu bahwa Yoona sudah lima tahun menjadi pemegang tertinggi sabuk judo. Nari melihat Yoona melirik ke arahnya. Nari mengangguk. Sahabatnya itu mengirim sinyal padanya untuk tidak bertindak gegabah. Mereka tidak tahu ada berapa orang yang bersekongkol dengan dua orang itu dan bersembunyi di dalam kerumunan.
Nari menghela napas kasar. Baru kali ini ia merasa sangat putus asa. Terlalu banyak orang disini. Siapa saja bisa menjadi sasaran. Terlebih lagi, sepertinya lawan mereka bukan orang sembarangan. Nari berdoa dalam hati. Ia berharap semoga bantuan segera datang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top