Part 23
Pertemuan sehabis membahas urutan lagu dan konsep tata panggung untuk world tour akhirnya selesai. Ketiga belas member Seventeen, Jisung, serta Minho dan Sungmin sebagai manajer masih berada di dalam ruang meeting. Tidak untuk membahas pekerjaan, tapi mengenai skandal yang beberapa hari lalu menimpa Jeonghan.
"Dilihat secara statistik, tidak ada kerugian dalam penjual album dan merchandise kemarin," ucap Sungmin sembari membaca notes di tabletnya. "Diperkirakan, jika kita menjual tiket konser di Seoul mulai bulan depan, akan tetap langsung habis dalam satu hari seperti biasa."
Jisung mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tampak puas dengan respon baik publik menerima klarifikasi Jeonghan. Mungkin efek dari Jeonghan yang secara langsung muncul di konferensi pers untuk meluruskan kesalahpahaman berita itu. Jadi, masyarakat lebih percaya dengannya.
"Yah, seperti skandal pada umumnya saja. Sekarang pun masalah itu sudah bagai angin lalu," komentar Seungcheol.
"Sepertinya para penggemar belajar dari skandal Jihoon. Mereka jadi lebih mudah menerima kabar dating para idolnya," ucap Soonyoung. Ia buru-buru melirik Jihoon yang duduk di sebelahnya. Untunglah, temannya itu tidak tersinggung.
"Baguslah," komentar Jihoon. "Kalian jadi lebih mudah untuk mencari pasangan kan sekarang?"
"Jangan skeptis seperti itu, Jihoon-ah," ucap Jisoo sembari merangkul bahu Jihoon. "Kau akan mendapatkan kebahagiaanmu sendiri nanti."
"Hmm," Jihoon hanya menjawab ucapan Jisoo dengan dehaman kecil.
"Jadi," potong Jeonghan. Ia paling tidak suka jika masalah skandal dirinya dan Jihoon kembali diungkit. "Apa rapat kita sudah selesai? Aku sudah lapar."
Jisung melihat arloji di pergelangan tangannya. "Ah, sudah hampir setengah satu siang. Kalian mau makan apa? Biar aku yang traktir."
Seketika suasana kembali ramai. Keduabelas anggota Seventeen lain sibuk memilih menu apa yang akan mereka makan. Kalau masalah makanan gratis, jangan sampai kesempatan itu terlewat. Jeonghan berdiri dari duduknya dan melepaskan diri dari keramaian itu. Ia berjalan menghampiri Jisung yang duduk di paling ujung meja besar meeting.
"Hyung, aku izin makan diluar bersama Nari ya," pinta Jeonghan.
"Ah, kau mau kencan ya," kata Jisung.
Jeonghan hanya mengangguk kecil. Sebenarnya bukan itu alasan utama ia membebaskan diri pergi dari sana. Ia kasihan pada Nari yang waktu berliburnya sudah ia ambil untuk bertemu dengan Seventeen. Terlebih lagi sahabatnya itu masih harus mengurus seorang bayi. Pasti sangat melelahkan.
"Ah, hyung, jangan pergi dulu," pinta Seungkwan. "Aku masih mau main bersama Donghae."
"Dia bukan mainan," kata Jeonghan menanggapi permintaan cowok berambut pirang itu.
"Ayolah hyung, aku belum bertemu dengannya karena tadi masih tidur," kali ini Seokmin yang bicara.
"Sudah kalian pulang saja sana. Aku jadi terusir dari kamarku sendiri kan," gerutu Jisoo.
Tadi Jeonghan memang mengusir paksa sahabatnya itu keluar dari kamar ketika tengah berhibernasi karena akan digunakan oleh Nari dan Donghae. Sebenarnya Jisoo tidak benar-benar marah. Ia hanya ingin membuat Jeonghan makin kesal.
Jeonghan tidak menanggapi ucapan mereka lagi. Ia berlalu menuju kamarnya sembari melambaikan tangan acuh.
"Bye! Selamat berakhir pekan," katanya.
---
Jeonghan mengetuk pintu kamarnya pelan. Ini pertama kalinya ia mengetuk pintu kamarnya sendiri sebelum masuk. Biasanya ia akan langsung menerobos, walaupun roommate-nya ternyata sedang tidak pakai baju sehabis mandi. Tingkah sembarangan dan semau sendiri itu kali ini berhasil ia tahan. Ia kan tidak tahu apa yang sedang Nari lakukan di dalam sana.
Lama tidak mendengar jawaban dari dalam, Jeonghan perlahan mendorong daun pintu secara hati-hati. Ia melongokkan kepalanya masuk ke dalam. Dilihatnya Nari sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Donghae bahkan sudah bangun. Bayi itu sedang bermain dengan botol susu di tangannya.
Melihat Jeonghan, bayi laki-laki itu tertawa riang. Ia bertepuk tangan sendiri. Jeonghan buru-buru masuk dan menutup kembali pintu kamar di balik punggungnya. Tanpa suara ia berjingkat mendekati Donghae.
Jeonghan mengangkat bayi itu masuk ke dalam gendongannya. Ia takut Nari akan terbangun karena tingkah laku Donghae.
"Kau sudah bangun rupanya," kata Jeonghan setengah berbisik pada Donghae. Ia merapikan arah rambut bayi itu yang masih tipis. Donghae hanya menggigit-gigit dot botol susunya yang sudah kosong.
Jeonghan berjongkok di depan tas berisi makanan bayi. Sudah waktunya Donghae makan snack. Pantas saja bayi itu menggigit-gigit botol kosong. Untung ia belum sempat nangis.
Jeonghan meletakkan sebuah biskuit bayi di tangan Donghae. Ia mengambil botol susu kosong dari tangan mungil itu. Perhatian Donghae teralihkan, ia langsung memasukkan biskuit di tangannya ke dalam mulut.
Melihat tingkah laku Donghae, Jeonghan tidak mampu menahan senyumnya. Untunglah Donghae bukan tipe bayi yang suka rewel. Mengurusnya tidak terlalu menguras tenaga.
"Anak baik," puji Jeonghan. Ia mengibaskan remahan biskuit dari baju bayi itu.
Ekor mata Jeonghan menangkap bayangan Nari yang tertidur pulas di atas kasurnya. Bahkan gadis itu masih mengenakan baby carrier. Jeonghan jadi tidak tega untuk membangunkannya.
Jeonghan berjongkok di samping dipan. Ia memandangi wajah damai Nari yang terlelap dengan posisi miring. Jeonghan melihat lingkaran hitam di bawah mata gadis itu yang samar-samar ditutupi oleh concealer.
Tangan Jeonghan terulur untuk menyingkirkan anak-anak rambut dari wajah Nari. Ia memandanginya lekat-lekat. Sepertinya Nari telah melalui banyak hal berat seorang diri. Jeonghan juga baru teringat bahwa Nari sedang melakukan investigasi besar terkait penggelapan dana rumah sakit. Jeonghan jadi merasa bersalah telah mengajak Nari pergi tanpa mempertimbangkan pendapat gadis itu.
Jeonghan terlonjak kaget ketika pintu kamarnya terbuka dengan suara berisik. Dengan tergesa-gesa, ia menghampiri Jisoo yang masih berdiri di ambang pintu. Biskuit di tangan Donghae terlepas dari tangannya akibat gerakan Jeonghan yang tiba-tiba.
Jeonghan menahan agar Jisoo tidak membuka pintu lebih lebar. Dengan badannya ia menghalangi pandangan Jisoo hingga tidak dapat melihat ke dalam kamar.
"Minggir, aku mau ambil ponselku," kata Jisoo.
"Nari sedang tidur," ucap Jeonghan singkat. "Biar aku ambilkan."
Jisoo bersiul pelan. "Tidak ingin kekasihmu dilihat cowok lain nih?"
"Ponselmu dimana?" Tanya Jeonghan tanpa mengindahkan ledekan Jisoo.
"Diatas meja, sedang di-charge," jelas Jisoo.
"Ah, tu.. tu.. aa.. aa..," Donghae mulai rewel di gendongan Jeonghan. Ia menunjuk-nunjuk ke arah biskuitnya yang jatuh.
Jeonghan mengikuti arah pandang Donghae. Ia melenguh panjang melihat kekacauan yang dibuatnya.
"Tolong gendong Donghae dulu, aku akan mengambilkan makanan baru untuknya dan ponselmu," kata Jeonghan sembari menyerahkan Donghae ke Jisoo.
Jeonghan segera kembali melesat masuk ke kamar. Ia mengambilkan biskuit baru untuk Donghae dan ponsel milik Jisoo. Pria itu kembali ke ambang pintu. Ia segera menjejalkan biskuit bayi ke dalam tangan mungil Donghae agar bayi itu tidak rewel lagi. Ia kemudian menyerahkan ponsel Jisoo ke pemiliknya.
"Tolong urus Donghae dulu ya," pinta Jeonghan. "Kalau kau bingung, minta bantuan Seungkwan dan Hansol saja. Aku akan segera menyusul kalian."
"Ya, ya, ya," belum sempat Jisoo menyelesaikan ucapan, pintu di hadapannya sudah tertutup kembali. "Padahal aku mau minta tolong untuk mengambilkan charger sekalian. Ya sudah lah, semoga mereka tidak melakukan hal-hal aneh berdua di dalam sana."
Setelah menutup pintu, Jeonghan langsung berbalik badan. Ia menarik selembar tissue dari atas meja dan mulai membersihkan remahan biskuit yang dijatuhkan Donghae. Ia juga sedikit membenahi letak tas peralatan bayi itu.
Jeonghan kembali memandangi Nari yang tidak terganggu sedikitpun dalam tidurnya. Ia mengambil selimutnya yang terlipat rapi di kaki kasur. Dengan perlahan, ia menutupi tubuh Nari dengan selimut. Jeonghan menahan napas. Gadis itu menggeliat sedikit, namun kembali tertidur tak lama kemudian. Jeonghan tersenyum lega.
Aku biarkan saja ia tidur sejam lagi, pikir Jeonghan. Pria itu menarik tas berisi makanan bayi dan kembali berlalu keluar kamar. Ia menutup pintu kamarnya perlahan. Jeonghan tidak ingin membangunkan gadis itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top