Part 17
Nari duduk termenung di bangku halte bus dekat kantor. Gadis itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya pukul 19.00. Sebenarnya ia tidak terlalu fokus dengan kasus yang sedang ditanganinya. Hal itu pulalah yang membuat dirinya lupa waktu.
Yoona sudah pulang sejak jam kantor itu selesai. Rekan kerjanya itu memang jarang sekali pulang terlambat jika memang tidak terpaksa. Lagipula siapa yang mau berlama-lama di kantor seorang diri? Hanya Nari saja yang begitu. Itu pun hanya ia lakukan ketika membutuhkan pelampiasan emosi. Seperti sekarang ini. Hatinya masih bimbang mendengar ajakan bertunangan dengan Jeonghan.
Ugh, mengapa kata tunangan terdengar sangat sepele di telinga pria itu, rutuk Nari dalam hati. Apa Jeonghan sengaja melakukannya karena sudah tahu bahwa Nari memiliki perasaan lebih pada dirinya? Kemudian cowok itu dapat dengan bebas berbuat semena-mena karenanya. Apa Jeonghan masih sangat membencinya hingga tega menyakiti perasaan Nari sejauh ini?
Pikiran Nari kembali. Ia mengamati mobil berwarna silver yang berhenti tepat dihadapannya. Gadis itu merasa familiar dengan kendaraan itu, tapi ia tidak yakin sang pengendaranya. Lagipula, kenapa mobil itu berhenti di halte? Itu kan menyalahi aturan lalu lintas.
Tiba-tiba kaca gelap di samping kursi pengemudi terbuka. Munculah wajah Dongwoo disana. Nari hanya mengangguk sembari tersenyum kecil menyapa atasannya itu.
"Kau juga baru pulang? Naiklah. Aku antar kau sampai ke rumah," seru Dongwoo sembari menunjukkan senyum terbaiknya.
Nari menggeleng pelan. Daripada harus terjebak hanya berdua saja di dalam mobil bersama pria mesum itu, lebih baik ia menunggu bus sedikit lebih lama.
"Tidak terima kasih. Bus saya sebentar lagi datang," tolak Nari halus.
Melihat tidak ada tanda-tanda Nari akan menuruti keinginannya, Dongwoo membuka pintu mobil. Pria itu membiarkan mesin mobilnya menyala dan berjalan menghampiri Nari yang masih diam duduk di tempatnya.
Nari berjengit ngeri. Mau apa atasannya itu? Kenapa tidak langsung pergi saja dan membiarkan dirinya sendiri disini?
"Hari sudah semakin malam, tidak baik untuk seorang gadis pulang sendiri," bujuk Dongwoo lagi.
Nari tetap menggeleng. Senyuman palsunya sudah hilang dari wajah. Ia menunjukkan muka setegas mungkin yang ia punya.
"Saya bisa menjaga diri," jawab Nari tegas.
Tak habis akal, Dongwoo merangkulkan sebelah lengannya ke bahu Nari, setengah memaksa agar Nari berdiri. Pria itu bagai tidak sadar kalau Nari sudah menolaknya mentah-mentah.
"Ayolah. Ayahmu juga sedang tidak ada di rumah kan? Sebaiknya kau segera pulang," rayu Dongwoo lagi.
Nari menghempaskan lengan Dongwoo yang masih bersarang di bahunya. Gadis itu berjalan mundur selangkah, menghindari berada di dalam jangkauan tangan sang bos. Nari sedikit takut mendengar nada bicara Dongwoo. Ayahnya memang masih cuti karena masih berada di Anyang untuk mengurus neneknya yang sakit. Tapi mengapa Dongwoo harus membawa-bawa alasan itu untuk memaksanya ikut pulang bersama dia?
"Saya akan memesan taksi. Sampai jumpa besok," kata Nari singkat. Ia menganggukkan kepalanya ke arah Dongwoo dan berniat balik badan untuk mencari taksi sekaligus melarikan diri dari kejaran sang atasan.
Dongwoo segera menangkap pergelangan tangan kiri Nari yang tergantung bebas. Ia tidak menerima kekalahan.
"Kenapa harus naik taksi kalau bisa aku antar sampai rumah dengan selamat?"
Nari tercekat. Ia berusaha melepaskan cengkeraman tangan Dongwoo. Namun hasilnya sia-sia. Tenaga pria itu jauh lebih kuat daripada dirinya.
"Aku bisa pulang sendiri," pekik Nari. Ia sudah membuang rasa hormatnya pada sang atasan.
"Aku antar kau pulang," kata Dongwoo tegas. Pria itu sedikit menyeret tangan Nari menuju mobilnya.
"Excuse me, Sir," sebuah suara menghentikan pergulatan antara Nari dan Dongwoo. "Tapi gadis ini akan pulang bersama saya."
Bola mata Nari melebar ketika melihat siapa yang datang. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya ketika mendapati Jeonghan sudah berdiri di hadapannya. Pria itu bahkan mampu dengan mudah melepaskan cengkeraman tangan Dongwoo. Jeonghan langsung menyembunyikan Nari di balik tubuh jangkungnya.
---
Van Seventeen yang kini hanya membawa tiga member di dalamnya melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah Jeonghan. Terdengar alunan lagu milik Seventeen berjudul "Call Call Call" yang membahana di seisi mobil. Wonwoo yang duduk di belakang asyik menyenandungkan lirik bagian dirinya. Jisoo yang duduk di sebelahnya hanya bertopang dagu sembari memandangi jalanan di luar sana. Jeonghan hanya diam. Ia duduk tenang di samping Minho hyung yang sibuk mengemudikan mobil.
Jeonghan memandangi jalanan yang sudah sangat ia hapal luar kepala. Sudah seumur hidup ia tinggal di rumahnya yang sekarang. Tiap pulang dari tempat berlatih pun ia melalui jalan yang sama. Jeonghan teringat. Jika ia melintasi jalan yang sekarang, itu berarti ia akan melewati kantor kejaksaan tempat Nari bekerja. Jeonghan menggeleng kecil. Mana mungkin gadis itu masih berada di sana saat hari sudah malam.
Jeonghan mengetuk-etukkan ponsel di tangannya ke paha mengikuti beat lagu yang sedang diputar. Ia memandangi jalan di luar. Kedua matanya memicing ketika menangkap siluet gadis yang dikenalnya sedang berada di halte tepat depan kantor kejaksaan. Ia memfokuskan pandangannya. Benar, itu adalah Nari. Tapi siapa pria yang sedang merangkul bahunya itu?
"Hyung, berhenti sebentar," pinta Jeonghan tanpa melepaskan pandangannya dari Nari.
"Ada apa?" tanya Minho. Jisoo dan Wonwoo yang duduk di bangku belakang pun ikut penasaran.
"Turunkan aku disini," kata Jeonghan lagi tanpa menjawab pertanyaan manajernya. "Setelah itu hyung putar balik mobilnya dan jemput aku lagi di halte tadi. Mengerti?"
Sadar bahwa Jeonghan tidak akan menjelaskan sebelum kemauannya dituruti, Minho menepikan mobilnya. Jeonghan segera memakai masker hitam yang tidak pernah absen dari dalam saku jaketnya dan segera keluar dari mobil. Setengah berlari, pria itu bergegas menuju halte yang berjarak sekitar 15 meter dari sana.
Jeonghan segera mempercepat larinya ketika melihat pria aneh itu mulai menarik paksa Nari untuk masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan halte. Ia datang tepat waktu. Jeonghan segera meraih tangan kiri Nari dan melepaskannya dari genggaman pria itu.
"Excuse me, Sir. Tapi gadis ini akan pulang bersama saya," kata Jeonghan. Ia menarik tangan Nari hingga tubuh gadis itu tersembunyi di balik punggungnya.
Pria di hadapannya mengernyit tak suka ke arah Jeonghan. "Siapa kau? Nari bilang ia akan pulang sendiri."
"Saya pulang bersamanya," sahut Nari cepat. Walaupun gadis itu berusaha bersikap berani, Jeonghan dapat merasakan tangan Nari yang bergetar di genggamannya.
Pandangan mata pria itu ganti mengarah ke Nari. "Kau yakin? Kau mengenalnya?"
Nari mengangguk mantap. "Aku sangat mengenalnya. Dia ini tem...,"
"Nari adalah kekasih saya," sahut Jeonghan memutuskan ucapan Nari. Jeonghan kemudian menunjuk mobil Dongwoo yang pintunya masih setengah terbuka. "Tapi sepertinya Anda harus segera pergi dari sini. Sebentar lagi bus akan datang, mobil Anda akan menghalangi jalan."
Dongwoo mendengus kesal. Akhirnya ia mengalah. Pria itu mengangguk kecil ke arah Nari dan Jeonghan sebagai tanda perpisahan sebelum menghilang masuk ke dalam mobilnya. Tak lama kemudian, mobil silver itu sudah melaju meninggalkan Jeonghan dan Nari berdua disana.
Sepeninggal pria aneh itu, Jeonghan membalikkan tubuhnya. Kini ia benar-benar menghadap Nari. Dilihatnya gadis itu dari atas hingga bawah. Nari terlihat baik-baik saja, hanya wajahnya yang pucat dan kedua kakinya yang terlihat sedikit bergetar. Sepertinya gadis itu sangat ketakutan.
"Gwenchanha?" tanya Jeonghan. Ia melepaskan tangan kiri Nari yang sedari tadi digenggamnya.
Nari menarik napas panjang. Ia membuka kedua matanya. Gadis itu benar-benar lega dengan kedatangan Jeonghan yang tepat waktu.
"I am good," jawab Nari. "Mengapa kau bisa ada disini?"
"Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah sehabis berlatih," jawab Jeonghan. Pria itu baru bisa melepaskan tatapannya dari Nari setelah mendengar suara klakson van Seventeen yang telah tiba sesuai permintaannya pada Minho hyung tadi.
"Kau ikut aku ke rumah," kata Jeonghan lagi pada Nari. "Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian setelah kejadian tadi. Nanti akan kuantar kau pulang setelah makan malam."
"Aku bisa sendiri kok," tolak Nari. Ia masih canggung dengan Jeonghan karena kejadian dua hari yang lalu.
Jeonghan memberikan tatapan tajam pada Nari. "Aku tidak akan meminta hal-hal aneh padamu lagi. Kumohon menurutlah. Aku tidak bisa memastikan apakah pria mesum itu sudah benar-benar pergi."
Mendengar pernyataan Jeonghan, Nari kembali bergidik ngeri. Ia tidak mau bertemu lagi dengan bos gilanya itu. Nari buru-buru mengikuti Jeonghan yang sudah melangkah menuju mobil yang sedari tadi menunggu mereka.
Jeonghan membuka pintu belakang van. Wonwoo dan Jisoo melongo melihat Jeonghan yang kembali bersama seorang gadis. Tanpa mempedulikan keheranan mereka, Jeonghan masuk ke dalam van dan duduk di baris paling belakang yang kosong.
"Naiklah. Mereka tidak akan menyakitimu," kata Jeonghan pada Nari yang masih mematung di depan pintu.
Nari menelan ludahnya susah payah. Mimpi apa ia semalam akan naik van milik Seventeen dan bertemu dengan para member-nya? Selain Jeonghan yang sudah lama ia kenal, tentunya.
Gadis itu mengangguk sopan ke arah orang-orang yang di dalam mobil yang masih memandanginya dengan pandangan penasaran. Karena mobil tidak boleh terlalu lama berhenti di depan halte bus, Nari segera masuk dan duduk di kursi samping Jeonghan yang kosong. Wonwoo menutup pintu di sampingnya. Minho kembali melajukan mobilnya menuju rumah Jeonghan.
Baik Jisoo maupun Wonwoo tidak mampu menutupi perasaan penuh ingin tahu mereka dengan sosok yang baru mereka temui hari ini. Kedua pria itu secara serentak menolehkan kepalanya melihat ke arah Jeonghan dan Nari yang duduk bersisian di kursi paling belakang. Pandangan mereka menyiratkan permintaan akan penjelasan dari Jeonghan.
Jeonghan menghela napas panjang. Ia membuka mulutnya dan menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan Jisoo dan Wonwoo mengenai sahabat kecilnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top