Part 14

Nari mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Ia sampai di rumah pukul sepuluh malam. Beruntungnya ia karena Papa dan Mama ternyata sedang pergi ke rumah nenek di Anyang. Nari jadi tidak perlu menggunakan jurus tebal kuping saat mendengarkan ocehan sang Mama karena dirinya yang pulang larut tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

Nari membaringkan tubuhnya yang lelah setelah seharian bekerja di atas kasur. Ponsel berwarna gold rose bersarang di tangannya. Ia membuka kotak pesan, membaca ulang isi percakapannya dengan Tante Yoon tadi siang.

Setelah berhasil menyelesaikan sidang dengan hasil memuaskan, Nari akhirnya membuka ponsel. Sedari kemarin malam gadis itu memang tidak membuka akun sosial media sama sekali karena terlalu gugup dengan sidang keesokan harinya. Alhasil, ia baru membaca pesan yang dikirimkan ibu Jeonghan itu satu hari kemudian.

Nari sudah takut bahwa telah terjadi sesuatu yang gawat hingga ibu sahabat kecilnya itu mengontak dirinya langsung. Selama ini selalu hanya para ibu yang saling bertukar pesan. Nari akhirnya bisa menghembuskan napas lega ketika tahu bahwa Tante Yoon hanya mengajaknya untuk membuat kue bersama akhir pekan ini. Ibu Jeonghan itu berencana untuk membuat makanan kesukaan sang putra karena Jeonghan akan pulang ke rumah setelah dua minggu penuh bekerja di luar negeri. Nari langsung menyanggupi. Toh besok adalah hari libur dan dirinya belum punya jadwal janjian khusus dengan siapa pun. Ditambah lagi, ternyata orangtuanya tidak berada di rumah.

Lelah karena sedari kemarin matanya sudah membaca banyak dokumen pekerjaan, Nari memutuskan untuk memainkan akun sosial medianya. Gadis itu mengubah posisi tidurnya hingga lebih nyaman. Dari sela-sela bibirnya terdengar sebuah senandungan merdu. Sepertinya suasana hati gadis itu sedang baik.

Tiba-tiba nyanyian kecil itu terhenti. Nari menegakkan tubuhnya. Bola matanya melebar ketika tanpa sadar ia membaca headline news di sebuah portal berita tentang artis. Selama beberapa detik ia tidak berkutik. Bahkan gadis itu tampak menahan napas sejenak.

Hot news: Jeonghan Seventeen Dikabarkan Selama Ini Seorang Gay!

---

Taksi yang membawa Nari di dalamnya berhenti tepat di depan kediaman Jeonghan. Gadis itu sekali lagi membaca ulang alamat yang diberikan Tante Yoon dan memandangi rumah bernuansa sederhana di depannya. Setelah yakin bahwa tujuannya tepat, gadis itu mengeluarkan uang dan memberikannya pada supir taksi. Nari keluar dari mobil sedan itu dan berjalan menghampiri pagar yang tertutup. Tangan kanannya menekan bel yang terpasang disana.

"Siapa?" Sebuah suara menyapa Nari melalui interkom.

"Ini aku, Pyo Nari," jawab Nari tanpa mengurangi kadar kesopanannya.

"Tunggu sebentar, eonnie. Aku akan kesana," balas suara itu lagi.

Nari kembali menegakkan punggungnya. Ia menunggu sesuai dengan yang diperintahkan. Tak lama kemudian, Jaerim terlihat membuka pintu pagar dari arah dalam. Gadis yang terpaut empat tahun lebih muda itu menyapa Nari dengan sebuah senyuman manis. Ah, matanya sangat mirip dengan Jeonghan ketika sedang tersenyum, batin Nari.

"Mari masuk, eonnie. Eomma sudah mulai menyiapkan bahan-bahan membuat kue," kata Jaerim ramah.

"Eh, apa aku datang terlambat?" Tanya Nari panik.

Jaerim menggeleng. Gadis itu kembali menutup pintu pagar setelah Nari masuk ke halaman. "Eomma butuh menyibukkan diri setelah membaca gosip mengenai oppa. Jeonghan oppa sedari kemarin tidak bisa aku hubungi. Hal itu juga yang membuat Eomma pusing."

Nari mengangguk-angguk mengerti. Semalam saja ia cukup kaget membaca berita itu, apalagi keluarga kandung Jeonghan. Nari menepuk-nepuk kepala Jaerim pelan penuh simpati. Walaupun tersenyum, Nari tahu bahwa adik kecil dihadapannya kini sama khawatirnya dengan sang eomma.

"Kalau begitu, ayo kita masuk. Mungkin saja Jeonghan tidak mengangkat teleponmu karena sedang sibuk mempersiapkan kepulangannya. Ia dijadwalkan kembali ke Korea besok kan?"

Jaerim mengangguk mantap. Mendengar nada bicara Nari yang ceria, gadis itu kembali semangat. Ucapan Nari dapat mengangkat sedikit kekhawatirannya.

---

Nari menuangkan adonan kue terakhirnya ke dalam loyang berbentuk persegi panjang. Kemudian ia memasukkannya ke dalam oven. Setelah selesai menyetel timer, gadis itu beralih kembali ke kue yang baru saja keluar dari panggangan. Tangannya dengan telaten mengeluarkan kue yang sudah jadi dari loyang panggangan.

"Eonnie, istirahatlah dulu. Aku sudah buatkan es krim melon kesukaan eonnie," ucap Jaerim. Gadis itu berdiri di seberang meja menghadap ke arah Nari dengan sebuah es krim melon di tangan kanannya.

Nari mengangkat wajahnya. Gadis itu balas tersenyum pada Jaerim, "Sebentar lagi selesai kok. Aku tinggal membuat cream dan menghias kuenya."

"Buat whipped cream nya kan lama," kata Jaerim mengeluh.

Eomma mengetuk pelan puncak kepala anak gadisnya dengan gulungan koran. Jaerim hanya mampu memajukan bibirnya tanda protes.

"Sedari tadi kau tidak membantu sama sekali. Pergi saja belajar sana," kata Eomma pada Jaerim.

"Eomma, dari kemarin aku sudah sibuk. Biarkan aku bersantai sebentar dong," protes Jaerim tak mau kalah.

Nari mengamati pertengkaran kecil yang terjadi di depan matanya sembari menahan tawa. Sikap Jaerim dan Jeonghan sangat mirip jika sedang merajuk. Sifat keras kepala keduanya juga. Bahkan cara protes dengan ucapan sang bunda saja sama. Sebagai anak tunggal, suasana pertengkaran seperti yang sedang terjadi sekarang jarang sekali terjadi di rumah Nari.

Eomma mengalihkan perhatiannya pada Nari. Wanita paruh baya itu berdeham kecil sebelum berkata, "Nari-ya, istirahatlah dulu. Kita lanjutkan lagi tiga puluh menit kemudian. Okay?"

"Siap, Tante!" balas Nari sembari menaikkan kedua ibu jarinya ke atas.

Nari mencuci kedua tangannya yang licin terkena mentega hasil dari melapisi loyang sebelum menuang adonan tadi. Ia kemudian mengelap tangannya hingga kering. Nari melepaskan celemek yang sedari tadi dipakainya untuk melindungi diri dari kotornya hasil memasak.

"Jaerim-ah, boleh aku pinjam toilet sebentar?" tanya Nari pada Jaerim yang sedang asyik menikmati es krim melonnya sembari menonton televisi.

"Boleh saja Eonnie. Toilet ada di bawah tangga," jawab Jaerim. Nari berlalu menuju arah yang ditunjukkan oleh Jaerim setelah mengucapkan kata terima kasih.

---

Jeonghan memasukkan password rumahnya ke panel pintu. Tanpa suara, pria itu melangkah melintasi halaman rumahnya yang tampak rindang dengan hiasan berbagai tanaman milik sang ibu. Jeonghan melangkah gontai memasuki pintu depan rumahnya. Ia bahkan tidak menyadari satu sepatu wanita yang pemiliknya bukanlah orang rumah. Ia terlalu lelah untuk berpikir. Pikiran Jeonghan sudah melayang ingin segera hinggap di kasurnya.

Masuk tanpa suara, Jeonghan berlalu menuju ruang tengah rumahnya. Ia mendapati sang adik sedang serius menonton sebuah acara detektif di TV. Jeonghan menghampirinya. Pria itu menghempaskan seluruh beban tubuhnya ke tempat kosong di sebelah Jaerim.

"Kya!" teriak Jaerim terkejut. Ia memalingkan wajahnya ke arah samping. "Oppa!?"

Dahi Jeonghan mengernyit. Ia menutupi sebelah telinganya dengan tangan kanan. "Jangan berteriak di dekat telingaku, bodoh!"

Jaerim tidak menggubris makian sang kakak. Ia langsung memeluk tubuh jangkung Jeonghan dan menghirup dalam-dalam aroma tubuh sang kakak yang sudah lama tidak ia temui.

"Oppa kemana saja? Aku menghubungimu dari  kemarin, tahu?"

"Wah, tumben sekali. Jadi sekarang kau ini ingin menjadi 'Jaerim seorang adik yang manis', huh?"

Jaerim melepaskan pelukannya. Ia menatap ke arah Jeonghan dengan pandangan tajam. Gadis itu kemudian memukuli lengan sang kakak dengan sekuat tenaga. Tak lama, peperangan terjadi di antara keduanya.

Mendengar suara ribut dari ruang tengah, sang ibu datang menghampiri. Ia tidak kalah terkejutnya melihat sang putra tertua tiba-tiba sudah berada di rumah. Terlebih lagi, kini ia melihat kedua anaknya sudah sibuk bertengkar sendiri. Jeonghan bahkan tidak menyadari keberadaan sang Eomma di balik punggungnya.

"Ya, ya, ya! Kalian berdua, berhenti!"

Suara menggelegar sang eomma menarik perhatian Jeonghan dan Jaerim. Melihat orang yang sudah dua minggu ini tidak ia temui, Jeonghan segera menghambur ke pelukan sang Eomma. Jaerim mendengus kesal. Kakaknya itu kalau di rumah benar-benar sangat manja pada sang ibu!

"Eomma, bogoshipoyo!" seru Jeonghan.

Eomma membalas pelukan Jeonghan. Namun, tidak sampai lima menit, wanita itu memukul pelan lengan sang anak yang masih saja merangkulnya. Jeonghan pura-pura berjengit kesakitan.

"Sudah Eomma bilang berapa kali. Kalau kau tidak bisa ditelepon, kau seharusnya menelepon balik. Kau ingin membuat Eomma-mu yang sudah tua ini sakit jantung karena penasaran menunggu kabar darimu?" omel Eomma.

Jeonghan meringis. Ia merasa bersalah. "Maafkan aku, eomma. Aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja aku sedang sibuk dan cukup pusing dengan masalah pekerjaanku."

Eomma menangkap maksud dari ucapan Jeonghan. "Gwenchanha?"

Jeonghan memaksakan seulas senyum di wajahnya. Ia mengangguk kecil. "Agensi sedang berusaha memulihkan namaku. Saat ini aku hanya bisa menunggu."

Baik Jeonghan, Eomma, maupun Jaerim sama-sama terdiam. Tidak ada yang angkat suara. Mereka cukup bingung bagaimana mengomentari jawaban Jeonghan barusan. Hidup di dunia industri hiburan Korea memang tidak mudah.

"Jaerim-ah, aku minta es kri...," ucapan Nari mengambang di udara. Gadis itu diam berdiri di tempatnya. Ia terkejut ketika keluar dari kamar mandi, Jeonghan sudah berada di ruang tengah rumah itu. Nari berdeham kecil. "Maafkan aku. Aku akan melanjutkan membuat cream di dapur. Silahkan dilanjutkan."

Nari segera melesat pergi sebelum kecanggungan disana semakin melebar. Jeonghan mengikuti bayangan gadis itu hingga menghilang masuk ke ruang dapur. Tatapan matanya menyiratkan keheranan. Bagaimana bisa gadis itu ada di rumahnya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top