8

Chan keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambut tebalnya yang basah dengan handuk. Pria itu berlalu ke meja rias. Dengan telaten ia memakai beberapa produk skincare andalan pada wajahnya. Tak heran, kulit wajah Chan selalu terlihat bersih.

"Noona, giliranmu pakai kamar mandi," seru Chan sedikit keras.

Nara menggeliat pelan di atas kasur. Namun hanya itu. Ia terlihat kembali masuk ke alam mimpinya. 

Chan menoleh. Sesungguhnya ia tidak tega untuk membangunkan Nara. Wanita itu pasti lelah. Setelah bekerja mengurus anak-anak kecil di pagi hari, Nara juga mengambil kelas mengajar bahasa isyarat di sebuah lembaga khusus. Chan yang sepanjang hari ini mengikuti kegiatannya saja merasa lelah, walaupun kebanyakan ia hanya mengamati dari jauh. Pria itu jadi tahu bagaimana kehidupan Nara yang tak kalah berat dari kehidupan seorang idol.

Tangan Chan terulur menuju kepala Nara. Ia sempat berhenti beberapa detik. Namun, pria itu melanjutkan aksinya. Jika ia membiarkan Nara tidur sekarang tanpa membersihkan diri terlebih dahulu, hal itu juga tidak baik bagi kesehatannya. Dengan lembut, Chan menepuk-nepuk pipi kanan Nara yang mulai tembam akibat nafsu makannya yang meningkat.

"Noona, bangun. Ayo mandi dulu. Noona juga belum minum susu malam," ucap Chan mengingatkan.

Nara membuka kedua matanya malas-malasan. "Lima menit lagi," ucapnya sembari memajukan bibir merajuk. 

Sepertinya Nara belum sadar benar. Kalau wanita itu tahu dirinya baru saja merajuk seperti tadi pada Chan, pasti Nara akan malu setengah mati. Chan menahan tawanya. Ia masih sayang nyawa. Kalau noona-nya itu tahu Chan menertawainya, bisa-bisa Chan habis dihajar malam itu juga.

"Semakin cepat Noona melakukannya, Noona semakin cepat juga untuk beristirahat lagi," bujuk Chan tak hilang kesabaran. "Jangan lupakan jadwal minum susunya. Si kembar juga butuh makanan."

Setelah mendengar hal itu, Nara bangun. Ia terduduk di atas kasur dengan mata terpejam. Sepertinya jurus terjitu untuk menyadarkan wanita itu adalah dengan membahas kesehatan kandungannya. 

Chan berdiri dari posisi jongkoknya di sisi ranjang. Pria itu mengambilkan handuk Nara yang tersampir di rak dan memberikannya pada sang pemilik. Nara menerimanya sembari memberikan tatapan kesal pada Chan. Dengan berat hati, wanita itu melangkah menuju kamar mandi.

Lima belas menit kemudian Nara sudah keluar. Wajahnya sudah cerah akibat guyuran air dingin yang membasuh tubuhnya. Wanita itu berjalan ke arah rak handuk bermaksud untuk meletakkan alat pengering badan tersebut ke tempatnya semula. Tanpa sengaja tatapannya menemukan segelas susu coklat hangat di atas meja.

"Chan!" panggil Nara.

Chan mematikan musik dari ponselnya dan berjalan terburu-buru ke arah sumber suara. "Ada apa, Noona?" tanyanya panik.

Dengan wajah polos Nara mengacungkan telunjuk ke arah gelas di atas meja. "Ini kau yang buat?"

Chan mengikuti arah tunjuk jari Nara. Dia menghela nafas panjang. Pria itu berpikir ada sesuatu yang penting yang membuat Nara berteriak memanggil namanya.

"Noona kan memang harus minum susu," jawab Chan enteng. "Daripada terlupa, lebih baik aku membuatkannya ketika Noona sedang berada di dalam kamar mandi. Jadi kau bisa langsung meminumnya dan kembali tidur."

Mendengar alasan Chan, Nara terdiam. Iya seringkali meremehkan kehadiran pria itu. Toh Chan hanyalah anak kecil baginya. Namun hari ini Nara sadar. Maknae Seventeen itu mulai memberikan perhatian padanya. Yah, bukan hal yang buruk.

"Terima kasih," Nara tersenyum manis.

Wanita itu mengambil gelas dan membawanya ke ruang tengah. Dibelakangnya Chan mengekori. Nara duduk di sofa dan meminum susunya dengan nikmat. Chan kembali menyalakan music player di ponselnya.

"Noona tidak keberatan jika aku berlatih dengan menyalakan musik seperti ini kan?" tanya Chan.

"Silahkan, aku tidak terganggu."

Chan mengangguk. Ia sudah kembali serius dengan koreografi yang dilakukannya. Tidak ada seharipun terlewati tanpa berlatih di dalam kamus kehidupan pria itu. Kelakuan boleh jadi masih seperti anak laki-laki berumur sepuluh tahun, tapi jika sudah menyangkut masalah pekerjaan, Chan selalu berusaha semaksimal mungkin. 

Nara memandangi wajah Chan yang tampak sangat serius dari samping. Mulut pria itu bergumam kecil menyuarakan angka hitungan yang dipakainya untuk memberi aba-aba gerakan tari. Nara baru menyadari dagu Chan tampak kasar oleh rambut-rambut yang mulai tumbuh berantakan. Sepertinya Chan belum bercukur hari ini karena ia tidak bekerja.

"Besok kau bekerja?" tanya Nara. Wanita itu meletakkan gelasnya yang sudah kosong ke atas meja.

Chan menghentikan tariannya sejenak. "Aku ada jadwal photo-shot dari pagi hingga siang. Sorenya kami harus latihan." Chan mengerutkan dahi. "Ada apa Noona? Tumben sekali kau menanyakan jadwalku."

Nara tergeragap. Otaknya berputar mencari alasan. "Ehm, aku baru sadar bahwa seharian ini kau sibuk menemani dan mengantarku. Maka dari itu aku bertanya apakah kau tidak bekerja."

Chan mengangguk paham. Tubuhnya mulai bergerak mengikuti alunan lagu, namun mulutnya tetap menanggapi ucapan Nara.

"Besok malam aku tidak pulang kesini," ada perasaan aneh ketika Nara mendengar kalimat itu langsung dari mulut Chan. "Selama empat hari tiga malam aku akan tidur di dorm untuk menghindari kecurigaan para manajer hyung. Selain itu kami akan mulai sibuk dengan proses pembuatan music video. Bisa sampai berhari-hari."

"Hmmm, begitu."

Chan berhenti menari. Ia berdiri menghadap Nara dengan sebelah tangan berada di dalam saku. 

"Noona, tidak langsung tidur? Pasti lelah kan, seharian bekerja dengan jadwal padat seperti itu."

"Apa kau mengusirku? Apa aku mengganggu latihanmu? Maaf kalau begitu," kata Nara cepat tanpa memberi waktu pada Chan untuk menjawab. Wanita itu berlalu menuju dapur bermaksud meletakkan gelas kotor yang digunakannya ke bak cuci. "Kau lanjutkan saja latihanmu. Aku mau tidur."

Chan diam. Tuh kan. Nara sangat moody. Padahal seharian ini hubungan mereka baik-baik saja. Hanya dengan sebuah kalimat pertanyaan, Nara bisa langsung ngambek. Chan hanya dapat mengelus dada ketika mendengar suara bantingan daun pintu.

"Argh," erang Chan kesal sembari mengacak rambutnya frustasi.

---

Performance team sedang melakukan pengambilan gambar. Kali ini giliran Soonyoung dan Jun photo-shoot. Minghao dan Chan duduk di sebuah bangku tak jauh dari sana. Keduanya mengamati dan sesekali berkomentar mengenai pose yang dilakukan rekan kerjanya. Memiliki posisi sebagai anggota termuda, bukan berarti hal itu membuat Chan takut dengan hyung-hyung-nya. Pria bernama panggung Dino itu berani mengeluarkan ledekan ketika Soonyoung menampilkan fake smile demi terlihat charming di foto.

"Kau terlihat lebih menyebalkan hari ini," komentar Minghao pada Chan yang duduk di sebelahnya.

"Benarkah hyung?" tanya Chan. "Sepertinya itu efek karena aku tidak tinggal di dorm dan menjahili kalian seperti biasa."

"Baru satu hari," balas Minghao. "Lagipula tidak ada yang berbeda antara ada kau dan tidak."

"Mendengarnya membuatku sakit hati."

Minghao tertawa. Ia merangkulkan lengan kanan pada bahu dongsaeng-nya yang cemberut itu. "Bercanda, bro."

Chan mengangguk. Tatapannya tetap terpaku ke arah Soonyoung yang kali ini berpose berbuat jahil pada Jun dengan menarik bajunya.

"Mendapat hari libur seperti kemarin entah mengapa aku malah merasa makin lelah," Chan menghela napas. "Pasti akan lebih menyenangkan jika aku menghabiskan waktu di asrama saja dengan bermain game bersama Wonwoo hyung atau sekadar tidur dan mendengarkan musik."

Minghao mengerti apa yang dimaksud oleh Chan. Semua member Seventeen sudah mengetahui masalah yang menimpa adik kecil mereka itu. Bahkan mereka bekerja sama melindunginya dengan menutupi tiap alasan mengapa Chan tidak ada di asrama pada para manager. Entah sampai kapan selubung Chan dapat bertahan lama.

"Bertahanlah. Setelah anakmu lahir, kurasa akan lebih bijaksana jika kau berterus terang pada pihak agensi. Tidak enak untuk terus-terusan bersembunyi," usul Minghao.

Chan memandang ke arah Minghao dengan kedua alis terangkat. "Mudah diucapkan sulit dilakukan. Hyung sih enak, bisa bilang pada pihak agensi jika sedang berkencan dengan seseorang. Mudahnya lagi, Melodi Noona hanya orang biasa dan bukan berasal dari Seoul. Kalian juga bisa lebih sering kencan ke China atau Indonesia. Bahkan walaupun Melodi Noona sudah bekerja di Seoul, hubungan kalian tidak terlihat seperti sepasang kekasih."

"Kenapa kau jadi mengungkit hubunganku dan Melodi?" protes Minghao tampak tak suka.

Chan menghela napas. "Maaf hyung. Sepertinya aku sedang benar-benar lelah. Hubunganku bukan hanya sekadar pacaran, tapi menikah. Ditambah, hamil di luar nikah. Bukan dengan seseorang yang kusuka."

Mendengar penuturan Chan, hati Minghao luluh. Ia memaafkan kalimat-kalimat menyebalkan yang tadi dilontarkan Chan padanya. Entah mengapa Minghao justru kasihan dan miris dengan permasalahan Chan.

"Rasa suka bisa datang kapan saja, Chan."

Chan terkekeh. Skeptis. "Benarkah?"

Minghao memukul bahu Chan pelan. "Kau bukan seperti Chan yang kukenal. Bersemangatlah. Kau harus punya pikiran positif agar dapat menyelesaikan masalahmu."

"Xu Minghao and his positive mind," ledek Chan. Lagi-lagi pria itu mendapatkan pukulan dari hyung-nya, kali ini sedikit lebih keras.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top