Sebuah ruangan besar yang sengaja disulap menjadi ruang rapat Seventeen, kini diisi oleh delapan orang. Seungcheol duduk di bagian ujung meja. Pria itu berusaha tenang dan berpikir jernih. Kabar yang baru saja didengarnya siang ini mampu membuat jantungnya berhenti. Untung saja sekarang tidak ada satu pun manajer hyung yang sedang berada di asrama. Bisa gawat kalau berita ini terdengar sampai telinga pihak agensi.
"Hyesung," panggil Seungcheol. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan. Jangan beritahu pihak agensi satu pun. Termasuk kakak sepupumu."
Hyesung mengangguk paham. Walaupun gadis itu sering membantu meringankan beban pekerjaan kakak sepupunya yang notabene direktur agensi Seventeen bernaung, ia bukanlah staff resmi. Hyesung tahu batasannya sendiri.
"Sekarang," lanjut Seungcheol lagi. Pria itu terdengar benar-benar serius. "Aku mau mendengar langsung dari Jang Nara. Apa benar yang dikatakan oleh Bora bahwa kau saat ini sedang mengandung?"
"Mengapa kalian semua tidak percaya dengan ucapanku?" seru Bora.
Seungcheol memberikan tatapan dingin pada juniornya itu. Bora berhasil dibuatnya terdiam dan tertunduk. Gadis itu terlihat berusaha keras menahan tangisnya agar tidak pecah kembali. Mingyu yang duduk di sampingnya, meraih tangan kanan Bora. Pria itu berusaha menenangkan kekasihnya.
Nara menghela napas panjang. Ia mengangkat wajahnya, dengan berani ia membalas tatapan Seungcheol. "Ya. Aku sedang mengandung," jawabnya mantap. Tak terdengar gentar sedikit pun.
Terdengar tarikan napas terkesiap disana-sini. Jawaban Nara membuat semuanya jelas.
"Sudah berapa lama?" kali ini Jisoo yang bertanya tanpa kesan menghakimi.
"Aku belum memeriksakannya pada dokter kandungan. Tapi kalau perkiraanku benar, mungkin sudah dua bulan," jawab Nara.
"Apa Noona yakin?" tanya Chan takut-takut. "Maksudku, Noona kan belum ke dokter. Bisa saja ternyata Noona tidak hamil."
"Ya! Kau pria brengsek!" teriak Bora sambil berdiri mengacungkan jari telunjuknya ke arah Chan. "Bilang saja kau tidak mau bertanggungjawab, kan?!"
"Jang Bora," lagi-lagi suara Seungcheol berhasil membuat gadis itu diam. Mingyu menarik pergelangan tangan Bora, mengajaknya agar kembali duduk.
Hyesung berdeham kecil. Ia membenahi duduknya hingga menghadap Nara. "Maaf, bukan berarti aku meragukanmu. Tapi sebagai dokter, aku mengusulkan agar kau pergi ke dokter kandungan untuk memastikannya terlebih dahulu," ucap Hyesung hati-hati. "Atau, apakah kau sudah melalukan tes kehamilan sendiri?"
Nara mengangguk. "Pada awalnya, aku memang mau periksa dulu ke dokter sebelum menyampaikan berita ini sendiri pada Chan. Aku bahkan sudah mencoba sepuluh test pack berbeda merek , tapi semua hasilnya positif. Sayang, Bora menemukannya duluan dan memaksaku untuk bercerita. Aku bahkan tak menyangka saudara kembarku akan datang ke asrama Seventeen dan membuat kacau suasana. Maafkan kelakuan Bora," ujar Nara penuh sesal. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, meminta maaf atas kelakuan adik terpaut beberapa menitnya itu.
Hyesung bertukar pandang dengan Seungcheol. Pria itu memberi sinyal agar Hyesung melanjutkan diskusinya.
"Maaf, Nara-ssi. Sekali lagi, maaf," ucap Hyesung. "Mengapa kau begitu yakin bahwa ayah dari anak itu adalah Chan?"
"Ya! Kau pikir saudaraku ini jalang yang tidur dengan banyak orang?!" kemarahan Bora meluap. Gadis itu berdiri dan menarik tangan Nara. "Kalian semua hanya menyudutkan kami! Aku tidak suka! Ayo Nara kita pulang saja. Aku bisa membantumu mengurus bayi itu jika ia tidak diakui oleh ayahnya."
Hyesung ikut berdiri. "Bora-ssi," seru Hyesung. "Hati-hati dalam memperlakukan orang hamil. Aku tahu saat ini kau marah dan kesal, tapi bisakah kau berpikir jernih? Ini semua demi saudaramu dan bayi yang sedang dikandungnya."
Bora diam. Perlahan, gadis itu melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Nara.
"Tenanglah. Aku bisa mengatasinya," ucap Nara tegar. Ia berusaha meredakan kegusaran saudara kembarnya.
"Bagaimana kalau Nara-ssi dan Chan berdiskusi dulu? Mau bagaimana pun, ini adalah masalah kalian. Banyak hal yang harus kalian perjelas," usul Jihoon. Ucapannya mendapat anggukan dari banyak orang. "Kalau begitu, kami tunggu di luar. Kalian bisa memanggil kami kapan saja jika kalian membutuhkan."
Mingyu merangkul bahu Bora, ia membimbing gadisnya agar melangkah keluar ruangan. Jisoo, Seungcheol, dan Jihoon mengikuti. Hyesung berdiri tak lama kemudian. Gadis itu menghampiri Nara yang berada di seberang meja.
"Nara-ssi, jangan paksakan dirimu. Jangan buat terlalu stress. Kalau kau butuh bantuan, panggil saja aku. Setelah ini pun, aku bisa menemanimu pergi ke dokter," ucap Hyesung sembari tersenyum menenangkan. Ia memberikan tepukan semangat pada bahu Nara.
Nara balas tersenyum. Ia mengangguk. "Terima kasih."
---
Sepeninggal lainnya, kini hanya ada Chan dan Nara yang berada di dalam ruangan besar itu. Berbeda dengan Nara yang terlihat tenang dan tegar, maknae Seventeen itu sedari tadi mondar-mandir dari satu ujung ke ujung lain. Kedua tangannya berada di kepala, mengacak rambutnya penuh perasaan frustasi.
Kejadian yang sudah berusaha keduanya lupakan, terpaksa harus diingat lagi. Sungguh. Malam itu bahkan keduanya melakukan hal tak senonoh tanpa sadar. Hingga paginya, baik Chan maupun Nara memutuskan untuk melupakan semua dan menganggap tidak ada hal apapun yang terjadi.
Naas. Nasib tidak ada yang tahu. Benih Chan tumbuh di dalam rahim Nara.
"Noona," panggil Chan. Ia berhenti mengitari ruangan. "Apa kau tidak bisa mengusahakannya?"
"Maksudmu?" tanya Nara bingung.
Chan menghela napas panjang. Ia mengusap wajahnya dengan kedua belah telapak tangan, tampak merasa sangat bersalah.
"Apa kau bisa... menggugurkannya?"
Bagai mendengar petir di siang bolong, ketegaran yang sedari tadi Nara bangun runtuh begitu saja. Mata cantik wanita itu berlinang air mata. Walaupun ia belum yakin benar bahwa ada nyawa lain di dalam perutnya, tetap saja ucapan Chan tadi membuat hatinya sakit.
Dengan satu usapan, Nara menghapus air matanya sebelum bertumpah ruah. "Tidak akan kulakukan," jawab Nara tegas. "Jika kau tidak mau mengakui anak ini, biar aku saja yang merawatnya."
Chan mengernyitkan dahi. Ia menarik kursi tepat berada di samping wanita itu. "Noona, percaya padaku," kata Chan berusaha meyakinkan. "Hamil itu tidak semudah kelihatannya. Lagipula kita melakukan hal itu tanpa dilandasi cinta. Bagaimana bisa kau membesarkan anak itu? Dia adalah sebuah kesalahan."
"Anak ini tidak bersalah, Chan," bantah Nara. "Ini kesalahan kita yang melakukannya tanpa pengaman dan dibawah pengaruh alkohol."
Lagi-lagi, Chan menghembuskan napas panjang. Ia menyangga kepalanya yang terasa pening dengan kedua tangannya. Pria itu belum siap menjadi ayah. Umurnya masih dua puluh empat tahun. Ia masih ingin berfokus pada karir.
"Aku tidak memintamu untuk ikut andil dalam merawatnya," ucapan Nara menarik perhatian Chan. "Aku hanya butuh namamu sebagai Ayah dalam akta kelahirannya. Aku tidak ingin saat besar nanti dirinya tahu bahwa ayah biologisnya tidak menginginkannya," ucapan Nara terdengar makin lirih.
"Maksud Noona?" tanya Chan. Ia tak mengerti kemana arah pembicaraan ini berujung.
Nara mengangkat wajahnya. Ia balas menantang pandangan Chan dengan air mata berada di pelupuk mata. Wanita itu berusaha menunjukkan senyum terbaiknya.
"Aku tahu, kau tidak mencintaiku sama sekali. Bisakah kita menikah hingga anak ini lahir? Tidak perlu muluk-muluk, aku hanya butuh namamu. Kita daftarkan saja pernikahan kita, tanpa perlu resepsi. Setelah anak ini lahir, kau bebas menceraikanku. Aku bisa merawatnya sendiri."
"Jangan gila!" pekik Chan. Pria itu sampai bangkit dari duduknya. "Pernikahan bukanlah hal main-main."
Isakan Nara lambat laun terdengar. Wanita itu bersujud di kaki Chan. "Kumohon Chan. Ini permintaan terakhirku. Aku janji tidak akan meminta apapun padamu lagi."
Mata Chan terbuka lebar. Ia buru-buru berjongkok. Dengan kedua tangannya, ia berusaha mengangkat kepala Nara agar bangun dari posisi sujudnya. Chan membingkai wajah wanita itu dengan kedua tangannya. Selama beberapa saat, Chan tertegun. Ia merasa kasihan pada Nara. Chan membayangkan bahwa saat ini Bora lah yang menangis memohon padanya. Hati Chan seketika merasa sakit memikirkan andaikan hal itu benar terjadi. Ia tak akan mampu melihat wanita yang dicintainya menangis.
Chan membawa tubuh Nara masuk ke dalam pelukannya. "Jangan menangis," ucapnya. Ia menarik napas sebelum melanjutkan. "Akan aku lakukan sesuai permintaanmu. Jangan menangis lagi, Noona."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top