This Feeling is Getting Deeper and Deeper
Kwon Soonyoung
Aku berjalan berhati-hati memasuki dorm Seventeen. Sudah hampir pukul dua siang. Jika sedang tidak ada pekerjaan, para member akan memilih tidur siang atau jalan-jalan. Aku menghela napas lega ketika tidak menemui satu orang pun di ruang tengah.
"Kau mau mencuri apa?"
"Hua!"
Aku berteriak terkejut. Saking hebohnya, aku melompat bersembunyi di balik sofa. Lho, kok jadi kayak beneran mau maling?
Jihoon terkekeh. Wajahnya muncul dari atas kepalaku. Benar-benar menyeramkan senyumannya itu.
"Ya!" Bentakku marah. Namun kalimat berikutnya tidak akan pernah bisa keluar dari mulutku.
"Bagaimana? Semalam seru?" Pertanyaan Jihoon menudingku.
Sebenarnya ia menanyakan hal itu dengan santai sih. Aku saja yang terlalu sensitif dan serius. Mungkin inilah yang dirasakan oleh orang berselingkuh.
"Ya, seru. Aku sudah lama tidak bertemu dengan teman-teman SMA-ku," jawabku setengah berbohong.
"Tumben banget kau ada kumpul dengan teman-teman seperti itu," komentar Jihoon lagi. Ia kini sudah duduk santai di atas sofa dan menyalakan televisi. "Dari dulu sepertinya tidak ada teman yang benar-benar dekat denganmu."
"Ya! Kau pikir aku ini outsider?" protesku main-main. "Baru sekali ini aku ikut pertemuan itu. Ternyata banyak temanku yang sudah menikah."
Sekali berbohong, maka harus terus berbohong. Aku jadi merasa sangat berdosa.
"Oh ya, malam tahun baru nanti kau tidak ada acara, kan?" tanya Jihoon. Ia sibuk mengganti channel televisi.
"Bukannya kita ada jadwal manggung sampai tengah malam?"
"Setelah itu maksudku," timpal Jihoon lagi. "Kau tidak sibuk kan?"
"Eh, itu...," aku tergeragap mencari alasan. Masalahnya aku sudah punya janji akan berkencan dengan Somi. "Aku sudah punya janji dengan keluargaku. Kau tahu sendiri kan, malam natal kemarin kakakku baru saja melahirkan. Aku belum mengunjunginya."
Jihoon menatapku tanpa bicara. Aku berusaha meyakinkannya. Jangan sampai Jihoon tahu bahwa aku sedang berbohong.
"Yah, kalau begitu, mau bagaimana lagi," kata Jihoon pada akhirnya. "Sampaikan salamku pada keluargamu ya."
Aku mengangguk. Jengah karena harus terus berbohong jika tetap bersama Jihoon, aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.
--
Tanaka Midori
"Kakak beneran mau ke Seoul saat malam tahun baru nanti?"
Aku menoleh. Masuo ikut duduk di samping koper besarku yang belum terisi penuh. Aku tersenyum sambil mencubit pipi tembamnya.
"Iya, kenapa?"
Masuo menggeleng pelan. "Kukira Kak Soonyoung akan kemari."
"Kau ingin bertemu dengannya?" tanyaku menggodanya lagi.
Masuo mengangguk. "Sudah lama aku tidak bertemu. Kak Takuo dan Kak Keisuke tidak asyik diajak main."
Aku meringis. Diantara adik-adikku yang lain, Masuo memang paling dekat dengan Soonyoung. Anak bungsu di keluarga kami ini cenderung kesepian karena kakak-kakaknya tipe orang yang serius. Haha. Kasihan sekali.
"Aku akan memintanya untuk main lagi kesini ketika Kak Soonyoung ada waktu nanti. Jadi jangan terlalu sedih, okay?"
Masuo mengangguk. Wajah cemberutnya digantikan oleh senyum lebar di wajah. Aku ikut tersenyum dan kembali mencubiti pipinya.
"Kakak, kasih hadiah buat Kak Soonyoung ya?" Masuo menunjuk kotak kado yang telah kusiapkan. "Aku juga mau kasih hadiah. Aku titip ya, Kak. Tunggu sebentar."
Masuo langsung keluar dari kamarku dan bergegas menaiki tangga menuju kamarnya sendiri. Aku tertawa kecil. Masuo saja rindu dengannya, apalagi aku. Semoga kejutan yang telah aku siapkan mampu membuatnya bahagia. Seperti dia yang membawa kebahagiaan dalam hidupku.
---
Aku kembali ke Osaka dua hari sebelum malam natal tiba. Sesuai dugaanku, suasana restoran amat sangat penuh. Sebagai anak yang baik, aku langsung turun tangan membantu menyajikan makanan pada para pelanggan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sehari setelah kami melewati malam natal, ayah dan ibu memutuskan untuk membuka toko pada malam hari. Kami jadi memiliki banyak waktu untuk berkumpul bersama. Entah kapan terakhir kali kami memiliki quality time seperti itu.
Menggunakan waktu itu, aku minta izin pada ayah dan ibu untuk pergi ke Seoul. Keberangkatan keduaku ke negeri ginseng. Bukan tanpa perlawanan aku mendapatkan izin. Awalnya Ayah melarangku pergi. Takuo pun begitu, walaupun ia tidak menunjukkannya secara langsung. Menjadi satu-satunya anak perempuan di rumah, aku memang dijaga ketat oleh semua orang.
Hingga suatu malam, Ayah tiba-tiba menghampiriku di kamar. Aku terkejut, jarang sekali kami melakukan father-daughter talk. Ayah bicara pelan-pelan padaku bahwa akhirnya ia memberiku izin untuk pergi. Ia sadar bahwa aku sudah dewasa dan mampu bertanggung jawab. Ayah bahkan masih merasa tidak enak padaku karena tidak membiarkanku mengejar impian untuk membangun workshop lebih cepat. Ayah merasa bersalah karena terlalu mengekangku.
"Kakak," kepala Takuo menyembul dari balik pintu. Kedatangannya mengusik lamunanku. "Jadi mau jalan-jalan sekarang?"
Aku bangkit dari posisi tiduran. "Kau bisa menemaniku?" tanyaku semangat.
Takuo mengangguk. "Aku sudah izin pada Ayah dan Ibu untuk menemani kakak jalan-jalan. Cepat siap-siap. Liburan begini pasti transportasi umum sangat ramai."
Aku bersorak kegirangan. Besok sore aku akan pergi ke Seoul. Tadi, aku meminta pada Takuo untuk menemaniku jalan-jalan menghilangkan rasa penat. Lagipula pekerjaan di restoran sudah dapat dipegang oleh para pegawai baru.
"Okay tunggu sebentar ya. Kau juga siap-siap," seruku pada Takuo sambil berlalu menuju lemari pakaian.
Takuo geleng-geleng kepala melihat tingkah lakuku. Aku memang akan menjadi orang yang kekanakan jika dapat melakukan hal-hal yang kusukai.
--
"Ayolah Kak, untuk apa sih main bowling di saat seperti ini," elak Takuo.
Tidak mau kalah, aku menarik lengannya yang bebas. "Kau kan sudah janji mau menemaniku bermain. Kau tidak bisa mundur saat ini."
Takuo berdecak kesal. "Bilang saja kau mau mengenang masa-masa awal kakak pendekatan dengan Kak Soonyoung."
Aku meringis. "Kan sekalian main. Sudah lama kita tidak jalan-jalan berdua? Kau tidak kangen dengan kakakmu ini, huh?"
"Iya, iya," akhirnya Takuo menyerah. Ia menurut saja ketika aku tarik menuju arena bermain bowling.
Pada awalnya Takuo memang menolak. Namun, begitu ia terbiasa dan berhasil melakukan lemparan strike, Takuo bahkan meminta tambahan main satu set lagi.
"Yey, aku menang!" seruku sambil mengepalkan tangan ke udara.
Takuo cemberut. "Aku mau tambah satu set lagi."
Mataku membelalak terbuka. "Kita sudah main tiga set. Kau mau terus tambah hingga berhasil mengalahkan aku?"
"Iya," jawabnya cepat.
Aku menggeleng. "Aku sudah lelah. Sekarang saatnya kita makan malam."
Mendengar kata makan, Takuo akhirnya menyerah untuk menghentikan permainannya. Bocah ini bahkan lebih dulu mengganti sepatu bowling-nya dan mengembalikan ke konter. Aku terkekeh geli. Takuo and his ego.
Aku berjalan menyusuri jalanan yang padat sambil mengalungkan tangan pada lengan Takuo. Kalau orang lihat, mungkin mereka mengira kami berdua adalah sepasang kekasih. Well, perlu aku akui, walaupun terpaut sepuluh tahun, wajahku tetap awet muda sepantaran dengan usia sebaya Takuo, haha.
"Kak, ada iklan Seventeen," tunjuk Takuo pada banner iklan parfum.
Aku menoleh. Senyumku mengembang. "Hehe. Mereka semua tampan, kan? Tebak yang mana yang paling tampan."
Takuo memandangiku dengan tatapan mencemooh. Ia berdecak heran.
"Kak Soonyoung membawa perubahan besar padamu, Kak. Aku sampai geli sendiri mendengar kalimatmu barusan," ejek Takuo.
Tawaku pecah mendengar hinaannya. Ya, aku juga heran terhadap diriku sendiri. Kenapa aku bisa bersikap childish seperti ini? Terutama jika tidak ada Soonyoung di sekitar. Aku jadi berkali-kali lipat menyebalkan.
Aku kembali memandangi foto Soonyoung sebelum melanjutkan perjalanan. Aku tersenyum simpul.
Tunggu aku Kwon Soonyoung. Aku akan memberimu kejutan yang tak akan terlupakan. Kau berhasil merubah seorang Midori yang apatis tentang cinta menjadi jatuh cinta berkali-kali terhadapmu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top