Seventeen Concert

Tanaka Midori

Tiga jam berlalu dengan cepat. Aku baru merasakan lelah dan haus begitu konser selesai. Ugh, sayang sekali minuman dan makanan dilarang untuk dibawa ke dalam venue. Aku berdiri dan berniat untuk keluar bersama dengan Carat yang lain, namun pergelangan tanganku ditahan oleh Hyesung. Katanya, ia masih harus menunggu Jisung, kakak sepupunya yang juga petinggi di perusahaan yang menaungi boygroup bernama Seventeen. Yups, aku dan Hyesung baru saja menyaksikan konser Seventeen yang diselenggarakan di Osaka.

Aku kembali duduk. Sebagian besar penggemar sudah keluar dari ruangan. Lagu-lagu Seventeen yang diputar usai konser pun sudah dimatikan. Aku mengamati sekitar. Wah, ruangan yang dipakai untuk konser ini besar juga. Ternyata Seventeen memang setenar itu!

Aku melirik ke arah Hyesung. Sahabatku itu masih sibuk dengan ponselnya. Sepertinya ia masih berusaha keras menghubungi orang yang ditunggunya. Yah, aku sih tidak keberatan. Toh, aku berhasil menonton konser sebesar ini secara cuma-cuma juga karena tiket pemberian Jisung-sama. Akhirnya setelah dua puluh tujuh tahun hidup untuk selalu bekerja dan bekerja, aku bisa sedikit bersantai dengan menonton konser. Yah, walaupun sebenarnya aku tidak bisa disebut sebagai Carat, nama fandom Seventeen.

Setelah beberapa saat akhirnya venue benar-benar kosong. Tinggal tersisa aku, Hyesung, dan beberapa staff yang terlihat mulai membersihkan dan membereskan peralatan. Aku pun bingung mengapa tidak ada pekerjaan yang menegur dan memaksa kami untuk keluar. Apa jangan-jangan mereka tahu bahwa Hyesung adalah tamu khusus? Wah, kekuatan gadis di sebelahku ini benar-benar menakjubkan kalau benar begitu!

"Sssttt, Hyesung-ah," terdengar suara berbisik tak jauh dari tempat kami duduk. Walaupun yang dipanggil adalah nama Hyesung, aku tetap saja ikut menoleh menuju sumber suara.

Kulihat sosok pria jangkung berdiri di belakang kami, hanya terhalang oleh deretan kursi. Hyesung yang melihatnya langsung melompat senang masuk ke dalam pelukan pria itu. Ah, seketika kau tersadar. Walaupun wajahnya tertutupi topi yang ia kenakan, aku dapat mengenali pria itu sebagai Kim Mingyu. Dua hari yang lalu aku sempat bertemu dengannya saat berkunjung ke restoran udon keluargaku. Tentu saja aku masih mengingat wajahnya.

Hyesung dan Mingyu saling bertukar sapa dengan semangat. Sepertinya mereka berdua sudah lama tidak bertemu. Kukira Hyesung hanya menghindari Jihoon saja, ternyata ia juga tidak bertemu dengan member Seventeen lainnya walaupun sudah kembali ke Korea. Aku menunggu dengan sabar dan memberikan kedua manusia itu ruang untuk saling melepas rindu. Lagipula aku juga tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

Entah apa yang keduanya perdebatkan, namun aku sedikit terkejut ketika melihat reaksi Hyesung yang seperti ingin kabur dari sana. Mingyu pun bergerak cepat dengan menangkap pergelangan tangan Hyesung sebelum gadis itu berhasil pergi. Ingin rasanya aku melepaskan Mingyu dan Hyesung ketika sahabatku terlihat menolak untuk ikut dengan pria itu. Namun aku hanya bisa berdiri kebingungan di tempat.

"Kau juga, Midori-san. Ikutlah dengan kami," kali Mingyu bicara menggunakan bahasa Jepang padaku. Aku hanya dapat mengangguk. Setidaknya aku yakin bahwa Mingyu tidak mungkin membawa kami ke tempat yang berbahaya.

---

Aku berjalan mengikuti Mingyu dan Hyesung. Sahabatku masih menunjukkan penolakan ketika Mingyu 'menyeretnya' ke arah back stage. Aku hanya dapat menatapnya penuh rasa simpati sembari memegang erat-erat tali tas selempang yang kugunakan. Akhirnya langkah Mingyu berhenti ketika memasuki sebuah ruangan. Aku mengedarkan pandangan ke dalam ruangan yang penuh orang berjalan mondar-mandir. Sepertinya mereka staff. Ah, ternyata Mingyu membawa kami ke ruang make up!

Disisi ruangan aku melihat Jihoon dan Jisung memandangi kami. Tunggu, sepertinya aku juga pernah bertemu dengan pria yang duduk di sisi lain Jihoon. Kemarin dia juga datang ke restoran bersama Mingyu dan Jihoon. Tapi karena ia tidak banyak bicara, aku jadi lupa dengannya.

Hyesung berhenti memberontak. Tatapannya terpaku pada Jihoon. Setelah mendengar ceritanya semalam, aku jadi mengetahui bahwa hubungan Hyesung dan Jihoon tidak berakhir dengan baik-baik saja. Aku jadi khawatir kalau mereka dipertemukan begitu saja seperti sekarang. Aku sudah melangkah akan mengajak Hyesung pergi ketika Mingyu mengunci pintu di balik punggungnya. Tidak tanggung-tanggung, pria itu mengambil anak kunci dan memasukkannya ke dalam saku celana.

Mataku membelalak kaget. Tidak cukupkah Mingyu membawa paksa Hyesung kesini? Kini ia mau menyiksa sahabatku lebih jauh lagi dengan mengurungnya di dalam ruang yang sama dengan Jihoon? Keterlaluan!

"Han Hyesung, koko ni kite - kemarilah," panggil Jisung lembut. 

Namun bagai kesetanan, Hyesung malah berbalik dan berusaha membuka paksa pintu. Ia tampak frustasi ingin keluar dari ruangan ini dengan memukulkan kepalan tangannya dan berteriak minta tolong agar dibukakan dari luar. Mingyu sampai menarik Hyesung menjauh dan menaikkan nada bicaranya pada Hyesung. Sepertinya ia juga kaget karena tidak mengira sahabatku ini bisa lepas kendali. Hyesung bahkan marah-marah dan berteriak pada Mingyu.

"Hyesung-ah," Jisung kembali memanggil. "Mianhae - maaf."

Dari banyaknya kosakata bahasa Korea yang kudengar hari ini, hanya itu yang kutahu. Yah, selain annyeonghaseyo yang berarti kata sapaan untuk mengucapkan halo dan kamsahamnida yang berarti terima kasih. 

Kali ini usaha Jisung membuahkan hasil. Hyesung menjadi diam dan lebih tenang. Pria itu membawa masuk Hyesung ke dalam pelukannya. Aku menunggu dengan was-was. Kalau Hyesung sampai menangis, aku akan ikut mengamuk dan mengacau saat ini juga untuk membawanya pulang. Kemarin ia sudah menangis semalaman, masa hari ini harus menangis lagi. Tentu saja aku tidak terima sahabatku diperlakukan begitu.

Satu detik, dua detik, tiga detik. Hyesung diam saja. Aku menghela napas lega. Setidaknya ia pasti merasa aman berada di dekat kakak sepupunya itu. Ugh, aku jadi iri. Aku juga ingin punya kakak yang bisa kuandalkan.

Mingyu mengajakku keluar. Namun aku diam saja. Aku tidak ingin meninggalkan Hyesung sendiri. Cukup empat tahun yang lalu saja aku melihat gadis itu berada dalam kondisi rapuh, aku tidak ingin hal itu terulang lagi hari ini.

"Midori-san, ayo keluar," ajak seorang pria lain sembari merangkul bahuku. Ugh, ini pria yang aku lupa namanya itu. Ia dengan sok akrabnya memanggil nama belakangku dan menyentuhku begini. "Hyesung akan baik-baik saja. Kita tunggu di luar," katanya lagi. Kali ini sambil sedikit memaksaku untuk mengikuti langkahnya.

Aku terlalu sibuk untuk protes padanya. Sebelum keluar ruangan, aku kembali menoleh ke belakang. Hyesung benar-benar sudah tenang walaupun hanya ada Jisung dan Jihoon di dalam ruangan itu. Ah, aku bisa bernapas lebih ringan kali ini.

---

Pria disampingku ini masih saja belum melepaskan rangkulannya dari pundakku. Sebenarnya aku gerah, tapi aku tidak enak jika menghempaskannya begitu saja. Aku juga bingung bagaimana harus berbicara dengannya.

Di saat otakku sedang mencari jalan untuk melepaskan diri, pria ini sudah menjauh dariku. Aku tersadar ketika banyak seruan terdengar dari sana-sini. Sepertinya pria ini membawaku ke ruang istirahat Seventeen, terlihat beberapa member yang sedang bersantai. Entah apa yang mereka katakan, tapi pria di sampingku menunjukkan senyuman malu-malu sembari menggaruk belakang kepalanya.

"Ayo, duduk disini," ajaknya padaku sembari menunjuk sebuah kursi yang berada jauh dari sofa tempat berkumpul member Seventeen lain. "Maaf, disini sangat berisik. Kau mau minum?"

Aku hanya mengangguk menanggapi perkataannya dalam bahasa Jepang yang terbata-bata. Ugh, entah mengapa aku jadi merindukan Mingyu. Bukan apa-apa, hanya saja aku merasa asing di sini dan hanya Mingyu member Seventeen yang mampu membuatku sedikit nyaman. Bahasa Jepangnya lumayan bagus, itu alasannya. Tidak ada alasan lain.

Tak lama kemudian, pria tadi datang kembali dengan membawa botol air mineral di masing-masing tangannya. Ia menarik kursi dan duduk di hadapanku. Sebelum menyerahkannya padaku, ia membukakan tutup botol.

"Minumlah, maaf hanya ada ini yang tersisa," ucapnya lagi.

"Terima kasih," kataku. Aku menegak air minum pemberiannya. Sedari tadi aku memang sudah menahan haus. Hasil dari meneriakkan fanchant yang berhasil kuhapal hanya dalam waktu beberapa jam. "Maaf, tapi siapa namamu?" tanyaku.

Ia tampak terkejut. Namun buru-buru pria itu membenahi raut wajahnya. Ia pasti sakit hati karena aku melupakan namanya. Ugh, seharusnya aku tidak bertanya.

"Soonyoung desu," jawabnya. "Kwon Soonyoung."

Aku menundukkan kepala. Sepertinya aku juga harus mengenalkan diri lagi, walaupun dia sudah tahu namaku. "Tanaka Midori desu."

Ia mengangguk. "Aku sudah tahu," jawabnya sembari tersenyum. Wah, ternyata kalau ia bersenyum lebar matanya benar-benar menghilang.

"Ah, ya. Abaikan saja ucapan para member Seventeen. Mereka memang sangat berisik," lanjutnya.

Sesungguhnya aku pun tidak tahu apa yang mereka ucapkan. Tapi benar seperti ucapan Soonyoung tadi, mereka berisik. Buktinya sedari mereka melihatku masuk kemari hingga sekarang, mereka selalu berteriak. Aku tidak tahu apa yang mereka serukan tapi hal itu bisa membuat kedua telinga Soonyoung memerah, seperti menahan malu.

"Aku belum menyapa mereka," ucapku ketika tersadar. Tidak sopan sekali aku ini, masuk ke teritori para idol tapi tidak mengucapkan salam.

"Tidak perlu," kata Mingyu dari balik punggungku. Tatapan matanya terfokus pada layar ponsel di genggaman tangannya. Ah, akhirnya dia datang juga. Aku terselamatkan!

"Tapi tidak sopan kan? Paling tidak aku harus memperkenalkan diri," ucapku lagi pada Mingyu.

Pria itu tampak berpikir sejenak. "Okay. Tapi singkat saja. Aku tidak mau kau sakit kepala karena mendengar gurauan mereka."

Aku mengangguk senang. "Tidak masalah. Lagipula mereka bergurau dalam bahasa Korea, aku tidak mengerti sama sekali."

Kulihat Mingyu melirik Soonyoung. Entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, tapi sepertinya kedua pria ini sedang saling mengirim sinyal. Ugh, aku benar-benar tersisih.

Mingyu membawaku berkenalan dengan member Seventeen lainnya. Sesuai dengan yang ia janjikan, perkenalan itu berlangsung sangat singkat. Mingyu memanggil salah satu manajernya yang bernama Junseo untuk menemaniku. Ia sendiri bilang harus menerima telepon dan meminta maaf padaku karena tidak bisa menemani lebih lama. 

Tak lama kemudian Jisung-san datang. Ia duduk bergabung denganku, Junseo, dan Soonyoung. Kakak sepupu Hyesung menyuruhku untuk tenang dan mengatakan bahwa sahabatku itu baik-baik saja. Hyesung dan Jihoon sedang menyelesaikan masalah mereka. Aku mengangguk mengerti. Ya, semakin cepat masalah mereka selesai, semakin bagus pula untuk hubungan mereka kedepannya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top