Reaction
Tanaka Midori
Soonyoung baru saja memintaku menjadi pacarnya? Benarkah? Aku masih terpana. Dari dulu Soonyoung memang selalu mengatakan bahwa dia menyukaiku, tapi dia tidak pernah benar-benar mengajakku untuk meresmikan hubungan kita menjadi lebih jelas.
Saking kagetnya, tanpa sadar aku memutuskan sambungan teleponnya. Aku menatap nyalang ke layar ponsel yang kembali menggelap.
Ponselku bergetar lagi. Pria ini tidak menyerah untuk menghubungiku.
Aku mengangkatnya. Namun kali ini aku memilih diam saja. Selain karena masih belum sadar penuh, aku ingin mendengar kalimatnya tadi dengan lebih jelas.
"Midori, kenapa kau memutuskan teleponku?" suara protes Soonyoung disana terdengar. "Padahal aku sedang bertanya sesuatu yang penting. Apa kau mau menjadi kekasihku? Apa jawabanmu?"
Aku masih diam. Pendengaranku ternyata masih berfungsi dengan baik.
Kudengar suara berisik dari seberang sana. Tak lama kemudian aku mendengar suara Mingyu. Ia menyabotase telepon genggam Soonyoung.
"Midori," panggil Mingyu.
"Iya?" jawabku keheranan.
"Lupakan pembicaraan aneh Soonyoung Hyung tadi. Dia sedang mabuk. Sudah tahu dirinya tidak bisa minum, dia malah meminta lebih banyak beer daripada biasanya."
"Mabuk? Di sore hari begini?" Aku mengernyitkan dahi.
"Iya. Entah apa yang ada di pikirannya, aku tidak tahu," jelas Mingyu.
Aku tersenyum getir. Rasanya aneh. Perasaanku jadi lega dan marah di saat bersamaan.
"Ah, begitu," jawabku. "Tolong jaga dia dengan baik ya, Kim Mingyu. I think he is really wasted."
"Siap, laksanakan," Mingyu tertawa kecil. Dapat kudengar suara protes Soonyoung dari seberang sana meminta ponselnya kembali. "Kalau begitu aku pergi dulu ya. Selamat menikmati harimu."
Aku menghela napas panjang. Kuletakkan ponsel di atas meja dan menatap bayangan diri di cermin. Heran. Kenapa aku jadi kesal begini? Jauh lebih kesal dibandingkan ketika aku dan Soonyoung sedang ada konflik.
Aku kecewa karena ternyata Soonyoung mengatakan hal-hal yang membuat dadaku berdebar tadi dalam keadaan mabuk. Padahal ia biasa melakukan hal lain yang lebih menyebalkan. Jangan-jangan jauh di dalam lubuk hatiku, aku memang ingin mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya selama ini.
Aku terhenyak. Selama ini selalu Soonyoung yang berinisiatif mengambil langkah. Aku cenderung bergerak pasif. Haruskah kali ini aku yang jalan terlebih dahulu? Tidak ada salahnya kan? Ugh, aku menutup wajah dengan kedua belah telapak tangan. Malu membayangkan hal apa yang harus aku lakukan untuk membuatnya berdebar juga seperti yang aku rasakan.
--
Kwon Soonyoung
Aku membuka kedua mata pelan. Belum sampai sedetik, aku kembali memejamkan mata kuat-kuat. Dunia terlihat berputar. Kepalaku rasanya mau pecah. Sambil berusaha bangkit, aku memijit pelipisku dengan kedua tangan.
"Sudah bangun, hyung?"
Kudengar suara Mingyu menyapaku. Aku mau tak mau membuka mata. Kudapati dongsaeng-ku ini menatapku khawatir.
"Apa yang terjadi?" tanyaku bingung.
"Hyung mabuk dan berkata hal-hal aneh pada Midori lewat telepon," ucap Mingyu menjelaskan dengan singkat. "Lagipula kenapa kau mabuk di sore hari seperti itu? Untung saja hyung minum-minum di asrama."
"Aku... mengatakan apa pada Midori?" tanyaku panik.
"Kau menembaknya," sahut Wonwoo dari arah lain. Ia masih sibuk dengan ponsel di tangannya. "Kau terdengar seperti seorang laki-laki lemah. Menembak Midori dalam keadaan mabuk."
Aku terdiam. Benarkah begitu? Mati aku! Aku sudah tidak punya muka lagi untuk bertemu dengan Midori! Ugh, aku benar-benar ceroboh. Aku mengakuinya untuk saat ini.
"Sudahlah," ucap Mingyu melerai. "Hyung, aku sudah membuatkan hangover soup untukmu. Makanlah. Kau hubungi Midori nanti lagi saja. Dia pasti juga terkejut dengan teleponmu tadi."
Aku terdiam. Ya, saran Mingyu memang paling tepat. Lagipula, aku masih belum tahu harus bicara apa dengan gadis itu tentang hal tadi.
Wonwoo dan Mingyu keluar dari kamar dan meninggalkan aku sendiri. Aku kembali merebahkan kepala di atas bantal. Hal yang ingin kulakukan saat ini adalah tenggelam di atas kasur empuk. Rasanya benar-benar lelah.
Sore tadi aku benar-benar seorang diri berada di asrama. Aku tidak punya kegiatan lain selain menonton televisi dan bermalas-malasan. Chan, yang biasanya aku ganggu ketika tidak ada kerjaan kini sudah mulai jarang pulang ke rumah. Oleh karena suatu kejadian, maknae grup itu sudah menjadi calon ayah saat ini. Yup, itu pun karena kesalahan alkohol. Minuman keras memang berbahaya.
--
"Halo."
Aku menahan napas. Suara Midori terdengar biasa saja di seberang sana. Hal itu justru membuatku tambah gugup. Jika benar seperti yang dikatakan oleh Mingyu dan Wonwoo tadi, seharusnya Midori tidak akan santai setelah mendengar permintaanku.
"Ah, ya. Halo, Midori. Lama tidak bertemu." Bodoh. Apa yang baru saja aku katakan? Aku terdengar seperti masih mabuk.
"Tentu saja," balas Midori. Ia tertawa renyah. "Kau sudah baik-baik saja?"
Ugh, setelah sekian lama tidak mendengar suaranya, hal pertama yang ia tanyakan adalah hal itu. Tentu saja aku tahu maksudnya. Ia pasti menganggapku sebagai seorang pecundang yang tidak kuat minum.
"Hm.. yah.. sudah lebih baik," jawabku pada akhirnya. Aku memantapkan diri. Harus aku yang memulai topik obrolan 'itu' terlebih dahulu. "Oh ya, Midori. Aku ingin minta maaf karena sore tadi aku mengganggumu."
"Maksudmu?"
Aku menggaruk bagian kepalaku yang tidak gatal dengan gugup. "Yah... itu.... Aku menembakmu dalam keadaan mabuk. Sungguh bukan perbuatan yang baik."
Hening sesaat. Namun kemudian kudengar suara tawa canggung yang dikeluarkan Midori. "Ya, aku mengerti. Perlu untuk kau ketahui. Kau memiliki metode aneh dalam mendekati wanita."
Aku meringis. Malu mendengar ucapan itu keluar dari gadis yang sedang berusaha aku dekati. "Yah. Aku tahu. Maka dari itu, maafkan aku," ucapku tulus. "Aku akan melakukannya lagi setelah kita bisa bertemu tatap muka. Aku janji akan memintamu menjadi kekasihku dengan cara manis yang tidak akan kamu lupakan."
"Well, caramu tadi sore cukup unik. Sudah pasti aku tidak akan melupakannya," Midori mengakhiri kalimatnya dengan tawa meledek.
Argh, aku malu!
"Maaf, maaf. Tidak seharusnya aku begitu," ucap Midori lagi begitu tidak mendengar suara balasanku. Ia berusaha keras agar tidak tertawa lagi.
"Ya, tidak apa-apa," jawabku pada akhirnya.
"Oh ya, boleh aku bertanya satu hal?" ucap Midori. "Minggu depan kau tidak sibuk kan? Aku berencana untuk berlibur ke Seoul."
Mataku sukses membulat. Midori ke Seoul? Wah, sungguh tidak bisa kupercaya.
"Tiba-tiba?" cicitku.
"Tidak tiba-tiba juga, sih," ucapnya. "Aku sudah menghubungi Hyesung dan akan menginap di apartemennya. Sebelum pembukaan toko, aku berencana untuk bermain-main sebentar."
Hening. Aku menunggu kalimat berikutnya.
"Kurasa... akan menyenangkan untuk bermain ke tempat baru yang belum pernah kudatangi. Selama ini kita selalu bertemu di Jepang. Aku penasaran dengan negara tempat kau tumbuh."
Aku terpana mendengar ucapannya. Midori mengucapkan itu semua dengan nada malu-malu. Bisa kubayangkan bagaimana ekspresinya saat ini.
"Ya, minggu depan tidak terlalu sibuk," ucapku senang. "Beri tahu aku kapan tepatnya kau akan datang kemari. Aku akan menunggumu."
"Baiklah, aku akan membeli tiket sekarang juga sebelum semakin mahal," kata Midori dari seberang. "Aku akan memberimu kabar nanti."
Aku tersenyum bagai orang bodoh. Dadaku berdebar kuat membayangkan akan kembali bertemu dengan Midori lagi. Pada saat itu, aku benar-benar akan memintanya menjadi kekasihku. Aku harus menyiapkan semuanya dengan lebih baik lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top