New Life

Osaka, 2026

Tanaka Midori

"Huh, aku bisa mengenalkanmu pada banyak pria lainnya," seru Hyesung gemas. "Ini sudah satu setengah tahun berlalu. Kau tidak trauma putus dengan Soonyoung, kan?"

Aku menghentikan gerakan tanganku yang sedang melipat kertas warna. Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan konyol sahabatku.

"Trauma? Aku bahkan tidak berusaha menghindarinya ketika Seventeen datang beramai-ramai ke restoran keluargaku untuk syuting, kan?" tukasku.

Hyesung memandangiku dengan tatapan mematikannya. Aku merasa dikuliti hidup-hidup.

"Yah, tidak ada yang bisa kulakukan kalau kau belum mau membuka hati," katanya menyerah.

Aku meringis. Kutinggalkan lipatan-lipatan kertas warna yang masih berceceran di lantai kamar. Aku memeluk Hyesung yang sedang bermain dengan ponselnya.

"Kenapa peluk-peluk gini?" protes Hyesung. Ia memang enggan untuk aku perlakukan seperti anak kecil.

Aku mengusel di bahunya dengan manja. "Kau khawatir padaku, huh? Imutnyaaa."

Hyesung berhenti mengelak dan membiarkanku bergelayut manja bagai koala. "Tentu saja aku khawatir. Sampai sekarang kau tidak mau cerita alasan sebenarnya kau bisa putus dengan Soonyoung oppa. Tiap aku melihatmu berinteraksi dengan member Seventeen, kau menunjukkan reaksi yang berbeda hanya padanya. Aku jadi ingin tahu apa yang telah pria itu lakukan padamu."

Aku meringis. "Han Hyesung," panggilku akhirnya. "Kalau begitu kau boleh mulai mengenalkanku pada teman-temanmu. Saat musim dingin nanti."

Hyesung menaikkan alisnya heran. "Kenapa harus musim dingin?"

"Untuk mengulur waktu?" tawaku pecah ketika melihat ekspresi lucu di wajah Hyesung begitu mendengar jawabanku.

---

Hyesung sudah terlelap di atas kasurku. Aku masih sibuk dengan kertas-kertas orderan permintaan pelanggan. Mengambil libur pulang ke Osaka bukan berarti aku bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Apalagi setelah kami berhasil membuat hak paten atas barang-barang produksi kami, permintaan produksi barang mulai membludak. Aku sudah tidak bekerja sebagai instruktur lagi, lebih banyak bekerja di balik meja atau keluar kota untuk memperbesar hubungan afiliansi.

Aku merentangkan kedua tangan ke atas dan menguap. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku menyandarkan punggungku yang lelah ke sandaran kursi. Sekarang sudah berganti hari. Soonyoung berulangtahun. Pria itu sudah resmi memasuki usia 30 tahun, jadi seorang Ajushi.

Aku membuka laci dan mengambil gelang berwarna silver yang tidak pernah aku gunakan, hanya aku bawa kesana-kemari. Dengan penuh perasaan aku mengelusnya pelan. Perasaanku pada Soonyoung masih sama, yang berubah adalah aku tidak akan menangis lagi jika ingat masa-masa kelam itu.

Ulang tahunku hanya selisih 6 bulan dengannya. Sayangnya, saat kami masih bersama, pria itu melewatkan hari lahirku karena sibuk dengan wanita lain. Jadi, kami tidak pernah merayakan hari ulangtahunku. Yah, bukan sesuatu hal yang penting juga sih. Toh, tidak ada yang ingat juga bahwa aku lahir saat malam natal, kecuali keluargaku.

Aku kembali memasukkan gelang ke dalam tempat penyimpanan. Tanganku meraih lilin aromaterapi di dekat jendela dan menyalakannya. Aku memejamkan mata, mengucapkan harapan-harapan baik untuk pria itu. Mendoakan Soonyoung dari jauh. Setelah selesai, aku meniup hingga apinya padam.

Semoga kau selalu sehat dan bahagia, Kwon Soonyoung.

--

Kwon Soonyoung

Mengurus tiga orang anak memang tidak mudah. Apalagi anak-anak Kak Minkyung. Alhasil aku ikut ambil peran. Salahkan kakak iparku yang sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak sempat mengajak anak-anaknya pergi berlibur. Ia harus berterimakasih padaku karena menggantikan perannya.

"Papa," aku menoleh. Senyumku mengembang melihat si putri kecil berjalan cepat ke arahku.

"Anak papa sudah lancar jalannya," ucapku senang sambil mengangkat Jihee ke atas udara. Anak ini tertawa senang dengan perlakuanku.

"Maaf karena harus merepotkanmu lagi," Park Jitae, kakak iparku berjalan menghampiriku dengan tas ransel, yang kuyakini berisi peralatan bayi milik Jihee, di pundaknya. Sangat kontras dengan setelan kantor mewah yang ia kenakan.

Kakak iparku menjadi perwakilan dari kantor pusat tempatnya bekerja untuk mengikuti suatu proyek gabungan selama seminggu di Osaka. Waktunya bertepatan dengan libur semester anak-anaknya. Akhirnya kak Jitae memutuskan membawa keluarganya ikut serta sekalian liburan.

Tapi tetap saja, kakak iparku itu kan sibuk. Si ibu muda tiga anak juga ingin bersantai sebentar. Kalau mau bersantai, tidak mungkin untuk membawa bayi. Akhirnya Kak Minkyung membawa jalan-jalan dua putra tertuanya dan aku mengurus Jihee. See, karena kedekatanku dengan Jihee, putri kecil ini bahkan memanggilku dengan sebutan Papa.

Aku mengambil tas ransel dari bahu Kak Jitae dan mengenakannya dengan benar di punggung. Jihee sudah nyaman bermain-main dalam gendonganku.

"Serahkan saja padaku. Aku lebih mengenal Osaka daripada dirimu, Hyung," ucapku menyombongkan diri.

Jitae menepuk bahuku sekali. "Tolong jaga Jihee dengan benar ya. Jangan terlalu banyak beri dia makan makanan manis. Kau membuat kami kesusahan dengan perawatan giginya."

Aku meringis. Jika tidak ada kak Jitae dan kak Minkyung aku memang selalu menuruti keinginan si kecil. Aku adalah paman impian setiap anak kecil, haha.

"Semuanya sudah ada disini kan, Hyung? Termasuk pasport Jihee?" aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Ada tas kecil khusus dokumen di dalamnya. Aku sengaja mengemasnya menjadi satu tempat karena takut kau akan meninggalkan barang," kata Kak Jitae.

Kini Kak Jitae beralih bicara pada putri kecilnya. "Jihee-ya, baik-baik dengan paman ya. Jangan terlalu menyusahkannya."

Jihee mengangguk, mengerti dengan ucapan sang ayah. Ia tertawa kecil. Suaranya sungguh menggemaskan!

"Appa pergi dulu ya," Kak Jitae mencium pipi tembam Jihee. Membuat gadis mungil ini tertawa keras karena kegelian.

"Aku pergi dulu ya, Soonyoung. Terima kasih atas bantuanmu," ucapnya padaku.

Aku mengangguk. Kuraih tangan kanan Jihee dan menggerakkannya seperti sedang melambai.

"Dadah, Appa," ucapku imut meniru suara Jihee.

"Dah, Appa!" Jihee berseru pada ayahnya.

Setelah kak Jitae benar-benar pergi menghilang di balik pintu taksi, aku berjalan menuju arah berlawanan. Untunglah Jihee tidak menangis melihat appa-nya pergi. Putri kecil ini sibuk menarik-narik kerah bajuku dan berusaha menggigitnya. Ah, aku lupa sedang memakai baju dengan motif donat kecil-kecil.

"Kau lapar ya? Tunggu sebentar. Samchun akan mengajarkanmu rasanya surga dunia," ucapku sambil tersenyum jahil.

"Begitu kau mencoba rasa udon ini, kau tidak akan melupakannya dan menjadi sangat ketagihan."

Entah Jihee mengerti dengan ucapanku atau tidak, tapi ia menunjukkan suara senang dan antusias. Kuanggap ocehannya sebagai tanda setuju.

"Kajja!" seruku tak kalah antusias ketika melihat subway yang kutunggu sudah datang.

---

Tanaka Midori

Hyesung sudah pergi sejak tiga jam yang lalu. Ia dijemput oleh Jihoon dan mereka akan kencan berkeliling Jepang. Sudah pasti aku tidak akan bisa mengganggunya dalam 72 jam ke depan. Kalau sudah bersama, menghubungi keduanya akan sangat susah. Karena jarang memiliki waktu untuk liburan berdua, Hyesung dan Jihoon benar-benar menikmatinya dan tidak ingin diganggu.

Aku berguling-guling di atas kasur. Bosannn.. Tadi aku sudah datang ke restoran, bermaksud ingin membantu pekerjaan disana. Namun Ayah langsung menyuruhku pergi. Alasannya, aku kan kemari untuk berlibur, bukan bekerja. Jadi aku disuruh untuk beristirahat saja di rumah. Lagipula adik-adikku sudah bekerja semua disana untuk mengisi libur musim panas mereka.

Ponselku berdering nyaring. Aku melompat karena kaget. Wah, full volume. Aku sudah menduga pasti ini perbuatan jahil Takuo.

Telepon dari Masuo. Untuk apa anak ini telepon?

"Halo," jawabku malas-malasan.

"Kak, ada tamu nih di restoran," seru Masuo cepat dan bersemangat.

"Siapa?" tanyaku tak tertarik. "Ayah melarangku untuk ke restoran. Jadi aku tidak bisa membantumu bekerja jika kau memakai alasan itu untuk membuatku datang kesana."

"Kakak bawel," cibir Masuo. "Padahal aku hanya memberitahu bahwa Kak Sooyoung ada disini."

Mataku membulat lebar. Aku berdeham kecil. Berusaha tetap tampil biasa saja.

"Ya sudah, lakukan saja tugasmu," ucapku. "Layani para member Seventeen dengan baik. They are our reguler customers."

"Yang datang hanya Kak Soonyoung, tidak ada member lainnya," balas Masuo cepat. "Ya sudah kalau kakak tidak mau kesini. Dah."

Tut, Tut, Tut. Masuo langsung memutus sambungan telepon.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top