Miss You
Kwon Soonyoung
Selesai perform, manajer Seventeen mengajak kami makan daging di luar. Aku minum cola ketika member lain minum alkohol. Duh, berasa jadi bayi saja. Padahal maknae kita, Lee Chan, benar-benar kuat dalam menenggak minuman itu. Lihat saja, ini sudah beer botol keduanya dan Chan masih tampak baik-baik saja.
"Berhentilah minum. Ingat Nara sedang mengandung," Jeonghan merebut minuman itu dari tangan Chan.
Chan cemberut, bagai anak kecil yang mainannya diambil paksa karena disuruh belajar oleh sang ayah. Aku tertawa melihatnya. Yup, sudah ada dua orang member Seventeen yang menjadi ayah. Jeonghan dan Chan. Waktu berlalu begitu cepat ya.
Ponselku bergetar, menandakan ada telepon masuk. Dari ibu. Aku segera meminta izin pada Minho hyung dan berlalu untuk mengangkat telepon.
"Halo, ibu," sapaku riang.
"Soonyoung-ah, bagaimana kabarmu disana? Semua berjalan lancar?" tanya ibuku penuh perhatian.
"Iya, lancar. Ibu lihat live-nya kan? Aku bisa mendarat dengan selamat setelah melakukan gerakan akrobatik itu," ucapku menyombongkan diri.
"Ya, ibu tahu kau bisa," puji Ibu.
Aku tertawa kecil. Sudah lama aku tidak bertemu dengan ayah dan ibu. Aku jadi ingin pulang ke rumah, tapi Seventeen punya segudang pekerjaan yang menumpuk.
"Kapan kau pulang? Kakakmu sudah hamil besar. Diperkirakan minggu depan ia akan melahirkan," ungkap ibu penuh harap.
Aku mengingat-ingat jadwal. "Minggu depan? Sekitar malam natal?"
"Ya, perkiraannya seperti itu," jawab ibu. "Kalau kau mau pulang, bawa serta juga pacarmu. Kalian kan sudah lama jalan bersama. Ibu bahkan belum bertemu langsung dengannya."
Aku tersenyum getir. Bukan berarti aku tidak ingin membawa Midori ke hadapan keluargaku. Hanya saja, membawanya untuk berkunjung ke Korea Selatan bukanlah hal yang gampang. Apalagi Midori sedang menikmati pekerjaan barunya.
"Midori juga punya keluarga di Osaka, Bu. Restoran-nya pasti ramai. Entah apakah ia bisa main kemari," jawabku jujur.
"Kalau begitu, setelah kakakmu melahirkan. Kita semua ke Jepang saja. Seventeen ada jadwal manggung di Osaka, kan?" tanya ibu antusias. "Ibu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Midori. Dari ceritamu, ia terdengar seperti wanita yang hebat."
"Ibu, aku saat ini sedang berada di luar," ucapku memutus pembahasan ibu. Kalau tidak begini, entah sampai kapan ibu akan membicarakan Midori. "Aku tidak enak pergi terlalu lama. Besok pagi aku akan menelepon ibu lagi."
"Ah, baiklah," jawab ibu. "Makanlah yang banyak. Jangan sampai sakit, mengerti?"
Aku tersenyum. "Iya, ibu. Ibu juga jaga diri ya disana."
Aku memandangi layar ponsel yang kembali menggelap. Aku menghela napas panjang. Entah mengapa aku merasa berat jika harus membahas tentang Midori saat ini. Aneh. Biasanya aku sangat suka bercerita tentang hubungan kami pada ibu, tapi tidak untuk saat ini.
"Hyung, kalau kau tidak cepat, Mingyu akan menghabiskan semuanya!" panggil Seungkwan padaku.
Apa? Dasar Kim Mingyu. Aku bergegas kembali ke meja makan. Aku tidak mau kehabisan daging, apalagi dari kemarin aku sudah diet ketat.
---
Tanaka Midori
Aku mendengus kesal. Terdengar nada sibuk dari seberang sana. Sudah berkali-kali aku berusaha menghubungi Soonyoung, namun usaha itu tidak ada yang berhasil sekalipun.
Akhir-akhir ini Soonyoung jadi jauh tak tergapai. Kami hanya saling bertukar pesan pada pagi dan malam hari. Waktu untuk mengobrol basa-basi tiap malam pun sudah tidak ada lagi.
Aku meletakkan ponsel di atas nakas dan memilih berbaring menyamping. Aku memandangi fotoku dan Soonyoung yang aku cetak sendiri menggunakan printer biasa. Hasilnya tidak terlalu bagus sih, tapi setidaknya kebahagiaan kami berdua ketika sedang kencan bersama di Tokyo Disneyland terekam dalam lembaran foto itu.
Itu adalah satu-satunya foto yang pernah kami ambil bersama. Itu pun karena aku yang memaksanya untuk berfoto. Ia sedikit takut untuk foto bersama, pasalnya, kalau ponsel dia hilang dan ada foto kami berdua, semua akan menjadi rusuh. Ujung-ujungnya pasti pihak cewek yang banyak dirugikan, begitu katanya.
Aku tersenyum getir. Ugh, aku benar-benar kangen pada bayi besar itu.
Tidak menyerah, aku kembali mengambil ponsel dan berusaha menghubunginya lagi. Di dering kelima, akhirnya teleponku diangkat.
"Halo," sapanya dengan suara lesu.
Aku tertegun. Dia benar-benar lelah? Apa aku mengganggunya?
"Halo," sapaku balik. Berusaha ceria. "Aku melihat penampilanmu. Kau sangat memukau ketika berputar di udara."
Kudengar kekehan kecil dari seberang sana. "Begitu kah? Apa aku membuatmu jatuh cinta lagi?"
Aku merona mendengar godaannya. Tanpa sengaja aku melihat tas kertas berisi gelang yang aku beli tadi.
"Kalau aku menjawabnya, apa kau punya waktu untuk bertemu denganku?" Kini ganti aku yang balik menggodanya.
Hening. Aku bahkan sampai memastikan bahwa teleponnya tidak terputus.
"Ehm, ya untuk itu, aku masih belum tahu," jawabnya lesu. "Seventeen baru akan ada jadwal promosi di Jepang awal bulan Februari. Jadwalku dari malam natal hingga malam tahun baru sangat penuh."
Rasa antusiasme-ku hilang. Mendengar dari jawabannya, sepertinya aku tidak akan bisa bertemu dengan Soonyoung hingga pergantian tahun. Padahal aku punya cukup banyak waktu libur.
"Ah, begitu," jawabku dengan nada sedih.
"Ya, begitu," timpal Soonyoung dari seberang sana. "Maaf ya. Aku tidak bisa mengunjungimu lebih sering."
Aku mengangguk. Sepertinya aku benar-benar tidak bisa menikmati waktu malam natal maupun malam tahun baru bersama kekasih. Tidak seperti rekan kerjaku yang lain.
Aku menepuk sebelah pipiku agar sadar. Bangunlah, Midori. Kekasihmu itu seorang idol. Dia punya jadwal bekerja ketika orang biasa sedang berlibur.
"Tidak apa. Yang penting kau sehat dan baik-baik saja selama disana," ucapku akhirnya. "Kau sudah makan?"
"Sudah, tadi aku makan bersama member lainnya," jawab Soonyoung.
Seketika aku teringat, ada satu hal yang mengusik pikiranku. "Oh ya, kau tadi telepon dengan siapa? Tumben sekali teleponnya lama."
"Telepon?" tanyanya. "Ah, iya. Tadi eomma meneleponku. Maaf ya, karena sudah lama tidak bertemu kami jadi lama sekali bicaranya. Kau tidak bisa menghubungiku ya?"
Aku tertawa kecil. "Hehe, iya. Tapi tak apa kalau itu ternyata ibu. Oh ya, keluargaku menanyakan kapan kau akan kembali menginap di rumah. Setelah aku cerita bahwa kami sudah pacaran, mereka tidak ada lelahnya menanyakan perihal dirimu."
"Benarkah?" tanya Soonyoung balik tampak tidak percaya.
"Iya. Apalagi Masuo. Dia selalu memutar lagu-lagu Seventeen di ponselnya," terangku. "Sepertinya dia sudah menjadi fans kalian."
"Seventeen memang jago kok," ucap Soonyoung menyombongkan diri. "Kau juga bangga, kan? Apalagi ada orang bernama Kwon Soonyoung sebagai member-nya?"
"As your wish," cibirku balik sambil memutar kedua bola mata.
Kudengar suara tertawa Soonyoung. "Haha. Okay, okay. Oh ya, ini kami baru selesai makan dan akan kembali ke dorm. Kau istirahat-lah, di Van nanti pasti akan sangat berisik. Aku tidak mungkin meneleponmu jika ada member Seventeen di sekeliling."
Bibirku mengerucut. Padahal aku sudah senang karena akhirnya bisa kembali mendengar suaranya. Namun, kebahagiaan itu harus kandas sampai sini saja.
"Ya, baiklah. Selamat bersenang-senang," ucapku lesu.
"Hei, jangan marah ya sayang. Kau tahu ini bukan keinginanku," bujuk Soonyoung. "Tunggulah sebentar lagi. Aku yakin kita bisa punya lebih banyak waktu untuk bersama."
Aku mengangguk kecil. Semoga saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top