Mianhae... Gomen nasai...

Kwon Soonyoung

Aku duduk di ruang tengah apartemen Midori dengan gugup. Sudah hampir setengah jam gadis itu mengurung diri di kamarnya. Bodohnya aku tidak bisa menjaga ucapan. Aku pun sungguh pengecut karena tidak berani untuk membuka suara dan meminta maaf terlebih dulu padanya.

Setelah berpikir cukup lama, aku akhirnya memantapkan diri. Sudah bersusah payah untuk bisa bertemu dengan Midori, masa aku membuang-buang kesempatan berharga ini dengan saling marah dan ngambek. Lagipula Midori kan tidak berusaha menutup-nutupinya dariku. Aku pun harus maklum karena Midori sebenarnya masih sangat awam dalam hal percintaan seperti ini.

Hiks, sepertinya caraku yang salah untuk menunjukkan rasa cemburu.

"Midori?" aku memanggil namanya di depan pintu kamar gadis itu yang masih tertutup. Aku mengetuknya tiga kali dan kembali memanggil namanya pelan.

Tidak ada sahutan. Perasaan bersalahku makin menjadi. Aku tidak ingin membuat 'kencan' kita kacau. Namun disisi lain, aku ingin membiarkan Midori sendiri dulu jika memang ia butuh waktu untuk menyendiri.

"Midori? Kau baik-baik saja di dalam sana?" seruku lagi. Jujur saja. Tidak ada sahutan sama sekali membuatku takut bahwa Midori tidak baik-baik saja di dalam sana.

Jangan-jangan ia terjatuh dan kepalanya terbentur. Terus Midori pingsan dan tidak bisa menjawab panggilanku.

Panik dengan segala pikiran aneh di kepala, aku mencoba menggerakkan tuas pintu yang sedari tadi bergeming. Terbuka! Dengan pelan dan hati-hati aku mengayunkan pintu membukanya dan melongokkan kepala mengintip keadaan di dalam sana.

"Midori? Aku boleh masuk?"

Tanpa menunggu izin, karena memang pada dasarnya tidak ada sahutan jawaban, aku melangkah masuk dengan hati-hati. Aku langsung menyadari bahwa Midori berada di atas kasurnya dengan selimut tebal menutupi hingga kepalanya. Aku menggigil kedinginan. Udara di dalam kamar ini benar-benar dingin. Midori menyetel pendingin ruangan di suhu terendah.

Aku berjalan mengendap-endap ke sisi kasur. Aku bisa bernapas lega ketika mendapati Midori yang terlelap dengan pulas di balik selimutnya. Setelah mengamati wajah tidurnya, aku baru sadar. Gadis itu terlalu banyak bekerja hingga tidak sadar bahwa dirinya terlalu banyak menggunakan tenaga dan kurang istirahat. Aku jadi makin merasa bersalah karena sudah menambah beban hidupnya.

Tidak ingin membuat gadis itu terbangun, aku berbalik badan dan berjalan menjauh. Dengan hati-hati aku menutup pintu kamar tanpa membuat suara sedikit pun.

Sepertinya aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku akan memasak sambil menunggu Midori terbangun. Kuharap ia akan suka dan langsung memaafkan kebodohanku pagi ini.

--

Tanaka Midori

Aku mengulet di atas kasur. Ugh, mataku benar-benar berat untuk dibuka. Kepalaku pusing karena tidak terbiasa tidur di pagi hari. Atau karena sudah beberapa malam ini aku melewatkan waktu tidurku dan tidak bisa terlelap dengan baik?

Aku meraih remote control air conditioner yang sengaja aku letakkan di samping bantal. Kunaikkan suhunya hingga tidak terlalu dingin menggigit tulang. Aku memiliki kebiasaan untuk tidur dengan suhu dingin namun memakai bed cover tebal hingga menutupi seluruh tubuh. Dan, aku memiliki kebiasaan untuk meredam amarah dengan tidur.

Tunggu dulu. Aku kan tidur karena sedang marah dengan Soonyoung!

Aku menyibakkan selimut ke samping dengan asal. Terseok-seok akibat tidak berhasil memakai sandal kamarku dengan benar, aku membuka pintu kamar dan mencari sosok Soonyoung di dalam rumah. Aku menarik napas lega ketika menemukan pria itu sedang berbaring di atas sofa ruang tengah dengan sebuah komik menutupi wajah.

Aku berusaha menahan tawa. Posisi tidurnya benar-benar lucu.

Setengah berjingkat, aku kembali ke kamar dan mengambil selimut dari lemari. Aku menyampirkannya ke atas tubuh Soonyoung.

Tanpa disangka, pria itu malah terbangun. Aku tersenyum tipis menyambutnya dan segera menjauhkan diri dari posisinya.

"Jam berapa sekarang?" tanya pria ini masih dengan setengah nyawa.

"Pukul sepuluh," jawabku singkat.

Soonyoung meregangkan tangannya ke atas. Ia kemudian tersenyum. "Ayo kita sarapan. Aku tadi sudah menyiapkan sandwich," katanya sambil berjalan menuju meja di dapur.

Aku mengikutinya. Pandanganku terarah pada sajian sederhana di atas meja. Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir makan makanan yang pantas untuk memulai hari setelah keluar dari rumah.

"Silahkan duduk," ucap Soonyoung dengan nada riang.

Ia bahkan menarikkan kursi untukku duduk. Ya ampun, aku jadi merasa seperti seorang putri. Bahkan aku sudah melupakan rasa kesalku tadi pada pria ini.

Setelah memastikan aku duduk dengan nyaman, Soonyoung bergegas menuju kursi di seberangku. Ia duduk dengan menumpukan dagunya pada kedua tangan. Tampak menunggu responku pada segala usahanya. Benar-benar seperti baby. Need some appraisal.

"Aku coba ya?"

Soonyoung mengangguk semangat. Aku bahkan takut kepalanya sampai putus karena bertingkah seperti itu.

Aku menggigit satu suapan besar roti lapis berisi ham dan selada ini. Mataku membulat terkejut. Penasaran, aku membuka lapisan roti diatas sambil terus mengunyah.

"Bagaimana? Roti lapis isi ham, telur, dan tuna jadi satu?"

Aku sudah payah menelannya. "Entahlah, rasanya cukup unik, tapi aku suka."

"Itu pujian atau hinaan?" tanya Soonyoung bingung. Benar-benar clueless.

"Kalau aku bisa menghabiskannya, anggap saja kalimatku tadi sebagai pujian," ucapku sambil kembali menggigit makanan ini.

Soonyoung mengerjap-erjapkan matanya lucu. Sepertinya ia tidak mengerti dengan ucapanku. Aku tersenyum misterius. Enggan menjelaskan kalimatku tadi. Yup, walaupun sudah lancar berbahasa Jepang, terkadang kami masih terkendala masalah bahasa. Jika saat itu terjadi, aku akan kembali mengulangnya dalam bahasa Inggris.

Namun tidak untuk kali ini. Aku menikmati raut wajah was-wasnya sambil terus mengunyah. Well, sebenarnya aku tidak mau menjelaskannya karena malu untuk memuji. Pasti Soonyoung akan besar kepala dan menganggap pertengkaran kecil tadi sudah berlalu.

"Kau tidak makan?" tanyaku. Sedari tadi Soonyoung memang hanya mengamatiku makan.

Pria itu beranjak berdiri dan menuju lemari pendingin. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan sepiring salad tuna dari dalamnya.

"Aku sedang diet, jadi hanya bisa makan ini," jawabnya setelah kembali duduk di hadapanku.

"Ya ampun, kau memberiku makanan penuh dengan kalori tinggi ini dan kau sendiri malah hanya makan daun-daunan seperti itu?!"

"For my job," balasnya diiringi kekehan.

Kalau dia sudah berkilah tentang pekerjaannya, aku tidak bisa membalas. Toh aku juga tidak ingin diatur mengenai pekerjaan dan kehidupanku. Makanya aku kesal ketika tadi Soonyoung mulai menunjukkan 'kekuasaannya' dengan menceramahiku ini dan itu.

Ah, kenapa aku jadi kesal lagi hanya dengan mengingatnya? Padahal aku sudah tidur selama hampir empat jam untuk meredakannya.

Kami makan dalam diam. Tidak ada yang mencoba membuka percakapan barang sebentar pun. Aku sendiri terlalu sibuk untuk menerka rasa makanan bikinan Soonyoung ini. Rasa yang menimbulkan adiksi, namun tidak dapat diinterpretasikan dengan kata-kata.

Soonyoung lebih dulu selesai menghabiskan makanannya. Bagiku, dia bukan makan, tapi menghirup salad yang ada di hadapannya. Seperti vacuum cleaner.

"Makanlah yang banyak," ucapnya sambil tersenyum menungguiku selesai makan. "Aku bisa membuatkannya lagi jika kau merasa kurang."

"It's enough. Kurasa aku tidak perlu makan lagi sampai nanti siang," jawabku setelah berhasil menelan potongan roti terakhir.

Soonyoung tersenyum senang. Ia bahkan tidak menutupi perasaannya yang lega karena aku mampu menghabiskan makanan buatannya tanpa sisa sedikit pun.

Pria itu bergerak membersihkan piring kotor miliknya dan milikku. Ia membawanya ke bak cuci piring. Aku bergerak ingin mencegahnya ketika ia sudah meraih spons pembersih piring.

"Kau duduk saja di ruang tengah. Aku akan membereskan ini semua dalam waktu sebentar. Setelah itu kita ngobrol," katanya penuh pengertian.

Aku termangu. Ini bukan pertama kalinya Soonyoung berkata selembut itu dan penuh perhatian. Namun aku cukup terharu karena tahu bahwa dia memiliki sisi gentleman seperti ini. Ia memberiku waktu untuk menenangkan diri dan berusaha menyelesaikan masalah kami dengan bicara baik-baik setelahnya.

Sepertinya aku jatuh cinta dengan sisi Soonyoung yang ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top