I Can't Believe It!
Kwon Soonyoung
Setelah meletakkan barang-barang di dalam kamar, aku keluar untuk mengambil air minum dari dalam kulkas. Kulihat Seokmin sedang menerima telepon di balkon. Dilihat dari gelagatnya sih, dia sepertinya sedang berbicara dengan sang kekasih.
Kalian mau tahu? Saat sedang bermain dengan para member saja, Seokmin sudah terlihat bodoh. Kalau sedang bersama sang pacar, dia terlihat lebih bodoh lagi haha.
Ngomong-ngomong soal pacar, aku jadi teringat dengan Midori. Buru-buru aku kembali ke kamar dan mencari ponselku. Dengan penuh semangat aku menekan tombol dial pada nomornya.
Lho, aku dan Seokmin sama saja dong? Sama-sama bucin.
"Halo," kudengar suara Midori dari seberang sana.
Aku gugup. Suaraku tidak mau keluar. Aduh bagaimana ini?
"Halo?" sapanya lagi setelah beberapa saat tidak terdengar suara jawaban dariku.
"Hal... Halo, Midori. Ini aku, Soonyoung," aku jawab dengan kaku. Ugh, kenapa aku jadi lamban begini? Seketika brain freeze yang dulu kualami pada saat pertemuan pertama dengan Midori kembali terjadi. Brain freeze akibat Midori, bukan oleh karena dingin.
"Ya aku tahu," kudengar kekehan kecil dari seberang sana. "Kau sudah bertemu dengan member lainnya?"
"Mereka masih dalam perjalanan dari bandara. Hanya ada aku dan Seokmin di dorm," jawabku. "Kau sedang apa?"
"Aku? Aku sebenarnya sedang bekerja sekarang. Kau tahu sendiri bagaimana sibuknya restoran saat sedang jam makan malam seperti sekarang."
Aduh, bodoh sekali aku melupakan hal itu! Dari background suaranya saja aku dapat membayangkan bahwa suasana disana sedang sangat ramai. Aku jadi tidak enak karena menggangu Midori.
"Ah, maaf sudah mengganggumu," ucapku tulus. "Aku hanya ingin memberimu kabar. Kau kembali bekerja lagi saja."
"Baiklah. Terima kasih karena sudah memberiku kabar. Kau benar-benar tidak mau membuatku menunggu, huh?"
Blush! Apa Midori sedang menggodaku saat ini?
"Haha, yah begitulah," jawabku dengan tawa kikuk. "Kalau begitu, kita saling berkirim pesan saja seperti biasanya. Aku tidak ingin mengganggumu lebih lama."
"Okay," setuju Midori. "Aku tutup ya teleponnya. Selamat beristirahat, Soonyoung."
"Ya, selamat bekerja, Midori."
Aku menjauhkan ponsel dari telinga dan memandangi layarnya yang telah kembali menggelap. Hanya dengan percakapan singkat seperti itu saja jantungku mampu melompat dari sangkarnya. Tubuh mungil dan wangi strawberry dari rambutnya kembali terngiang di pikiranku.
"Aaaaaaaa!" teriakku keras-keras saking senangnya. Aku meninju udara dan melompat-lompat di tempat.
"Hyung, sstt!"
Aku menoleh. Kulihat Seokmin menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan agar aku diam. Teleponnya masih menempel di telinga kiri.
Sebagai balasan, aku meringis polos. Kali ini aku tidak bersuara. Takut mengganggu percakapan Seokmin dan sang pacar, aku memilih untuk tidur saja. Mumpung masih ada waktu sebelum asrama kembali dipenuhi oleh suara mengganggu para member.
---
"Jadi, pertama begini. Hyung memegang kedua telapak tangannya erat-erat. Tak lama kemudian ia menunduk. Wajahnya jadi sejajar dengan wajah Tanaka-san," terdengar suara terkesiap para member dimana-mana. "Bukan ciuman yang terjadi berikutnya. Hyung kemudian menariknya ke dalam pelukan. Mereka berpelukan erat. Seperti ini."
Aku menutup wajahku dengan kedua belah telapak tangan. Tidak berani melihat kelakuan Seokmin selanjutnya karena ia sengaja melebih-lebihkan penjelasannya. Ia bahkan menarik Jihoon berdiri dan bermain peran. Seokmin sebagai aku, Jihoon sebagai Midori.
Seluruh member tertawa. Seungcheol hyung bahkan tertawa sambil memukuli pundakku. Argh, malu abis!
"Ya, Lee Seokmin!" seruku protes. "Aku tidak melakukannya berlebihan seperti yang kau praktikkan barusan."
"Tapi kau tidak menyangkal bahkan kau sudah memeluk Midori, kan?" kali ini Mingyu angkat suara. "Daebak! Kukira Midori suka padaku," lanjutnya sambil menggodaku.
Kedua sudut bibirku turun ke bawah. Aku memberikan tatapan dingin pada Mingyu. Walaupun aku tahu bagaimana sebenarnya perasaan Midori padaku, tapi Midori sendiri masih belum yakin dengan perasaannya. Mengingat hal itu membuatku jadi bad mood.
"Ah, sudahlah. Tertawakan saja aku sesuka kalian."
"Aish, kau ini," Jihoon yang masih belum berhenti dari sisa tawanya, kembali mengambil tempat duduk di sebelahku. "Perkembangan hubunganmu dengan Midori bahkan lebih baik ketimbang hubunganku dengan Hyesung."
Aku menoleh ke arah Jihoon. Ah, aku lupa. Sobatku yang satu ini punya masalah dengan kekasihnya. Ralat mantan kekasihnya.
"Setidaknya dia sudah kembali," ucap Wonwoo menyemangati. "Kau hanya harus berusaha lebih keras lagi dari awal. Kau kan sudah ahli dalam hal bekerja keras."
Aku hanya mengamati percakapan antara Wonwoo dan Jihoon dari samping. Mereka berdua termasuk barisan member yang setia pada satu wanita. Alias susah move on.
Ponselku bergetar. Satu pesan masuk dari Midori. Ah, sekarang sudah hampir tengah malam. Pasti dia sudah selesai bekerja.
"Aku tidur duluan ya," seruku sambil membalas pesan singkat Midori.
"Ya ya, aku percaya," Jeonghan memberikan senyuman jahilnya. Aku melirik sekilas, namun tidak terpengaruh sedikit pun.
Sebelum member lain terpengaruh hasutan hyung itu untuk kembali menggodaku, aku sudah berlari masuk ke dalam kamar. Meninggalkan member Seventeen lain yang belum lama sampai lagi di Jepang ke dalam kamar. Saatnya me time! Midori time! Hehe
--
Tanaka Midori
"Yang benar saja!"
Aku menjauhkan ponsel dari telinga sembari mengernyitkan dahi. Sebenarnya aku sudah menebak reaksi seperti apa yang akan ditunjukkan oleh Hyesung begitu mendengar ceritaku. Sayangnya aku kurang persiapan.
"Aku tidak menyangka dia akan bergerak secepat itu. Wah, wah, wah."
Aku tersenyum kecil. Bisa kubayangkan bagaimana raut wajah Hyesung di seberang sana saat ini. Sambil mengobrak-abrik isi laci meja, mencari earphone, aku tetap membalas pertanyaan-pertanyaan penuh rasa penasaran dari sahabatku itu.
"Kau sudah jauh mengenal Soonyoung daripada aku," balasku. Aku berhasil menemukan benda yang kucari. Langsung saja aku menyambungkan earphone pada perangkat yang kini sedang berada di genggamanku.
"Aku bahkan baru memberinya jawaban sehari setelah ia mengatakan hal itu. Aku bingung bagaimana harus menghadapinya."
"Aku sudah bisa menebaknya sih. Kau kan selalu menghindari topik pembicaraan seperti ini. Bagimu, pacaran hanya akan membuang-buang waktu," ucap Hyesung dari seberang sana.
Aku tidak membalas ucapan Hyesung. Dalam hati aku membenarnya pernyataannya barusan. Setelah dipikir-pikir lagi, aku jadi sedikit menyesal. Benarkah keputusan yang aku ambil ini sudah tepat? Yah, walaupun bisa dibilang bahwa aku dan Soonyoung kini bukan berpacaran, tetap saja hubungan kami sudah bukan seperti teman biasa lagi. Masih berada di area abu-abu.
Aku takut salah mengambil langkah. Alih-alih berusaha mengerti apa yang sebenarnya saat ini sedang terjadi pada diriku, aku justru makin penasaran dengan sosok bernama Kwon Soonyoung ini. Jangan-jangan aku sekadar tertarik padanya karena merasa pria itu misterius bagiku, bukan karena aku benar-benar menyukainya. Argh, bagaimana ini? Aku takut akan menyakiti hati Soonyoung karena sudah memberinya harapan palsu.
"Midori? Midori-chan?"
Aku tergeragap. "Iya?" balasku pada akhirnya.
"Are you daydreaming? or are you already falling asleep?" tanya Hyesung setengah meledek.
Aku terkekeh. Kulirik jam di layar komputer yang masih menyala. Sudah hampir pukul satu dini hari. Malam sudah berganti hari ternyata. Aku harus segera tidur agar bisa mulai bekerja besok pagi.
"Kau belum tidur? Sudah dini hari," ucapku mengingatkan Hyesung. Pasalnya dia adalah dokter bedah yang 'cukup sibuk' untuk bisa mendengar cerita remehku ini. Aku tidak tega jika harus mengambil waktu istirahatnya yang terbatas.
"Aku tidak masalah. Besok hari liburku," jawab Hyesung dari seberang. "Ah, sebentar lagi Nuest akan comeback Japan. Besok aku harus ke kantor agensi untuk mengurus beberapa hal."
"Oh ya, benar kau sekarang sudah tidak mengurus Seventeen lagi?" tanyaku memastikan.
Dulu saat Hyesung kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, sang paman yang notabene pemilik saham terbesar agensi itu langsung meminta dirinya untuk mengurus masalah 'administrasi' boygroup bernama Seventeen. Namun, setelah kejadian empat tahun lalu, Hyesung benar-benar menarik diri dari mengurusi boygroup itu. Ia malah mengajukan diri untuk ikut bantu 'membesarkan nama' Nuest, salah satu boygroup besutan lain dari agensi itu.
"Yup. Seventeen sudah cukup besar untuk aku urus. Lagipula anggota Nuest lebih sedikit dan lebih mudah diatur," ucap Hyesung diikuti tawa ringan khasnya. "Ah, jangan-jangan kau ingin memintaku untuk memata-matai Soonyoung ya?"
Aku menggeleng keras, walaupun sudah bisa dipastikan Hyesung tidak dapat melihat seberapa besar penolakkanku terhadap perkataannya tadi. "Aku bukan tipe cewek yang protektif."
"Gosh, you're so cute. Jadi begini sisi seorang Midori yang sedang kasmaran."
Ugh, Hyesung seperti tidak ada lelahnya untuk terus menggodaku.
"Aku harus segera tidur jika tidak ingin terlambat besok pagi," kilahku. Tawa Hyesung pecah di seberang sana.
"Baiklah, baiklah. Aku akan membantumu sebisaku." Ngomong apa sih Hyesung? Aku kan tidak minta apa-apa padanya? Yah, tapi boleh juga sih ucapannya tadi. "Yasudah sana tidur. Selamat malam! Jangan terlalu sering memikirkan Soonyoung, okay?"
Tut! Sambungan telepon putus secara sepihak.
Aku terkesiap. Pipiku memerah. Iiihh, Han Hyesung!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top