19
Minghao meletakkan semangkuk penuh popcorn yang masih mengepulkan uap panas di atas meja. Ia mendaratkan tubuh di atas sofa. Di sampingnya, Melodi tampak sibuk menyetel film dan menyambungkan ke layar televisi.
"Belum jadi juga?" tanya Minghao. Melodi hanya diam. Ia berusaha keras membaca deretan huruf hangul yang muncul di layar televisi. Walaupun lancar berbicara bahasa Korea, Melodi masih kesusahan untuk membaca hangul dengan cepat.
Minghao beranjak dari duduknya. Pria itu berjalan santai ke arah bawah meja televisi. Ia menarik sebuah kabel.
"Kau belum menyambungkannya," ucap Minghao sambil berusaha menahan tawa.
Mulut Melodi terjun bebas. Dengan gengsi, ia merebut kabel dari tangan Minghao dan menyambungkannya ke laptop. Gadis itu berpura-pura tidak mendengar ejekan yang Minghao lontarkan untuknya.
Sudah satu tahun Melodi menetap di Seoul. Ia memutuskan untuk menerima tawaran Hyunbin mengelola perusahaannya setelah wisuda. Tidak main-main, kegigihan Melodi dalam bekerja membuat bisnis yang telah dirintis Hyunbin berkembang pesat. Gadis itu bahkan dapat menjual beberapa franchise yang kini menjamur di daerah lain Korea Selatan.
Pada awalnya sang ayah menolak mentah-mentah keputusan Melodi. Keluarganya saja punya bisnis restoran di Indonesia, mengapa Melodi justru repot mengurus bisnis orang lain di luar negeri. Namun bukan Melodi namanya kalau tidak keras kepala dan cekcok dengan orang tua. Setelah perdebatan panjang, akhirnya Melodi dilepas pergi ke Seoul dengan beberapa syarat. Seperti biasa.
"Nah, sudah jadi," seru Melodi senang. Gadis itu mengambil tempat duduk yang kosong di sebelah Minghao. Ia mengambil bantal dan memeluknya.
"Kau mau menonton film kartun?" tanya Minghao ketika sadar bahwa yang ditayangkan di layar televisi adalah salah satu series disney princess.
"Hem," gumam Melodi tak jelas. Ia sudah memasukkan beberapa popcorn sekaligus ke dalam mulutnya.
Minghao menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ia kembali memandang ke arah televisi dan terduduk pasrah. Satu tahun menjalin hubungan sebagai kekasih, bukan berarti Minghao sudah terbiasa dengan aksi Melodi. Gadis itu awalnya mengundang Minghao ke apartemennya untuk menonton film action, tak disangka genre-nya bisa berubah drastis.
"Kita sudah lama tidak kencan," ucap Minghao tiba-tiba. Ia terlihat tidak bersemangat dengan adegan ibu tiri yang menjahati sang princess.
"Sekarang kita sedang kencan," ucap Melodi asal tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari layar televisi.
Minghao mendecakkan lidahnya. Pria itu bangkit dari sofa. Ia berlalu menuju kulkas dan menarik satu kaleng cola dari dalam. Minghao tidak segera kembali. Pria itu malah menarik kursi di ruang makan dan menenggelamkan diri dalam buku yang dibacanya.
Satu jam berlalu. Masing-masing dari mereka asyik dengan dunianya sendiri. Jangan berharap hal-hal yang muluk dari Melodi. Hanya orang kuat yang mampu berkencan dengannya. Gadis itu selalu memiliki batasan tersendiri dalam hal pacaran. Ia penganut norma-norma ketimuran yang taat. Melodi tahu diri.
Selama satu tahun ini, tidak banyak yang berubah dalam hal interaksi walaupun hubungan Minghao dan Melodi sudah menjadi sepasang kekasih. Sepertinya hanya sekadar berganti status. Keduanya terlihat asyik dengan kegiatan sebagai teman. Kontak fisik hanya sebatas pegangan tangan. Peluk pun jarang. Member Seventeen yang lain sampai mengejeknya. Pacar rasa teman, kata mereka.
"Minghao," panggil Melodi dari ruang televisi ketika filmnya sudah selesai. Ia kini sibuk membuka aplikasi chat-nya. "Memang benar Nari eonnie sedang mengandung?"
Minghao menurunkan buku bacaaannya. Ia berjalan menghampiri Melodi dan duduk di sebelah gadis itu. "Sepertinya begitu. Jeonghan hyung kemarin sangat antusias ingin mengantar istrinya ke rumah sakit setelah syuting selesai."
"Mereka lucu sekali," ucap Melodi gemas. "Setelah satu tahun akhirnya dapat juga. Hadiah pernikahanku dulu akan segera dipakai," Melodi terkikik kecil mengingat masa satu tahun lalu.
"Memang kau memberi mereka apa?" tanya Minghao penasaran.
Melodi meleletkan lidahnya. "Ada deh," ucapnya dalam bahasa Indonesia.
Kesal, pria itu mencubit ujung hidung Melodi hingga memerah. "Kau ini. Sudah kubilang berkali-kali jangan menggunakan bahasa yang tidak kumengerti. Aku selalu merasa kau sedang mengolokku."
"Memang," ucap Melodi. Ia bandel dengan lagi-lagi menggunakan bahasa ibunya.
"Ya!" pekik Minghao gemas. Ia menghela napas panjang. "Yasudah lah."
Melodi tertawa senang. Ia menang. Gadis itu menepuk-nepuk pipi tirus Minghao penuh kasih sayang.
"Oh ya," pekik Melodi. Minghao mau tak mau ikut menoleh. "Kau sudah berjanji akan menceritakan bagaimana kau bisa mengetahui nama Koreaku hari ini."
"Aku lupa," elak Minghao. Kali ini giliran pria itu yang menjahili Melodi.
"Aku sudah menahan rasa penasaranku selama setahun, Xu Minghao," rengek Melodi. Ia menarik-narik ujung kaos yang digunakan kekasihnya itu.
Minghao tertawa. Ia merangkul bahu Melodi agar mendekat kearahnya. Dengan cepat, Minghao menjatuhkan kecupan ringan di puncak kepala gadisnya itu. Ia sangat menyukai harum shampoo bayi yang dikenakan Melodi.
"Baiklah," ucap Minghao.
Pria itu memasang posisi duduk senyaman mungkin. Dengan santai Melodi duduk bersandar pada bahu Minghao. Ia siap mendengarkan penuturan kekasihnya. Gadis itu bahkan memeluk bantal, terlihat siap tidur siang setelah dibacakan dongeng pengantar tidur.
"Duluuuu sekali, dua tahun sebelum bertemu denganmu diacara fansign Seventeen, aku pernah bertemu dengan gadis bernama Haeun," ucap Minghao membuka ceritanya.
"Kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Melodi ragu.
Minghao mengangguk. "Itu cerita lain lagi. Aku akan menceritakannya lain kali."
"Ya! Aku juga penasaran akan hal itu," protes Melodi bangkit dari sandarannya.
Minghao menarik tangan Melodi. Membuat gadis itu kembali jatuh dalam rengkuhannya. Perbuatannya sukses membuat Melodi terdiam.
"Gadis bernama Haeun itu sungguh cantik," lanjut Minghao. Ia tidak mempedulikan tatapan protes Melodi karena keinginannya tidak dituruti. "Cantik, cuek, namun perhatian." Minghao melirik kearah kekasihnya yang sudah tenang. "Dia pintar membuat lagu. Suaranya merdu dan indah ketika bernyanyi. Sekali mendengar suara rekamannya saat bernyanyi, aku dapat mengingat warna suara itu."
Melodi diam. Ia menunggu tiap kata yang akan keluar dari bibir Minghao dengan sabar. "Dia memperkenalkan dirinya dengan Haeun, nama yang lazim ditemui di Korea. Awalnya aku ragu. Bahasa Korea-nya benar-benar terdengar aneh dan belepotan."
"Ah, aku tak ingat apapun," keluh Melodi.
Minghao mengelus surai hitam Melodi. "Kau harus menunggu satu tahun lagi untuk mendengar cerita mengenai pertemuan pertama kita. Jadi aku punya alasan untuk menahanmu disisiku."
Melodi mencubit pinggang Minghao. Pria itu mengaduh keras sambil tertawa. Pipi dan telinga Melodi memerah. Ia pasti tersipu mendengar penuturan Minghao barusan.
"Lanjutkan ceritamu," perintah Melodi berusaha menghalau kekikukkannya.
"Kemudian kita bertemu lagi dua tahun kemudian," sambung Minghao setelah tawanya mereda. "Saat menabrakmu dulu di ruang istirahat Seventeen, aku langsung mendapat insting bahwa kau mirip dengan Haeun-ku secara sekilas. Tapi entah mengapa bahasa Koreamu terlalu bagus untuk ukuran Haeun. Lambat laun, semakin mengenalmu, aku menemukan banyak kesamaan antara dirimu dan Haeun. Ternyata tidak banyak yang tahu dengan nama Koreamu. Aku sampai harus menggali ke Ari karena kau selalu mengelak tiap kutanyai apa nama koreamu."
Melodi terkekeh. "Hanya keluarga dan orang-orang terdekat saja yang tahu."
Minghao tersenyum melihat gadisnya mampu tertawa bahagia. Ia mengetatkan rangkulannya. "Beruntungnya aku dapat kembali menemukan, Haeun-ku. Penantianku tidak sia-sia."
"Ugh, aku jadi makin penasaran dengan pertemuan kita," ucap Melodi lagi. Ia berusaha keras agar Minghao membeberkannya sekarang juga.
"No no no," tolak Minghao karena tahu apa yang diinginkan gadis itu. Ia tidak mau mengalah. "Tunggu satu tahun lagi, karena itu cerita yang memalukan. Atau...," ucap Minghao menggantung.
"Atau apa?" tanya Melodi antusias.
"Kalau kau mau memberiku ciuman, aku akan menceritakannya sekarang juga," kata Minghao sembari meringis.
"Ya!" bukan ciuman, lemparan bantal yang didapatkan Minghao. Pria itu hanya tertawa sembari berusaha menghindari serangan Melodi.
Yah, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari pertemuan pertama mereka. Bahkan saking tidak mengesankannya, Melodi tidak ingat sama sekali. Sepertinya hanya Minghao seorang yang tertarik dengan kejadian itu.
Minghao sengaja tidak ingin memberitahu Melodi secara tergesa. Ia ingin gadis itu berusaha mengingatnya sendiri. Mungkin, sedikit-sedikit Minghao akan memberikan clue untuk mengingat peristiwa itu. Walaupun tidak secara cuma-cuma, pastinya.
Untuk kali ini, Minghao ingin menjalankan hubungannya yang manis bersama Melodi. Tidak perlu terburu-buru. Pria itu yakin bahwa Melodi memang tercipta untuknya. Buktinya? Tuhan mempertemukan keduanya kembali setelah sekian tahun lamanya. Hal yang namanya rezeki dan jodoh memang tidak akan salah orang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top