17

Jakarta, 2022

Melodi mematut diri di depan cermin. Jarang-jarang ia menggunakan kosmetik seribet sekarang. Bahkan ketika dulu wisuda sarjananya, gadis itu berdandan ala kadar karena tidak terlalu antusias. Sebenarnya, ia pun mau berdandan atas dorongan Ari. Sahabatnya itu bahkan memanggil make up artist yang biasa ia sewa untuk mendandani para mempelai wanita yang menjadi kliennya. Ari benar-benar totalitas.

"Udah selesai belum?" tanya Ari yang menerobos masuk bertepatan dengan selesainya Melodi memakai toga berwarna hitam, baju khusus kebesaran yang dikenakan saat wisuda.

"Done," jawab Melodi. Gadis itu sekali lagi memandangi wajahnya sebelum bergegas meraih tas tangan di atas kursi. "Emang nggak terlalu berlebihan ya?" tanya Melodi meminta pendapat.

"Apanya yang berlebihan, sih?" ucap Ari tak sabar. "Lo cantik kok. Lagian kan jarang-jarang keluarga lo bisa kumpul semua di hari wisuda ini. Gue sama Iqbal sampai ambil libur lho. Jadi lo nggak boleh setengah-setengah dandannya."

Melodi mengernyitkan dahinya heran. Mendengar ucapan sahabatnya, Melodi mendapat kesan bahwa dirinya butuh berdandan karena kehadiran mereka semua. Padahal gadis itu tidak mengharapkan apapun pada mereka.

"Jangan kerutin dahi kayak gitu, make up lo bisa rusak," ucap Ari gemas. Ia menarik Melodi menaiki mobilnya yang terparkir di depan rumah. "Yuk buruan masuk. Kita langsung cus."

"Mau kemana? Jarak rumah lo dari kampus gue kan sepuluh menit juga nyampe. Ini masih jam lima kali, Ri," keluh Melodi.

"Ya nggak usah buru-buru ke kampus lah," Ari memundurkan mobilnya. "Kita jalan-jalan dulu aja. Lagian kan upacaranya mulai jam sepuluh."

"Maka dari itu," ucap Melodi tak mau kalah. "Gue rasanya pengin tidur lagi. Kalau nggak inget lo sahabat gue, udah babak belur lo karena bangunin gue jam tiga pagi cuma buat dandan."

Ari meringis. Gadis itu tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari jalanan yang lengang di depannya. "Sorry, kan make up artist gue ada kerjaan lain. Lo jadi pelanggan pertama dia pagi ini. Maklum aja ya."

"Yaudah lo tidur aja, Ri. Gue bangunin kalau udah sampai," ucap Ari mengalah. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan gadis itu.

---

Ari mengguncang-guncangkan bahu Melodi yang tertidur. Sahabatnya itu mengulet kecil. Ia mengerjap-erjapkan matanya lucu, masih berusaha mengumpulkan nyawanya yang tercecer.

"Udah sampai nih, turun yuk," ajak Ari.

Melodi menahan lengan Ari sebelum gadis itu berhasil membuka pintu mobilnya. Kedua mata Melodi membulat ketika menyadari dimana saat ini mereka berada.

"Ngapain kita ke apartemen gue?" Tanya Melodi bingung. "Gue kira lo mau ngajakin nyari sarapan."

Ari tersenyum misterius. "Ayo turun, semua udah nungguin di dalem," lanjutnya.

Benak Melodi bertanya-tanya. Mengapa keluarganya ada disana? Gadis itu tidak ambil pusing. Ia mengikuti langkah Ari yang sudah berjalan menuju unit apartemennya di lantai dua puluh.

"Yuhuuu, selamat uri dongsaeng-ie!" Teriakan Kak Andre langsung terdengar begitu Melodi membuka pintu. Sungguh tidak enak didengar telinga.

Kedua mata Melodi tak berkedip. Ia menyapukan pandangannya ke seluruh unit apartemen studio miliknya.

Pantas saja kemarin Ari bersikeras agar Melodi menginap di rumahnya dengan alasan make up. Ternyata sahabatnya itu sengaja memberi waktu pada keluarganya agar bisa menyiapkan kejutan ini. Bahkan mereka menghias apartemen Melodi yang terkesan kosong pada awalnya dengan balon, bunga, dan lampu hias.

"Apa... yang terjadi?" Melodi tak mampu berkata-kata.

"Annyeong!" Melodi terbelalak. Suara ini! Gadis itu sontak membalikkan tubuhnya.

Minghao menurunkan boneka beruang besar yang sedari tadi menutupi wajahnya. Dengan main-main, ia melambaikan tangan si teddy bear seperti sedang menyapa gadis yang masih terpana itu.

"Apa kabar?" ucap Minghao berusaha keras melafalkan sapaan dalam bahasa Indonesia agar tidak terdengar aneh.

"Minghao?" Melodi menutup mulutnya. Ia mengerjap-erjapkan matanya tak percaya. "Kau disini?"

Minghao mengangguk. Senyuman manis tak hilang barang sedetik pun dari wajahnya. "Selamat atas wisudamu."

"Ugh, kau terlihat lebih senang saat melihatnya ketimbang melihat diriku," keluh Kak Andre.

"Apalagi aku, Kak," keluh Iqbal, yang sedari tadi keberadaannya tak diketahui.

Melodi tertawa. Ia mengusap setetes air matanya yang berhasil lolos dengan hati-hati. Takut merusak maskara.

"Ya ampun, aku terharu," Melodi menoleh ke arah Minghao. "Aku terharu," ulangnya lagi dengan menggunakan bahasa Korea.

"Kau sudah cantik, jangan menangis," ucap Minghao. Ia memberikan sapu tangannya pada Melodi.

"Aku akan adukan pada Mama dan Papa," kata Kak Andre. "Aku ngambek."

Ari yang tadi diam saja, menyikut pelan perut kakak sahabatnya itu. "Dih, udah gede pake ngambek segala." Ari mengedikkan dagunya ke arah Melodi dan Minghao yang tampak asyik dengan dunianya sendiri. "Jangan ganggu. Dua tahun belum ketemu, tuh."

"Terus aku gimana?" kali ini terdengar suara protes dari Iqbal.

"Idihhh, lo mah masih bakal ketemu sama Melodi habis wisuda nanti," ucap Ari setengah berbisik. Gadis itu menyeret Iqbal dan Kak Andre agar menjauh. "Minghao kan bakal langsung ke Malaysia habis ini. Biarin aja dulu mereka berdua, jangan diganggu."

---

Melodi mengangsurkan sekotak susu cokelat dingin miliknya ke arah Minghao. Sejujurnya gadis itu malu, ia tidak punya minuman lain selain kopi instan kalengan dan susu kotak di dalam lemari pendingin. Apartemennya ini hanyalah tempat tidur baginya. Bahkan makanan pun tidak ada, kecuali mie cup favoritnya.

"Maaf hanya ada ini disini," sesal Melodi.

"Tidak apa, ini sudah cukup," jawab Minghao. Pria itu menyodot isi kotak minumannya.

Hening. Setelah pertemuan tak disangka-sangka, keduanya kembali terdiam karena bingung percakapan apa yang tepat dilontarkan. Melodi pun heran. Ia tidak menyadari kemana perginya Ari, Iqbal, maupun Kak Andre. Disaat-saat awkward seperti ini, ia membutuhkan mulut usil sahabatnya itu.

"Ehm, sudah lama ya kita tidak bertemu," ucap Minghao membuka suara.

Melodi mengangkat wajahnya. Ia membalas senyum pria yang duduk di seberangnya. "Sudah lama sekali."

"Kau tampak semakin cantik," ucap Minghao malu-malu.

"Terima kasih," Melodi tertawa kecil. "Jika ada kesempatan, aku selalu menyempatkan diri mengikuti perkembangan Seventeen. Ternyata Minghao yang kulihat di layar laptop dan yang sesungguhnya berbeda."

"Berbeda?" tanya Minghao bingung.

"Aku lebih suka melihatmu tanpa riasan wajah seperti ini," ucap Melodi sungguh-sungguh.

"Kau sudah berani menggoda ternyata ya," ucap Minghao sembari menunjukkan cengiran jahilnya.

"Ti... Tidak," elak Melodi. Untunglah ia sedang memakai riasan yang cukup tebal, setidaknya Minghao jadi tidak dapat melihat pipinya yang memerah. "Aku hanya... memberi fanservice."

"Fanservice?"

"Iya. Aku tahu kau men-subscribe dan memberikan like pada hampir semua posting YouTube ku," ucap Melodi.

"Ya! Bagaimana bisa kau...," ucapan Minghao terhenti. Seketika ia tersadar. Melodi pasti tahu alamat email yang digunakannya dari Minji. Siapa lagi coba.

Melodi tertawa. Gadis itu berlalu mengambil kopi instan dari dalam kulkas. 

"Yah, benar juga sih. Sepertinya aku baru sadar," ucap Minghao. "Aku memang salah satu penggemarmu. Entah sejak kapan."

Gerakan Melodi terhenti. Ia enggan menoleh ke belakang. Dirinya merasa geli sekaligus malu mendengar seorang idol berkata seperti itu padanya. Padahal Melodi yang mengungkit masalah itu duluan. 

"Kalau begitu, boleh aku minta fanservice lainnya?" entah sejak kapan Minghao telah berdiri di balik punggungnya. Bulu kuduk Melodi meremang mendengar suara manis pria itu terdengar sangat dekat dengan tengkuknya.

"Ap... apa? Jangan minta yang aneh-aneh," cicit Melodi enggan membalikkan badannya.

Terdengar Minghao berusaha menahan tawanya. Pria itu mundur selangkah. "Kau betah sekali berdiri di depan kulkas. Kau kepanasan? Ah, wajahmu merah, sepertinya kau memang butuh udara dingin. Mau kubantu menurunkan suhu ruangannya?"

Menyadari dirinya sedang digoda Minghao, gadis itu membalikkan badan. Pipinya menggembung tanda kesal. Tak disangka, Minghao sudah siap dengan jari telunjuknya. Alhasil, pipi kanan Melodi yang tersentuh Minghao kembali kempes. Melodi terperanjat, ia tidak menyangka Minghao berani menjahilinya seperti ini.

"Ah, aku sangat ingin mengacak wajah imutmu itu. Sayang kau sedang pakai make up," keluh Minghao di sela-sela tawanya.

Melodi menghentakkan kakinya. Ia berjalan kembali ke kursi yang tadi ia duduki bersama Minghao. Pria itu setelah tidak bertatap muka selama dua tahun, malah makin membuat hatinya berdebar tidak karuan.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top