Please, I Need to Grow Faster! (3)
Enam bulan berlalu dengan cepat. Selama itu pula, Seventeen sedang sibuk-sibuknya dalam masa promosi. Mereka mulai datang dalam acara-acara variety show. Selain itu beberapa member juga memiliki jadwal individu.
Minji kini mendedikasikan waktu luangnya sebagai seorang Carat. Ia tidak pernah ketinggalan satu berita pun mengenai boy group itu. Minji bahkan sedikit melupakan barisan oppa-oppa yang dulu selalu ia kagumi. Sekarang gadis itu benar-benar hanya berfokus pada tiga belas oppa member Seventeen.
"Sofia, kau sudah mengerti tentang geometri yang tadi diajarkan oleh Guru Park kan?" tanya Minji saat jam istirahat. Pandangan matanya tetap terarah pada layar ponselnya yang sedang menampilkan acara Going Seventeen.
Sofia hanya bisa menunjukkan deretan gigi putihnya tanpa merasa bersalah, "Aku sangat mengandalkanmu." Jawaban Sofia berhasil membuat Minji mengalihkan pandangannya ke arah gadis blasteran itu. "Seperti biasa kan? Sepulang sekolah nanti kau mampir ke rumahku untuk belajar bersama?"
"Ya! Sofia Chwe!"
Sejak ujian akhir semester lalu, sepulang sekolah Minji hampir selalu mampir ke rumah Sofia untuk mengajari sahabatnya pelajaran matematika. Sebenarnya Sofia pintar. Hanya saja entah mengapa nilai matematika gadis itu selalu rendah. Sofia seperti memiliki alergi dengan pelajaran itu. Kedua orangtuanya bahkan sudah memanggilkan guru privat ke rumah untuk mengajarinya. Tapi memang hanya Kwak Minji yang bisa membuatnya mengerti pelajaran eksak yang satu itu.
Intensitas belajar privat bersama Minji makin meningkat mengingat dua minggu lagi mereka akan memasuki minggu-minggu ujian. Sejak seminggu yang lalu, Minji selalu belajar bersama Sofia di rumahnya. Sebenarnya tidak hanya Sofia saja yang diuntungkan. Dengan belajar bersama, otomatis Minji jadi mengurangi kadar fangirling-nya untuk sesaat.
Minji menghela napas panjang. "Aku sedang malas belajar. Rasanya aku hanya ingin cepat-cepat sampai rumah dan menonton oppa-oppa semalam suntuk."
"Yah, bagaimana dengan nasibku?" ujar Sofia sedih. "Padahal Hansol oppa sedang ada di rumah. Bisa-bisa aku justru menghabiskan waktu dengan bermain bersamanya."
Kelopak mata Minji melebar mendengar nama biasnya disebut. "Jinjja?!" Sedetik kemudian gadis itu berdeham kecil. Raut wajahnya kembali datar. Ia tidak ingin terlihat terlalu senang karena mendengar berita barusan. "Baiklah. Tapi aku tidak bisa berlama-lama belajar di rumahmu."
Terpancing juga! Pikir Sofia.
"Siap! Aku akan serius belajar sehingga kau bisa cepat pulang," kata Sofia dengan nada ceria.
"Eh, bukan cepat pulang juga sih," Minji menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tawa Sofia pecah. Ia merangkul lengan Minji dengan manja. "Arasseo. Aku akan membiarkan kau bertemu dengan bias-mu. Tapi jangan lama-lama, karena aku juga sudah lama tidak bertemu dengannya."
"Uhm," kata Minji mengangguk dengan semangat. Di wajahnya tersungging sebuah senyuman yang lebar.
---
"Aku pulang," teriak Sofia begitu sampai di rumahnya. Minji berjalan mengikuti di balik punggung gadis itu.
"Kau sudah pulang rupanya," sapa Hansol. Pria itu terdiam selama beberapa detik. Pandangannya lurus ke arah sesosok gadis yang berdiri di belakang adiknya. "Wah, apa kabar Minji-ya?"
Minji mengangguk sopan menyapa kakak sahabatnya itu. "Kabarku baik. Bagaimana dengan Oppa?"
"Sedikit lelah," jawab Hansol singkat. "Tapi setelah melihat adik-adikku, aku jadi kembali semangat."
"Adik-adik?" tanya Sofia dengan kedua alis saling bertautan.
"Kau dan Kwak Minji," jawab Hansol. "Kalian mau belajar kan? Mau kutemani? Siapa tahu aku bisa membantu kalian."
"Tidak perlu!" jawab Minji cepat.
Ia tidak bisa membayangkan akan jadi apa dirinya jika berada di dekat Hansol dalam waktu lama. Sekarang saja ia sedang berusaha menahan jiwa fangirl di dalam dirinya agar tidak meledak-ledak. Terlebih lagi gaya rambut cowok itu sudah berubah dari terakhir mereka bertemu ketika showcase debut dulu. Penampilan Hansol membuat hatinya dag-dig-dug tidak jelas.
Sofia ikut menggeleng ketika melihat wajah terkejut kakaknya yang mendengar jawaban dari sang sahabat. "Tidak perlu. Minji sudah lebih dari cukup untuk mengajariku. Bahkan sepertinya sahabatku ini lebih pintar daripada Oppa."
"Kau ini," kata Hansol. Ia mengacak-acak rambut lurus adiknya dengan gemas. "kalau begitu belajarlah dengan rajin. Minji-ya, tolong buat adikku ini menghilangkan alerginya terhadap matematika ya."
Minji mengangguk-angguk. Sofia segera melepaskan diri dari cengkeraman kakaknya dan mendorong Minji hingga masuk ke dalam kamar.
"Kami akan belajar. Kakak jangan ganggu!"
---
Hansol memegang permen kapas berbentuk karakter kartun di kedua tangannya. Ia terlihat santai berjalan membelah kerumunan. Pria itu menghampiri dua orang gadis yang sedang sibuk berdebat mengenai wahana berikutnya yang akan mereka naiki.
"Kalian makan ini dulu ya. Antrian di kedai es krim masih panjang," kata Hansol sembari melerai keduanya.
Sofia dan Minji menoleh ke arah pria bernama panggung Vernon itu secara bersamaan. Keduanya langsung lupa dengan apa yang mereka ributkan barusan. Masing-masing dari mereka langsung mengambil gulali dari tangan Hansol.
Hansol tersenyum kecil. Kedua tangannya yang kini bebas menepuk pelan puncak kepala Sofia dan Minji. Dasar anak kecil, batin Hansol.
Hansol memiliki jadwal kosong selama seminggu setelah masa promosi debutnya. Ia memilih kembali pulang ke Hondae pada akhir pekan. Sepanjang weekdays kemarin ia masih disibukkan dengan mengejar ketertinggalan materi pelajaran selama ditinggal izin bekerja. Sabtu pagi ini Hansol bersama dengan Sofia dan Minji sudah berada di Lotte World. Kedua orangtua Hansol dan Sofia sedang menghadiri acara exhibition para pelukis tingkat internasional di Australia. Karena bosan hanya menghabiskan waktu di rumah, Sofia setengah memaksa kakaknya itu untuk menemani dirinya dan Minji pergi ke taman bermain.
Hansol dengan santai menurut saja. Tidak seperti member Seventeen lainnya yang masih khawatir untuk keluar sendiri tanpa bersama manajer hyung, Hansol tidak masalah jika ada beberapa fans yang mengenali dirinya. Toh, ia keluar untuk bersenang-senang dengan sang adik. Bukan sesuatu yang bisa menimbulkan skandal. Terlebih, menurut Hansol, dirinya belum terlalu terkenal. Pamornya masih kalah oleh group-group sunbae. Menghabiskan beberapa jam di tempat seperti ini rasanya masih aman, asalkan dia selalu tetap awas.
Sofia tampak menarik sebelah tangan Minji menuju sebuah bangku panjang yang baru saja ditinggal penghuninya. Minji menurut dengan langkah kaki terseok-seok karena fokusnya masih terpaku pada rasa manis yang dihasilkan oleh permen kapas di dalam mulutnya. Hansol mengikuti keduanya dengan kedua tangan di dalam saku celana.
Sejak sang adik mengenalkan Minji kepada Hansol, pria itu sedikit mencari tahu perihal gadis itu. Sifat Sofia yang ceria membuat gadis itu memiliki banyak teman. Namun, baru kali ini Hansol melihat ada seseorang yang benar-benar membuat adiknya merasa senyaman itu. Sofia terlihat sangat dekat jika bersama Minji. Mau tak mau hal itu membuat Hansol sedikit penasaran akan sosok bernama Kwak Minji.
Kini kehadiran Minji di keluarganya bukan hal yang baru lagi bagi Hansol. Pria itu bahkan sudah tampak santai, menganggap Minji seperti adik sendiri yang harus ia jaga, sama halnya seperti Sofia. Lagipula Sofia tampak baik-baik saja jika melihat perlakuan Hansol yang berbeda antara kepada Kwak Minji dan teman-temannya yang lain.
Hansol mengulurkan tangannya ke wajah Minji. Ia mengambil sisa-sisa permen kapas yang tidak sengaja menempel di pipi gadis itu. Mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu, Minji hanya bisa mematung.
"Makannya pelan-pelan saja. Kita masih memiliki banyak waktu untuk menaiki roller coaster yang sangat kau inginkan itu," kata Hansol tidak menyadari kegugupan Minji.
"Minji memang sangat suka makanan manis. Jangan heran jika ia akan menjadi gadis bar-bar saat makan permen. Seperti sekarang," ucap Sofia mencibir sahabatnya itu.
Minji tidak mendengarkan percakapan kakak beradik yang kini sedang menggodanya habis-habisan. Ia fokus berusaha menekan debaran di jantungnya agar tidak bergemuruh hingga dapat didengar oleh pria yang duduk di sampingnya kini. Karena tidak berhasil menutupi rasa malunya, Minji segera menghabiskan gulali di tangannya. Ia membiarkan keduanya menertawakannya. Pasti wajahku sudah memerah, rutuk Minji dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top