The Dark Past

Kini hanya ada Jeonghan dan Wonwoo di ruangan besar itu. Tidak ada kata yang terucap diantara mereka. Wonwoo tetap mempertahankan posisinya tidur terlentang di lantai setelah rahangnya mendapat bogem mentah dari Jeonghan. Jeonghan sendiri kini sudah berjalan ke sisi lain ruangan dan duduk bersandar pada dinding yang berlapis cermin.

Wonwoo memejamkan matanya. Napasnya terengah-engah. Ia merasakan ada sedikit rasa besi yang masuk ke dalam mulutnya. Itu pasti akibat sudut bibirnya yang robek dan mengeluarkan darah. Anehnya, ia tidak merasa sakit sama sekali. Ia justru lega karena Jeonghan tanpa ragu sudah memberinya pelajaran. Rasa perih di bibirnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan rasa tersiksa yang dialami oleh Areum saat serangan asmanya kambuh.

Di sisi lain, Jeonghan duduk terdiam. Makian yang dilontarkan adiknya tadi sungguh membuatnya kehabisan akal. Kalau ditelisik, dirinya memang benar-benar pengecut. Ia menggunakan kelemahan gadis itu sebagai ancaman. Jeonghan sendiri sadar bagaimana kurang ajarnya dia. Andai ia bisa memutar waktu, ia ingin menarik kembali ucapannya. Jeonghan menyesal telah membuat hati Areum sakit.

Ingatan akan kejadian tadi melintas di otak Wonwoo. Walaupun sekilas, Wonwoo yakin tadi Areum sempat mengeluarkan air mata. Bukan air mata sedih. Sepertinya gadis itu terlalu marah dan kesal hingga tidak bisa menahan tangisnya. Wonwoo mengusap wajahnya kasar. Kalau di ingat, sepertinya kini ia sudah terlibat dengan hubungan kakak-adik antara Jeonghan dan Areum.

"Hyung," panggil Wonwoo. Ia melipat tangannya sebagai bantalan kepala dan menatap nyalang ke arah langit-langit. "Sejujurnya aku tahu aku tidak berhak menanyakan ini," Wonwoo terdiam sejenak. Kemudian ia melanjutkan. "Sebenarnya apa alasan kau mengekangnya sekeras itu? Bahkan kau tidak sekeras itu dengan adik kandungmu sendiri, Yoon Jaerim."

Hening. Tidak ada balasan dari Jeonghan. Wonwoo menoleh. Ia melihat hyung-nya itu tertunduk diam. Wonwoo menghela napas berat. Mungkin Jeonghan memang tidak ingin memberi tahunya. 

"Itu karena Areum sebenarnya lebih rapuh dari yang kau tahu," ucap Jeonghan lirih.

Wonwoo menegakkan kedua telinga. Pria itu mendudukkan tubuhnya. Dengan penuh rasa ingin tahu, ia menatap lekat-lekat hyung-nya yang duduk di seberang ruangan.

Jeonghan terkekeh kecil. "Kau pasti hanya tahu sisi dirinya yang selalu menunjukkan wajah penuh senyum," Jeonghan mengangkat wajahnya. Kini ia membalas tatapan Wonwoo dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. "Apa kau pernah membayangkan bagaimana tiap malam ia selalu susah tidur dan merasa tidak aman?"

Wonwoo mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti ke arah mana pembicaraan ini akan berlanjut. Pria itu memutuskan diam dan menunggu hingga Jeonghan kembali membuka mulutnya untuk bicara.

Jeonghan menghela napas panjang. Pria itu menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari.

"Dia pernah dipermainkan oleh cowok brengsek. Aku bahkan tidak tahu kalau ternyata dia menjalin hubungan yang seserius itu di usianya yang muda. Itu terjadi ketika tahun pertama ia memutuskan untuk kuliah di Seoul," Jeonghan memulai ceritanya. "Areum benar-benar masih gadis polos yang tidak tahu betapa menyeramkannya kota besar itu. Yang membuatku sangat marah adalah sifat pelitnya yang tidak ketolongan."

"Orangtuanya tidak kekurangan satu hal pun. Uang saku pun ia punya lebih dari cukup. Aku makin heran ketika sikapnya itu makin aneh. Tiba-tiba ia memilih pindah ke apartemen yang lebih murah namun sungguh... itu tidak layak. Kemudian ia jadi sibuk mencari pekerjaan part-time kesana kemari. Areum bahkan rela berjalan sejauh lima kilometer hanya untuk menghemat uang bus!"

Wonwoo diam. Ia mendengarkan dengan seksama tiap kata yang keluar dari mulut Jeonghan.

"Semua uang yang ia simpan, ujung-ujungnya jatuh ke tangan cowok brengsek itu. Aku tahu karena mendengar kabar dari Oh Hyunbin. Sejak saat itu aku selalu mengutus Hyunbin untuk mengawasi adik sepupuku itu."

"Kesabaranku benar-benar sudah habis ketika cowok brengsek itu makin melunjak. Ia hampir saja merenggut paksa harga diri wanita adikku. Kalau saja aku dan Hyunbin tidak datang tepat waktu, sepertinya pemerkosaan itu tidak bisa dihindari."

"Apa?!" kali ini akhirnya Wonwoo bersuara. Ia terkejut mendengar cerita Jeonghan yang tidak ia sangka sebelumnya. "Kau tidak bohong kan hyung?"

Jeonghan melemparkan tatapan tajam ke arah dongsaeng-nya itu. Untuk apa ia mengarang cerita memalukan tentang adik sepupunya sendiri?

"Dan hingga kini, hanya aku dan Hyunbin yang tahu permasalahan itu. Kedua orang tua Areum bahkan tidak diberi tahu, dia sendiri yang memintanya," lanjut Jeonghan. "Sejak saat itu Areum selalu konsultasi rutin ke psikiater. Bisa dibilang ia mengidap PTSD. Dulu ia benar-benar takut dengan makhluk yang namanya laki-laki. Namun, ketakutannya kini sudah membaik. Aku justru khawatir karena Areum cenderung menunjukkan sisi dirinya yang riang dan ceria setiap waktu. Setelah aku bertanya ke dokter, katanya, itu merupakan salah satu bentuk pertahanan diri yang ia buat." Jeonghan menangkupkan wajah di kedua belah telapak tangannya dengan frustasi. "Aku takut aku akan kehilangan Yoon Areumku yang asli."

Wonwoo termenung. Jadi, ternyata permasalahannya sebesar itu. Wonwoo bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Jeonghan yang masih menunduk. Ia duduk di sisi pria kelahiran 1995 itu dan menepuk bahunya pelan. 

"Kalau itu perubahan ke arah yang lebih baik, kenapa harus takut hyung?"

Jeonghan mengangkat wajahnya. Ia tersenyum lemah kemudian menggeleng.

"Tidak bisa tidur karena takut dengan gelapnya malam. Menangis di sudut ruangan tanpa suara karena takut dengan bayangan masa lalu. Khawatir berlebihan akan kegagalan menggapai mimpi. Sikap yang kelewat hati-hati dalam masalah keuangan." Jeonghan menatap nyalang membalas pandangan Wonwoo. "Apa yang lebih baik dari itu semua?"

Wonwoo terdiam. Sudah hampir enam bulan ia mengenal Areum, tapi ia sama sekali tidak tahu tentang hal itu. Setelah dipikir-pikir, walaupun Areum berusaha bersikap hangat dan ramah padanya, gadis itu tetap menggambar garis lurus sebagai batas. Areum tidak benar-benar terbuka dengannya. Wonwoo menghembuskan napas panjang. Ia merasa gagal.

"Anggap saja kau tidak tahu masalah ini," ucap Jeonghan. Wonwoo mengernyitkan dahi mendengar ucapan pria itu. "Biar aku yang mengurusnya. Kau hanya perlu tahu dimana tempatmu berada. Sampai Areum benar-benar siap, aku tidak akan membiarkan cowok manapun mendekatinya."

Jeonghan berdiri. Ia meraih jaket dan tasnya yang tadi ia letakkan di atas kursi. Sepertinya mood latihan cowok itu sudah hilang.

"Tunggu hyung," panggilan Wonwoo menghentikan gerakan Jeonghan. "Kau kenal denganku kan? Mengapa kau tidak bisa mempercayakan Areum padaku?"

Jeonghan mengangkat sebelah alisnya. "Karena aku tahu bagaimana perasaanmu sesungguhnya kepada adik sepupuku itu. Kau menyukainya, Jeon Wonwoo."

Wonwoo diam. Ia tidak membantah ucapan Jeonghan karena memang benar itu adanya. Dirinya tidak munafik jika selama ini berusaha dekat dengan adik sepupu rekan kerjanya itu bukan hanya sekadar untuk menjalin pertemanan. Ia tertarik dengan Yoon Areum. Seperti seorang pria ke wanita.

"Adikku tidak akan siap dengan resikonya. Apalagi kau seorang idol, kau hanya akan makin membuatnya repot. Bahkan kau bisa membuat hidupnya makin hancur lagi."

"Apa maksudmu?" tanya Wonwoo.

Sebelah sudut bibir Jeonghan terangkat. Bukan senyum, melainkan cengiran mengejek. 

"Kau tidak sadar bahwa kau memiliki banyak penggemar diluar sana? Siapa yang bisa menjamin bahwa mereka tidak akan menyakiti adikku jika kau mendekatinya? Dan lagi, ia akan makin merasa rendah diri jika bersanding denganmu. Kau terlalu tidak realistis untuk ia miliki."

"Hyung," panggil Wonwoo berusaha menghentikan langkah Jeonghan. Namun, pria itu tidak menghiraukannya lagi. Sepertinya keputusannya sudah bulat. Jeonghan tidak akan merestui hubungan Areum dan Wonwoo.

Wonwoo menendang udara dengan kesal. Ia mengacak-acak rambutnya hingga tidak beraturan lagi. Karena tidak kunjung puas, pria itu berteriak keras-keras. Tak peduli bahwa dirinya akan dicap sebagai orang aneh jika ada yang mendengarnya.

Jujur saja, mendengar cerita Jeonghan tentang Areum membuat pikirannya makin kalut. Gadis itu memiliki masa lalu yang kelam. Sesungguhnya dengan Jeonghan bercerita seperti tadi, hal itu malah makin membuat rasa penasaran Wonwoo membuncah. 

Bayangan wajah Areum yang menangis dan memaki Jeonghan kembali menghampiri otaknya. Wonwoo menggeram kesal. Ia frustasi. Sungguh, dirinya ingin menjadi orang yang tepat untuk Areum. Ia akan merasa gagal jika hanya berdiam diri saat sudah mengetahui kondisi sesungguhnya gadis itu.

Wonwoo terkekeh sendiri ketika mengingat ucapan Jeonghan tadi. Hyung-nya itu menganggap Wonwoo tidak pantas untuk Areum hanya karena dirinya seorang idol. Hei, sebelum jadi idol, dirinya ini tetaplah seorang pria normal. Apa bedanya idol dengan manusia biasa? Lucu!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top