Sleep Tight, Baby

Ponsel Wonwoo berdering ribut, namun sang empunya tak bergerak sama sekali. Justru Seungcheol yang kesal dibuatnya. Dengan malas-malasan, Seungcheol bangun dari tidurnya dan melempar bantal yang digunakan ke seberang kamar dimana kasur Wonwoo berada. Wonwoo mengulet kecil, tidurnya tidak terusik sama sekali oleh kelakuan Seungcheol.

"Ponselmu daritadi bunyi," ucap Seungcheol. Dengan kesal, ia menjatuhkan kembali badannya ke atas kasur.

Sebelah mata Wonwoo terbuka. Ia menguap lebar. Tangannya menggapai-gapai ponsel yang terletak di atas nakas samping kasur. Tengah malam begini siapa yang menghubunginya?

Melihat caller id yang terpampang di layar ponsel, sontak Wonwoo bangun. Kesadarannya belum penuh benar. Ia memegangi pelipisnya, pening karena bangun tiba-tiba dari posisi berbaring. Dalam satu usapan cepat, ia mengangkat panggilan itu.

"Halo?" sapa Wonwoo dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Oppa," Wonwoo mengernyitkan dahinya. Ia dapat merasakan suara Areum bergetar di seberang sana. "Wonwoo oppa."

"Iya? Kau baik-baik saja?" tanya Wonwoo pelan. Ia berusaha keras agar tidak panik.

"Aku...," hening. Dengan sabar, Wonwoo menunggu hingga Areum kembali membuka suara. "Aku gagal, oppa."

Wonwoo menghela napas berat. Firasat buruknya sejak tadi siang benar-benar terjadi. 

"Areum-ah, tenang saja. Masih ada kesempatan lain, hm? Kau hanya perlu berjuang lebih keras lagi," Wonwoo berusaha menyuntikkan kata-kata penyemangat pada gadis itu.

Tidak ada percakapan lagi. Namun Wonwoo yakin bahwa dirinya mendengar suara tangis tertahan dari Areum. Wonwoo mencoba tenang. Sepertinya saat ini Areum tidak butuh untuk diberikan kata-kata remeh dan palsu seperti tadi.

"Hei, kau bisa tidur? Minum obatmu ya?" pinta Wonwoo. Tidak ada balasan. Areum terus saja menangis tanpa suara dari seberang sana.

Tidak kunjung mendapat respon, Wonwoo akhirnya bangkit dari tempat tidur dan berjalan menghampiri lemari dimana jaketnya tergantung. Ia tidak tega membiarkan gadis itu sendirian malam ini. Hyunbin pun sedang tidak bisa diandalkan. Sepertinya hanya ia yang bisa melakukan tugas itu sekarang.

Wonwoo tidak melepaskan ponselnya sedetik pun dari telinga. Ia terus mengajak Areum bicara walaupun gadis itu tidak membalasnya. Setelah memakai jaket hoodie hitam, topi, dan masker, Wonwoo berjalan mengendap-endap keluar kamar. Sekarang sudah hampir pukul satu dini hari, manajernya pasti tidak mengizinkan dirinya untuk keluar.

Saat baru saja selesai memakai sepatunya, Wonwoo mendengar suara napas Areum yang terputus-putus. Napasnya tidak beraturan. Seketika pria itu teringat akan penyakit asma Areum.

"Yoon Areum!" pekik Wonwoo panik. Ia langsung keluar dari unit apartemen dan setengah berlari menuju lift. Ia bahkan tidak peduli jika ada orang di dalam sana yang terbangun dan mendapatinya pergi keluar tengah malam. Hanya ada Areum dipikirannya saat ini.

Wonwoo menghentikan taksi yang kebetulan lewat di jalan depan dorm-nya. Dengan lancar pria itu menyebutkan alamat apartemen Areum dan menyuruh sang supir untuk melajukan kendaraannya dengan kecepatan maksimal.

"Yoon Areum, tenang dan ambil obatmu. Sekarang! Aku sedang dalam perjalanan menuju tempatmu," ucap Wonwoo cepat. Kakinya menghentak-hentak kesal ketika lampu merah menghadang mereka. Ugh, sungguh sial.

---

Wonwoo mengelus punggung Areum yang masih berusaha mengatur napasnya. Tangan Wonwoo dengan sigap membenahi selimut yang membungkus tubuh Areum ketika selembar kain itu turun.

Dalam waktu sepuluh menit, Wonwoo berhasil sampai di gedung apartemen Areum. Karena tidak sabar menunggu lift turun, pria itu bahkan berlari melalui tangga darurat hingga lantai tujuh. Dengan panik, Wonwoo memanggil-manggil nama Areum dan menekan bel berulang kali. Akhirnya pintu terbuka setelah bel kelima. Kondisi Areum sungguh sangat menyedihkan.

"Kau mau minum?" tawar Wonwoo. Areum mengangguk pelan.

Dengan sigap Wonwoo berdiri. Ia berjalan menuju dapur kecil minimalis di sudut ruangan. Ia mencari-cari mug di dalam lemari. Wonwoo mengisinya dengan air panas yang berasal dari dispenser. Dengan cermat, ia mencampurkan kedua jenis air hingga suhunya menjadi hangat.

Baru kali ini Wonwoo masuk ke dalam apartemen seorang gadis. Dirinya bahkan tidak menyangka bahwa ia akan menyambangi rumah Areum. Terlebih, setahu Wonwoo, gadis itu benar-benar selektif dan cenderung tertutup mengenai 'tempat privasinya' karena ada pengalaman buruk di masa lalu. 

Unit apartemen itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Cukup untuk ditinggali satu orang. Ruangan dengan dua kamar tidur itu tertata rapi dan bersih. Hampir tidak ada sebutir debu pun di tiap sudut ruangan. Bahkan, di balkon kecil yang menghadap ke jalan depan, Areum memelihara beberapa tanaman hias dalam pot.

Wonwoo kembali ke ruang tengah di mana Areum duduk memeluk kakinya di atas sofa. Pria itu meletakkan mug berisi air hangat di atas meja. Wonwoo ikut mendudukkan dirinya di ujung lain sofa.

"Minum obatmu ya, Areum?" bujuk Wonwoo.

Areum hanya diam. Ia memain-mainkan jarinya membentuk lingkaran-lingkaran besar di permukaan sofa. Gadis itu tadi hanya menghisap obat asmanya. Ketika serangannya sudah berkurang, Areum selalu menolak untuk meminum obat tidur yang diresepkan psikiaternya.

Jam di layar ponsel sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Wonwoo menghela napas panjang. Bisa-bisa Areum tetap terjaga kalau begini.

"Kalau kau tidak mau minum obat, kau bisa tidur?" tanya Wonwoo pelan.

Areum mengangkat wajah. Tampak jejak-jejak air mata yang mengering di kedua pipinya. Hal itu membuat hati Wonwoo sakit. Ingin sekali ia merengkuh gadis itu masuk ke dalam pelukannya, menghapus air matanya, dan mengelus rambutnya hingga tertidur. Namun itu tidak mungkin. Wonwoo tidak cukup lancang untuk memperlakukan kekasih orang lain sebagai gadisnya.

"Tidak bisa," Areum menggeleng pelan.

"Kalau begitu, minum ya? Aku akan menemanimu disinihingga pagi tiba," bujuk Wonwoo. Tidak ada balasan dari Areum. "Kondisimu hanya akan semakin parah jika kau tidak tidur. Tidak ada yang perlu kau takutkan. Aku janji akan menjagamu sepanjang malam hingga kau bisa tidur dengan nyenyak dalam rasa aman."

Areum tampak menimbang-nimbang. Ia melihat kesungguhan dalam kedua mata gelap Wonwoo di balik kacamata yang dikenakan pria itu. Raut wajah khawatirnya membuat sisi hati Areum melunak. Ia sadar bahwa telah merepotkan pria di hadapannya.

Areum mengangguk. Ia berlalu masuk ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian, gadis itu kembali keluar dengan sebotol obat penenang di tangan kanan. Areum kembali duduk di samping Wonwoo. Ia meminum satu obat tablet dengan bantuan air yang tadi telah disiapkan Wonwoo.

"Kau tidak tidur di kamar saja?" tanya Wonwoo bingung ketika melihat Areum tampak sibuk menyiapkan sofa sebagai tempatnya berbaring.

Areum menggeleng. "Aku tidur disini saja, jadi oppa bisa menemaniku. Aku masih belum ingin ada orang lain yang masuk ke dalam kamarku."

Wonwoo mengangguk paham. Ia turun dari sofa dan duduk di lantai berlandaskan karpet tebal yang nyaman. Pria itu membantu Areum berbaring dan menyelimutinya hingga ke bawah dagu.

"Kalau oppa mau tidur, oppa bisa pakai kamar satunya yang itu," tunjuk Areum ke pintu kamar lainnya.

Wonwoo menggeleng. Ia tersenyum tipis membalas ucapan Areum. "Aku kan sudah bilang, aku akan menjagamu." Hati Areum menghangat mendengar ucapan Wonwoo yang sarat akan kasih sayang.

"Mau aku matikan lampunya?" tawar Wonwoo. "Dengan penerangan redup, istirahat jadi lebih berkualitas."

Areum menggeleng kuat. Matanya menyiratkan ketakutan. Jemari tangan gadis itu mencengkeram kuat-kuat selimut yang ia kenakan.

Seketika Wonwoo teringat. Jika sedang begini, Areum takut akan kegelapan. Tangan kanan Wonwoo terulur mengusap puncak kepala Areum, ia berusaha menenangkan gadis itu yang mulai gugup lagi.

"Tidak tidak, begini saja lebih baik," ucap Areum dengan suara bergetar.

"Iya, aku tahu," Wonwoo mengangguk penuh perhatian. "Kalau begitu, pejamkan matamu sekarang."

Areum menurut. Ia memejamkan kedua matanya. Efek obat yang ia minum benar-benar terasa. Tubuhnya jadi sedikit lebih rileks. Ditambah dengan bantuan usapan lembut Wonwoo pada rambutnya, membuat Areum makin cepat terbang ke alam mimpi.

---

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top