Rival

Wonwoo akhirnya mengalah. Ia bangkit dari kursinya kemudian berjalan menghampiri Areum dan Hyunbin. Pria itu mengangguk kecil dan mengembangkan senyumnya ke arah Areum. Entah mengapa, ia merasa sangat kaku.

Areum balas tersenyum. Walau begitu, Wonwoo dapat merasakan bahwa gadis itu sedikit gelisah dengan kehadirannya. Lihat saja, tanpa sadar gadis itu mengelus sebelah lengan dengan tangannya yang lain.

Disisi Areum, Hyunbin mengamati interaksi antara Areum dan Wonwoo. Ia sudah tahu cerita lengkapnya mengenai hal yang terjadi tempo hari dari Jeonghan. Saat itu, Hyunbin hanya menurut pada Jeonghan ketika dimintai bantuan untuk menjemput adik sepupunya itu. Satu hal yang membuat ia bingung adalah nada bicara Jeonghan yang terdengar marah.

"Oppa," panggil Areum. Ia menarik lengan baju Hyunbin ketika pria itu tidak juga menoleh ke arahnya. "Hyunbin oppa!"

"Eh, iya?" Hyunbin tergeragap. Ia menunduk dan menemukan raut wajah khawatir Areum yang memandanginya lekat-lekat.

"Aku tadi tanya, bagaimana kalau kita bergabung saja dengan mereka bertiga?" Areum mengulangi pertanyaannya. Gadis itu kemudian berjinjit dan mendekatkan mulutnya ke arah telinga Hyunbin. "Kalau bersama denganmu, Jeonghan oppa tidak akan curiga kan kalau aku bertemu dengan Wonwoo-ssi?"

Hyunbin tersenyum saat Areum kembali menjauhkan diri darinya. Tangan kanannya terulur menepuk puncak kepala gadis itu. Hubungan Areum dan Wonwoo sepertinya sudah sangat dekat. Hyunbin lega karena pada akhirnya, Areum dapat memiliki teman dekat pria selain dirinya. Namun disisi lain, hatinya juga perih mengetahui bahwa kini dirinya bukanlah satu-satunya pria yang bisa menjadi andalan Areum.

Hyunbin melirik ke arah jam di pergelangan tangan. Ia membalas tatapan Areum yang masih menunggu jawaban darinya. 

"Aku harus kembali ke kafe, masih banyak pekerjaan disana. Sore ini aku juga harus kembali ke Jeju. Kau tahu kan, Ji Yong hyung sangat sibuk dan hanya hari ini ia punya waktu luang untuk membicarakan bisnis denganku," ucap Hyunbin penuh sesal.

"Tunggu sebentar," Minghao menginterupsi. "Maksud kau, Ji Yong, Kwon Ji Yong, G-Dragon Big Bang?"

Hyunbin menoleh ke arah pria bernama panggung The 8 itu. Ia tertawa kecil sembari mengangguk ketika mendapatkan raut wajah terpananya. 

"Daebak!" seru Minghao.

Hyunbin kembali menoleh ke arah Areum. "Kalau kau masih mau bersama dengan mereka, aku tidak masalah. Aku tidak akan mengadu pada Jeonghan. Yah, kau sudah tahu kan persyaratan dariku?"

Areum mengangguk semangat. "Ponselku selalu aktif dan aku tidak akan mematikan deringnya. Aku tidak lama kok perginya. Sesampainya di apartemen aku akan mengabari Hyunbin oppa."

"Good girl!" lagi-lagi Hyunbin mengelus puncak kepala Areum penuh kasih sayang.

Melihat kedekatan Areum dan pria itu, Wonwoo merasa kesal. Ia berusaha keras melihat ke arah lain dan meredam perasaan iri di hatinya. Kedua tangannya di dalam saku celana mengepal keras. Ia harus bisa menahan emosinya. Apalagi Areum masih ada di sini.

Kali ini Hyunbin menoleh ke arah Wonwoo. "Jeon Wonwoo-ssi," panggilnya. Wonwoo menoleh. Ia melihat tatapan ramah pria itu. "Bisa kita bicara sebentar?"

Wonwoo melemparkan pandangan bertanya. Namun, kakinya sudah melangkah mengikuti Hyunbin sebelum ia sadar. Areum sendiri sudah memindahkan makanan dan minumannya bergabung di meja Minghao. Gadis itu kini sedang berceloteh riang dengan Minghao dan Minho.

"Ada apa?" tanya Wonwoo.

Hyunbin menghentikan langkahnya. Dari tempat mereka kini berdiri, ia masih bisa mengamati Areum namun jaraknya yang cukup jauh membuatnya yakin bahwa gadis itu tidak akan bisa mendengar isi percakapannya dengan Wonwoo.

"Aku sudah tahu permasalahanmu dengan Jeonghan kemarin," ucap Hyunbin. Tidak ada nada mengintimidasi dalam ucapannya. "Kurasa, Jeonghan juga sudah memberitahumu kondisi Areum saat ini."

Wonwoo mengangguk. Jujur saja, ia tidak tahu kemana arah pembicaraan ini akan berlangsung. Ia memilih diam daripada salah bicara. Salah salah, dirinya malah akan membuat masalah baru.

"Tenang saja," ucap Hyunbin. Ia bisa melihat kegugupan Wonwoo. "Aku tidak akan bicara apapun pada Jeonghan mengenai pertemuan hari ini. Aku rasa kau juga butuh bicara empat mata dengan Areum. Aku tahu sejak kejadian tempo hari kalian berdua belum bertukar sapa lagi. Areum sangat khawatir, namun ia tidak bisa melawan keinginan Jeonghan. Aku yakin kau pun menunggu kabar darinya setengah mati."

Wonwoo mendengus kesal. Ucapan Hyunbin tidak ada yang salah.

"Sejak kejadian itu, hanya ada dua pria yang benar-benar Areum percaya. Jeonghan dan aku. Namun, melihat bagaimana ia bisa berinteraksi denganmu tanpa membebaninya, sepertinya aku bisa percaya padamu."

Wonwoo mengikuti arah pandang Hyunbin. Pria itu sedang mengamati Areum dengan tatapan memuja. Wonwoo berdeham kecil. Ia berusaha menarik perhatian Hyunbin dan usahanya itu berhasil.

"Kau lihat, kan. Sekarang saja Areum tampak santai mengobrol dengan Minghao dan Minho hyung," ucap Wonwoo.

Hyunbin tersenyum samar. Ia mendengar nada penolakan dari Wonwoo.

"Bagaimana kau bisa bicara begitu jika sudah tahu hal yang sebenarnya?" Hyunbin menelengkan kepalanya. "Kau pernah melihat Areum bagaimana gadis itu jika sedang kesal, sedih, putus asa, atau marah? Kalau iya, tandanya ia menunjukkan perasaannya dengan jujur." Hyunbin tersenyum penuh pengertian. "Kalau kau mau lebih dekat dengannya, kau harus berusaha mengerti lebih tentang Areum."

Wonwoo memberikan tatapan menantang ke arah Hyunbin. Ia tidak peduli jika pria di hadapannya itu kini merupakan anak dari pemegang sebagian saham agensi tempatnya bernaung.

"Kau mau bicara apa sebenarnya?"

Hyunbin tertawa kecil. "Aku mau bersaing sehat denganmu. Aku tahu kau menyukai Areum, begitu juga denganku."

Rahang Wonwoo mengeras. Ia balik memandang ke dalam mata Hyunbin dengan tatapan datar. Walupun Hyunbin mengatakannya dengan santai, entah mengapa Wonwoo mendengarnya sebagai sebuah ejekan. Seperti Hyunbin sudah tahu hasilnya bahwa Areum akan memilih dirinya ketimbang Wonwoo.

Hyunbin menepuk bahu Wonwoo dengan bersahabat. "Aku bisa kan menitipkan Areum padamu? Boleh aku minta nomor teleponmu? Aku harus memastikan bahwa Areum bersama dengan orang yang tidak berbahaya." Hyunbin menyodorkan ponselnya ke arah Wonwoo.

Pria itu terdiam selama beberapa saat. Akhirnya ia mengalah. Dengan enggan, Wonwoo menyambut ponsel Hyunbin dan menuruti permintaan pria itu. Setelah selesai, ia mengembalikannya kepada sang pemilik.

"Masih ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Wonwoo.

"Selesaikan masalahmu dengan Areum. Aku titip dia," Wonwoo mengangguk menyanggupi.

Hyunbin tampak puas. Ia berlalu mendahului Wonwoo menuju meja dimana Areum sedang asyik menikmati cheese cake-nya.

"Aku pergi sekarang. Kau bisa menjaga diri?" tanya Hyunbin pada Areum begitu sampai.

Areum mengangkat wajahnya. Ia tersenyum dan mengangguk mendengar pertanyaan Hyunbin. "Siap, oppa!"

Hyunbin tersenyum. Ia memberikan satu usapan pelan di kepala Areum sebelum beralih kepada sisa ketiga orang lainnya untuk berpamitan. 

---

Hyunbin tiba di kafe miliknya. Ia menyapa beberapa pegawainya yang ia temui. Dengan langkah lebar-lebar ia menaiki tangga menuju ruangan miliknya di lantai dua. Saat masuk tadi, karyawannya yang bertugas sebagai kasir memberitahu bahwa Jeonghan sudah menunggunya di atas. Pria itu pasti datang untuk mengetahui hasil dari konsultasi Areum dengan psikiater hari ini.

"Sudah lama menunggu?" sapa Hyunbin begitu membuka pintu.

Jeonghan mengangkat wajahnya dari majalah yang sedang ia baca. "Cukup lama hingga aku bisa menghabiskan satu cup besar ice americano." Hyunbin terkekeh mendengar jawaban sahabatnya itu. "Jadi kau pergi kemana saja hingga selama itu? Dan mana Areum? Ia tidak ikut denganmu kemari?"

Hyunbin menjatuhkan tubuhnya di atas kursi putar yang empuk. "Kali ini sesinya berlangsung dengan baik dan lebih cepat dari biasanya," Hyunbin menunggu reaksi Jeonghan. "Karena tidak ada hal lain, aku sempat mengajaknya jalan-jalan sebentar. Lagi pula hari ini Areum mendapat shift kerja malam. Jadi dia tidak ikut denganku ke sini."

"Ya!" Jeonghan meninggikan nada suaranya. Ia kemudian tersadar. Jeonghan kembali menyandarkan punggungnya di sofa yang empuk. "Seharusnya kau bilang dulu padaku jika ingin membawanya jalan-jalan."

"Mian," Hyunbin hanya nyengir tanpa merasa bersalah.

"Kalau begitu sekarang dia ada di apartemen?" tanya Jeonghan lagi.

"Sepertinya dia masih belum selesai jalan-jalan," ucap Hyunbin enteng. Ia mulai menghidupkan layar laptopnya untuk mengurus pekerjaan.

"Maksudmu?" tanya Jeonghan tak mengerti. Pria itu menegakkan punggungnya kembali ketika menyadari arti ucapan Hyunbin. "Kau tidak mengantarnya pulang sampai apartemen?!"

Hyunbin mengernyitkan dahinya mendengar suara Jeonghan. Itu bukan pertanyaan, tapi seruan.

"Tenang saja, Yoon Jeonghan. Lagipula dia sudah dua puluh satu tahun. Areum cukup dewasa untuk pulang sendiri ke rumahnya," ucap Hyunbin santai. "Aku tidak mau terlalu mengekangnya seperti dirimu. Lagipula aku meninggalkannya dengan berbagai persyaratan. Ia juga kini tidak pergi sendiri."

Jeonghan mengusap wajahnya dengan kesal. "Kau ini," lenguh Jeonghan. Ia tidak bisa berkata-kata. "Kau mengutus mata-mata untuk mengikutinya?"

Hyunbin mendengar pertanyaan Jeonghan dan seketika tawanya pecah. "Untuk apa aku menyewa mata-mata. Areum tidak melakukan tindakan kriminal." Hyunbin harus berusaha keras menghentikan tawanya jika tidak ingin kemarahan Jeonghan meluap. "Aku menitipkan Areum pada Jeon Wonwoo. Tadi kita tidak sengaja bertemu dengannya saat sedang jalan-jalan."

"Oh Hyunbin! Kau gila!" Jeonghan berteriak. Ia bahkan berdiri dari sofa yang didudukinya.

"Jangan berteriak, Yoon Jeonghan. Kau bisa membuat pelangganku pergi ketakutan," jawab Hyunbin santai. Pandangannya tetap terarah ke layar laptop.

"Bagaimana bisa kau santai begitu? Wonwoo adalah orang pertama yang harus aku awasi jika menyangkut Areum. Kau kan sudah tahu sendiri masalahnya bagaimana," seru Jeonghan.

Hyunbin memutar tubuhnya hingga tepat berhadapan dengan Jeonghan. Kedua tangannya terlipat di atas meja.

"Kau bertingkah berlebihan," komentar Hyunbin. "Seharusnya kau melihat bagaimana interaksi Areum dan Wonwoo secara langsung. Ambil saja sisi positifnya. Mungkin keberadaan Wonwoo bisa membawa dampak baik bagi perkembangan Areum. Lagipula Wonwoo tidak mungkin bertingkah macam-macam pada adik sepupumu itu."

Jeonghan mengerang pelan. Ia kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa. Ia tidak bersuara lagi. Dalam diam, Jeonghan berusaha memikirkan tiap kata yang barusan didengarnya dari mulut Hyunbin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top