Inner Conflict
"Sayang!" panggil Hyunbin untuk kesekian kalinya.
"Eoh?" Areum tergeragap. Ia menoleh ke arah kekasihnya itu dengan cepat.
Hyunbin menghela napas. Sepanjang hari ini, Areum terlihat sangat tidak bersemangat dan tidak fokus. Bukan sekali dua kali saja Areum bereaksi seperti tadi. Sepertinya gadis itu sedang punya masalah sehingga pikirannya tidak berada di tempat.
"Aku bertanya, kau lebih suka desain yang mana?" ucap Hyunbin mengulang pertanyaannya.
Areum mengerjap-erjapkan matanya. Ia mengarahkan pandangannya ke layar laptop dimana Hyunbin menunjukkan dua buah desain brosur promosi yang akan dilangsungkan di kafe miliknya. Seketika raut wajah Areum berubah. Ia berusaha kembali fokus dengan diskusi mereka berdua.
"Aku lebih suka yang kiri. Manis dan elegan, sesuai konsep kafenya. Lagipula terlihat lebih simpel dan enak dilihat," ucap Areum menyampaikan pendapatnya.
Hyunbin menyelami isi pikiran Areum. Ia sudah tidak peduli dengan komentar kekasihnya.
"Ada hal yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya Hyunbin to the point.
Kedua mata Areum melebar. Ia buru-buru menutupi keterkejutannya dengan kekehan canggung. Jangan sampai Hyunbin merasa terabaikan olehnya.
"Tidak, oppa," elak Areum sembari mengusap tengkuknya dengan sebelah tangan. "Aku hanya capek saja. Semalaman aku begadang untuk memperbaiki tulisanku. Maafkan aku jika tidak fokus."
"Kau ingin pulang saja?" tawar Hyunbin. Pandangan matanya tidak pernah meninggalkan Areum sedetik pun.
"Hmm, bolehkah?" Areum melirik takut-takut ke arah cowok di hadapannya. "Ah, lupakan saja. Kita kan sudah sebulan tidak bertemu. Ayo lanjutkan kencan kita setelah urusan pekerjaan ini beres."
"Kau yakin? Aku takut kau akan jatuh sakit jika kurang istirahat," ucap Hyunbin cemas. "Lihat saja, kantung matamu sudah membesar seperti itu."
Areum segera mengeluarkan ponsel dan melihat bayangan wajahnya yang memang sangat kusut. Sebenarnya akhir-akhir ini ia memang selalu terjaga sampai pagi. Pikirannya masih saja dipenuhi oleh pernyataan cinta Wonwoo, padahal sebulan sudah berlalu. Walaupun sudah menyibukkan diri dengan bahan sidang dan tanggungan naskah novel ketiganya, tetap saja ia tidak bisa melupakan hari itu.
Areum terkekeh, "Aku terlihat seperti panda. Tambah imut kan, oppa?"
Hyunbin tertawa. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala Areum. "Kau selalu imut, sayang." Hyunbin menarik tangannya dan mulai membenahi laptop di atas meja. "Ayo aku antar kau pulang. Besok lagi saja kita jalan-jalannya."
"Benarkah?" tanya Areum sangsi.
"Tentu saja. Aku tidak mau ambil resiko kau jatuh pingsan di tengah acara kencan kita," ucap Hyunbin. Ia sudah selesai membereskan barang-barangnya dan memanggil salah satu pelayan untuk mengantarkan ke ruang kerjanya.
Areum mengamati sosok Hyunbin dari samping. Jika dipikir-pikir, ia sungguh sangat beruntung mendapat kekasih sepertinya. Perhatian, baik hati, mapan, mandiri, ditambah lagi rupanya yang tak kalah dengan para idol. Benar-benar gambaran sempurna sosok pendamping hidup idaman. Tapi mengapa Areum masih memikirkan pria lain.
Senyuman Hyunbin menarik Areum dari alam pikirannya yang ruwet. Pria itu memberi kode agar Areum segera bangkit dan mengikuti dirinya.
Gadis itu tersadar. Areum balas tersenyum. Ia menyampirkan tasnya di bahu dan mengikuti langkah Hyunbin menuju mobilnya yang terparkir di luar. Cowok itu segera menggenggam sebelah tangan Areum yang bebas ketika mereka berjalan bersisian.
Areum menengadahkan kepalanya, melihat siluet wajah sang kekasih yang jangkung itu. Benar. Seharusnya ia hanya melihat Hyunbin seorang. Pria di sebelahnya ini sudah menolongnya dalam banyak hal.
---
"Argh, sial!" tanpa sadar Wonwoo membanting mouse di genggaman tangannya.
Seungcheol maupun Chan yang sedang berada satu ruangan dengannya berjengit terkejut. Wonwoo jarang sekali mengeluarkan umpatan. Bahkan ketika kalah dalam permainan pun, cowok itu bisa menahan rasa kesalnya.
"Kau kenapa sih?" gerutu Seungcheol.
"Sudah lebih dari dua kali hyung mengumpat dalam kurun waktu dua jam ini," komentar Chan.
Wonwoo mengalihkan pandangannya dari monitor komputer. Cowok itu beranjak dari kursinya dan menjatuhkan diri di atas kasur sebelah Chan. Enggan menjawab, Wonwoo memilih diam dan menutup kedua matanya, berpura-pura akan tidur.
"Kau aneh. Belakangan ini kau terlihat lebih sering kesal tiba-tiba. Entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, kau bahkan terlihat malas untuk membuka ponsel. Beda sekali dengan Wonwoo yang kukenal," komentar Seungcheol lagi.
"Benar juga," timpal Chan ketika menyadari sesuatu. Maknae grup Seventeen itu mengguncang-guncangkan bahu Wonwoo agar kembali membuka matanya. Ia menuntut penjelasan. "Hyung, ada sesuatu yang sedang kau sembunyikan dari kami? Ceritakan saja jika kau sedang ada masalah."
Wonwoo mengerang kecil. Tindakan Chan itu sungguh mengganggu dirinya. "Aku sedang tidak ingin diganggu, Lee Chan."
"Jangan-jangan semua ini berkaitan dengan perkataanmu waktu itu," ucap Seungcheol. "Apa kau benar-benar berhasil menjadi perusak hubungan orang?"
Mendengar ocehan teman sekamarnya, kedua mata Wonwoo membelalak lebar. Cowok itu melempar sebuah bantal yang berada paling dekat dengannya ke arah Seungcheol. Yang mendapat serangan hanya tertawa keras merasa menang.
Wonwoo menghela napas panjang. Ia berbaring terlentang dan mengamati langit-langit kamarnya yang tanpa noda. Seungcheol menghentikan tawanya. Lee Chan juga terdiam mengamati hyung-nya itu. Mereka berdua menunggu penjelasan dari Wonwoo.
"Aku memutuskan untuk menyerah," ucap Wonwoo selirih angin. "Seventeen pernah goyah karena masalah skandal Jihoon, aku tidak mau menambah beban kalian dengan membuat skandal baru."
"Ya! Jangan berpikir bahwa kau adalah beban bagi kami," seru Seungcheol. Lee Chan mengangguk menyetujui.
"Jadi, bagaimana ceritanya hyung?" tanya Chan memecah keheningan yang tercipta.
"Aku menyatakan perasaanku dan aku ditolak," sungguh kalimat penjelasan tersingkat yang pernah ada. Wonwoo membenahi posisi tidurnya. "Lagipula dari awal aku benar-benar gila. Untuk apa aku mengejar-ejar wanita yang sudah memiliki kekasih."
"Kau begitu hyung?" Lee Chan kembali membungkam mulutnya ketika mendapat tatapan tajam dari Seungcheol. Member termuda itu berdeham kecil membersihkan kerongkongannya dengan salah tingkah. "Jadi, siapa wanita itu?"
Wonwoo melihat ke arah Seungcheol dan Lee Chan bergantian. Melihat wajah-wajah penasaran itu, membuat niat jahil Wonwoo bangkit. Sembari menunjukkan senyum menyebalkannya, Wonwoo membalikkan tubuh hingga berbaring terkurap.
"Aku mengantuk. Selamat malam!"
"Ya! Jeon Wonwoo!" pekik Seungcheol dan Lee Chan bersamaan.
---
Areum bergegas menghampiri Jeonghan yang tampak kacau. Gadis itu segera melesat menuju kafe milik Hyunbin begitu mendengar kabar bahwa kakak sepupunya kembali ke Seoul lebih cepat karena ada berita tidak mengenakkan mengenai idol pria kelahiran 1995 itu. Ia bahkan meninggalkan meeting bersama sutradara yang berencana membahas naskah yang baru saja selesai ia revisi. Sembari mengucapkan banyak permintaan maaf, pikiran Areum berkelana mengkhawatirkan Jeonghan.
"Jeonghan oppa!" panggil Areum di ambang pintu.
Jeonghan menoleh. Ia menunjukkan senyuman lelah ke arah gadis berambut panjang itu. Setibanya di Seoul, Jeonghan langsung berangkat ke kantor dan membahas mengenai skandalnya yang sudah meluas. Ia bahkan belum sempat beristirahat. Pria itu memutuskan untuk mampir ke kafe Hyunbin sebelum ke rumah. Ia membutuhkan tempat yang aman untuk mendinginkan kepala sebelum menghadapi berbagai pertanyaan yang pasti akan dilontarkan oleh Ibu dan adiknya.
Areum memberi kode agar Hyunbin meninggalkan dirinya dan Jeonghan berdua saja di ruang kerja pemilik kafe itu. Hyunbin mengerti. Tanpa banyak kata, ia berlalu ke luar ruangan. Sebelum benar-benar pergi, ia menjatuhkan kecupan ringan di puncak kepala Areum.
"Dia terlihat kacau. Semoga kau bisa membantunya," ucap Hyunbin lirih hingga hanya dapat didengar oleh kekasihnya itu.
Areum mengangguk mantap. Ia melemparkan senyum manisnya sebelum menutup pintu ruangan.
"Kau sedang tidak sibuk?" tanya Jeonghan.
Areum menggeleng. Tidak mungkin ia menjawab hal yang sebenarnya, Jeonghan pasti akan makin diliputi oleh perasaan bersalah jika tahu bahwa Areum meninggalkan pekerjaan demi dirinya. Ia berjalan menghampiri Jeonghan yang terduduk diam di sofa. Gadis itu ikut menjatuhkan diri di samping kakak sepupunya.
"Mau peluk?" tawar Areum.
Jeonghan tertawa kecil. Areum selalu menawarkan sebuah pelukan ketika saudara-saudaranya membutuhkan semangat. Kebiasaan dari kecil.
Pria itu tidak menolak. Jeonghan menyambut rengkuhan yang ditawarkan Areum dengan senang hati. Perasaannya membaik ketika adik sepupunya itu memberikan tepukan-tepukan ringan di punggungnya.
"Gwenchanha. Semua pasti akan berlalu," ucap Areum menenangkan kegundahan hati Jeonghan. "Pasti banyak orang di luar sana yang tidak begitu saja percaya akan skandalnya. Lagipula gosip miring aneh seperti itu pasti akan berlalu seperti tertiup angin."
Jeonghan menguraikan pelukan mereka. Pria itu sedikit terhibur mendengar kalimat yang diucapkan dengan lucu oleh Areum. Ia jadi merasa gemas dengan adik sepupunya itu.
"Kau sekarang sudah pandai berkata-kata ya," ucap Jeonghan setengah meledek. "Adikku sudah dewasa."
Areum mengerucutkan bibirnya. Ia memukul pelan sebelah lengan Jeonghan. Pria itu tertawa lepas karena berhasil menjahili sang adik. Melihat perubahan suasana hati Jeonghan yang sedikit membaik, senyum Areum perlahan mengembang.
"Jadi, mau cerita?" Tanya Areum berhati-hati. Ia sangat mengenal watak kakak sepupunya itu yang selalu memilih menyimpan perasaannya sendiri ketimbang membaginya.
"Hmm, bagaimana ya?" Jeonghan langsung mendapatkan tatapan horror dari Areum. Pria itu akhirnya mengakhiri kejahilannya. "Arra, arra. Aku merindukan cokelat panas buatanmu. Bisakah kita mengobrol sembari menikmati minuman itu?"
Areum mengalah dan akhirnya mengangguk. "Baiklah, akan aku buatkan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top