First Hang Out
Wonwoo meletakkan laptop milik Areum di atas meja, namun ia memastikan bahwa gadis itu tidak akan kembali meraihnya. Ia kemudian mengeluarkan dua buah novel fiksi dari dalam tas ranselnya. Wonwoo meletakkan keduanya di atas meja.
"Oppa menyuruhku untuk membaca novel setebal ini?" tanya Areum bingung.
"Tidak perlu dibaca semua," kata Wonwoo enteng. "Baca saja bagian dari ceritanya secara asal."
Entah untuk keberapa kalinya Areum dibuat bingung dengan kelakuan ajaib cowok di hadapannya dalam waktu satu hari ini. Namun gadis itu tidak protes. Ia meraih salah satu novel yang disodorkan Wonwoo. Areum tidak serta merta menuruti omongan pria itu. Ia tampak malas-malasan membaca sinopsis di cover belakang novel sembari memainkan beberapa halaman dengan jari-jemarinya.
"Cerita yang akan kau buat," seru Wonwoo berusaha menarik perhatian Areum. "Apa temanya?"
"Hm, cerpen romance sih," jawab Areum. "Temanya bisa apa saja, tapi ketentuannya adalah membuat cerita yang menyedihkan."
Wonwoo bersiul. "Aku baru mendengar ada ketentuan yang berbunyi seperti itu."
"Karena itu, aku juga bingung bagaimana harus menulisnya," keluh Areum.
Wonwoo menjentikkan jarinya antusias. Ia kemudian memajukan tubuhnya ke arah Areum. Melihat antusiasme pria di hadapannya, Areum ikut penasaran. Gadis itu menumpukan sebagian beban tubuhnya di atas meja saat Wonwoo menyuruhnya mendekat.
"Menyedihkan tidak harus selalu berakhir sad ending kan?" Areum berpikir sejenak. Ia kemudian mengangguk perlahan. "Kita bisa buat tokoh utamanya menderita. Bukan karena orang lain, tapi karena dirinya sendiri."
"Maksudnya?" tanya Areum tak mengerti.
Wonwoo membersihkan tenggorokannya dengan berdeham kecil. "Kau tahu istilah 'musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri'?" Areum lagi-lagi mengangguk. "Kau tahu, di cerita romance sering kali tokoh utamanya disakiti karena perbuatan jahat tokoh kedua." Areum menyetujui ucapan Wonwoo. "Kita bisa buat tokoh utamanya tersiksa oleh perasaannya sendiri yang plin-plan karena sikap tokoh kedua yang kelewat baik."
Areum menyandarkan punggungnya di kursi. Ia mengetuk-etukkan jarinya di dagu. "Hmm, permainan trik psikologi?"
Wonwoo mengangguk semangat. "Buat cerita yang tidak biasa namun tetap diberi 'bumbu manis'," Wonwoo memberikan kode tanda kutip ketika mengucapkan dua kata terakhir. "Aku yakin jalur cerita yang tidak mudah tertebak, alur yang tidak biasa, namun dengan pengemasan yang ringan bisa membuat banyak pembaca tertarik."
Areum kembali mencondongkan tubuhnya ke arah Wonwoo. "Ide bagus!" Sudut-sudut bibir gadis itu terangkat.
Wonwoo yang melihatnya sampai dibuat salah tingkah. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Cepat-cepat ia menutupi wajahnya yang memerah dengan sebelah telapak tangan sebelum Areum menyadari perubahan raut wajahnya. Wonwoo tersipu hanya dengan melihat senyum dan ketertarikan Areum pada idenya!
"Kalau begitu aku harus mencari banyak referensi dan mempelajarinya terlebih dahulu."
Wonwoo mengangkat wajahnya. "Hm, besok jadwalku kosong," ucap Wonwoo.
Areum mengangkat kedua alisnya. Ia menelengkan kepala. Pandangannya tetap terpaku pada kedua manik mata Wonwoo.
Salah tingkah karena mendapat perlakuan seperti itu, Wonwoo berdeham kecil. "Ah, lupakan saja."
Gadis itu justru tertawa kecil. Ia bertepuk tangan sendiri. Sepertinya Areum sangat menikmati kegugupan yang sedang dirasakan Wonwoo.
"Baiklah baiklah, bagaimana kalau besok kita pergi ke toko buku bersama?" tawar Areum, mengerti arti di balik perkataan pria itu. "Setelah itu, kita bisa menghabiskan waktu dengan membaca dan berdiskusi. Punya partner begini, rasanya tidak buruk juga."
Wonwoo mengangguk senang. "Call! Besok pukul sembilan pagi di toko buku blok A."
Areum mengangguk menyetujui. Senyuman manis tidak pernah meninggalkan wajah jelitanya. Gadis itu kemudian tersadar bahwa sedari tadi mereka berdua sudah banyak bicara namun Wonwoo belum memesan satu minuman pun.
"Oppa, tidak pesan minum?" tanya Areum heran.
"Ah," Wonwoo bahkan baru tersadar. Tujuan utamanya kemari memang menemui Areum. Begitu melihat orang yang dicarinya sedang duduk memandangi layar laptop dengan pandangan kosong, Wonwoo langsung menghampirinya. Ia bahkan lupa untuk memesan menu terlebih dahulu. "Aku ingin hot vanilla latte seperti biasa."
"Baiklah, aku akan minta pesananmu dibuatkan," Areum berdiri dari duduknya.
Wonwoo segera menahan Areum dengan memegang pergelangan tangannya. Gadis itu melayangkan tatapan heran.
"Aku mau kau yang membuatnya," ucap Wonwoo.
Areum terkekeh kecil. "Aku barista yang buruk. Kau akan menyesal minum kopi buatanku."
"Ayolah," pinta Wonwoo seperti anak kecil. "Hitung-hitung sebagai balasan akibat ide sumbanganku tadi. Kalau tidak enak, aku akan berpura-pura bilang enak dan minum banyak air mineral setelahnya."
Tawa Areum pecah. "Baiklah, baiklah. Oppa menang. Tunggu saja disini, aku tidak akan lama."
---
Wonwoo menendang-nendang kerikil dengan ujung sepatunya. Ia mengarahkan pandangannya ke bawah. Saat ini ia sedang sangat gugup.
Kemarin ia menghabiskan waktu dengan Areum. Mereka membicarakan banyak hal. Wonwoo dan Areum bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing. Sikap ceria gadis itu membuat dirinya merasa nyaman. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali bisa bercakap-cakap dengan lawan jenis selama itu.
Dari obrolan mereka tempo hari, Wonwoo jadi tahu bahwa Areum adalah mahasiswa tingkat akhir di jurusan Sastra Inggris. Ketertarikan gadis itu dibidang menulis sudah ada sejak sekolah menengah pertama. Sedangkan minat membaca Areum ternyata sudah terlihat dari masa kanak-kanak. Di umurnya yang lima tahun, gadis itu sudah lancar membaca layaknya anak sekolah dasar. Wonwoo jadi makin kagum pada sosok gadis itu setelah mendengar cerita Areum.
Ponsel Wonwoo berdering. Begitu melihat siapa yang menghubunginya, wajah pria itu berubah cerah. Dengan segera ia menjawab panggilan itu.
"Wonwoo oppa, dimana? Aku tidak melihatmu," suara Areum terdengar dari seberang sana.
"Aku berdiri tepat di depan toko buku," ucap Wonwoo. Ia lupa kalau dirinya sedang memakai pakaian yang sangat tebal, mungkin saja Areum tidak menyadari bahwa itu dirinya. "Aku memakai jaket berwarna cokelat." Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekitar.
"Aku pakai coat warna krem," balas Areum di seberang. "Coba oppa lambaikan tangan."
Wonwoo menuruti perkataan Areum. Namun ia tidak mendengar tanda-tanda bahwa Areum telah menemukannya, akhirnya ia menurunkan tangannya kembali. "Kau dimana? Biar aku saja yang menghampirimu."
"Aku di depan toko buku persis, tapi aku tidak melihat oppa," ucap Areum. Terdengar suara gadis itu yang meminta maaf karena menghalangi jalan. "Aku kini berdiri di seberang toko bunga."
"Toko bunga?" Wonwoo mengernyitkan dahinya. Tidak ada toko bunga satu pun di daerah sana. "Kau yakin berdiri di depan toko bunga?"
Areum mengiyakan. "Flaurent florist," ucap Areum lagi membaca papan nama toko.
Wonwoo seketika sadar. Mereka berada di depan toko buku yang berbeda! Tawa Wonwoo pecah. Di seberang, Areum terdengar keheranan dengan tawa pria itu.
"Baiklah," ucap Wonwoo setelah tawanya mereda. "Kau tunggu disitu ya. Sepuluh menit lagi aku akan sampai." Wonwoo memutuskan sambungan telepon tanpa repot-repot menjelaskan pada Areum.
---
Kedua orang itu keluar dari toko dengan membawa paper bag masing-masing. Senyum lebar terkembang di wajah Areum dan Wonwoo. Setelah melewati kejadian memalukan, akhirnya mereka berdua bertemu juga. Kalau diingat-ingat, tidak ada yang salah dengan keduanya. Di blok A memang ada dua toko buku. Hanya saja posisinya berjarak sekitar dua puluh lima meter jauhnya.
"Dingin," ucap Areum. Ia menoleh ke arah pria jangkung di sampingnya. "Mau minum kopi?"
Wonwoo mengangguk. Pria itu terpaku dengan wajah cantik Areum yang kini berada sangat dekat dengan dirinya. Apalagi wajahnya memerah karena menahan dingin.
Gadis itu berjalan dengan langkah-langkah riang mendahului Wonwoo. Ia memasuki sebuah cafe yang berada tak jauh dari sana. Sambil menahan senyum, Wonwoo mengekori langkah Areum. Entah mengapa kini ia membayangkan dirinya sedang berkencan dengan gadis itu. Bukan hanya sekadar jalan sebagai seorang teman.
"Seperti biasa?" tanya Areum pada Wonwoo yang dibalas oleh anggukan.
"Hot vanilla latte satu, cokelat panas satu," Areum mengucapkan pesanan mereka pada pelayan. Areum membuka tasnya untuk mengambil dompet, namun Wonwoo sudah terlebih dahulu mengulurkan kartu dari balik punggung Areum ke arah pelayan.
Selesai membayar, Wonwoo segera berlalu menuju kursi yang berada di dekat jendela. Areum hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Wonwoo. Hari ini ia jadi tahu bahwa pria bermarga Jeon itu sangat impulsif. Sepertinya ia penganut pepatah "Talk less Do more".
Areum membawa dua cangkir di atas nampan ke arah meja yang dipilihkan Wonwoo. Pria itu mengangkat pandangannya dari buku yang dibaca.
"Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum.
Areum meletakkan pesanan mereka di atas meja. Gadis itu kemudian dengan semangat mengeluarkan buku yang baru saja dibelinya dari dalam paper bag. Ia tidak sabar ingin membacanya.
Melihat gadis di hadapannya kesulitan membuat segel buku, Wonwoo mengambil alih pekerjaan itu. "Lepas dulu sarung tanganmu," ucap Wonwoo singkat.
Areum segera tersadar. Bagaimana ia bisa membuka plastik pembungkus buku jika tangannya saja terhalang oleh kain sarung tangan tebal yang dipakainya. Areum menerima buku yang diangsurkan Wonwoo kepadanya. "Terima kasih."
Sebagai balasan Wonwoo mengangguk kecil. Ia mengamati detail pergerakan Areum di hadapannya. "Kau tidak kuat dingin ya?"
Penampilan Areum saat ini sudah benar-benar terbungkus, padahal musim dingin sudah akan berakhir. Pakaiannya berlapis-lapis. Kemeja putih, sweater tanpa lengan berwarna cokelat, kemudian coat tebal panjang berwarna senada. Tidak ketinggalan syal berwarna cokelat melingkar manis di lehernya. Rambut panjang gadis itu dibiarkan tergerai, alasannya sebagai pelindung agar leher dan telinganya tidak terkena angin dingin. Sarung tangan tebal berwarna krem juga membungkus tubuhnya dengan sempurna.
Areum mengangguk. Ia melonggarkan ikatan syal yang sedari tadi ia gunakan juga untuk masker. Gadis itu menyisir rambutnya dengan tangan.
"Ujung hidung dan telingaku akan cepat memerah jika terkena dingin," jelas Areum.
"Ternyata kau juga pakai kacamata," ucap Wonwoo lagi.
Areum membenahi letak kacamatanya. "Minus tiga," Wonwoo terkejut mendengarnya. Areum mengangguk tegas meyakinkan pria di hadapannya lagi. "Serius. Aku sudah menggunakannya sejak di bangku SMA. Tapi akhir-akhir ini aku jadi lebih memilih memakai soft lens."
"Kenapa?" tanya Wonwoo sambil menyesap kopinya. "Kalau aku kan karena tuntutan pekerjaan. Minusmu lumayan besar, akan lebih enak kalau memakai kacamata."
Areum mengangguk menyetujui perkataan Wonwoo. "Mau saja," jawabnya singkat. Ia kemudian menelengkan kepalanya. "Kalau aku pakai kacamata, terlihat sangat aneh kan? Seperti nerd?"
Wonwoo tertawa mendengar penuturan gadis itu. "Ya! Jangan pikirkan perkataan orang. Lagipula siapa yang menyebutmu nerd?"
"Seseorang," jawab Areum sambil memanyunkan bibirnya.
Wonwoo mencibir. "Tapi orang itu memang tidak salah," Wonwoo memajukan duduknya. Ia berbisik tepat di telinga gadis itu. "Kau memang seorang kutu buku."
"Jeon Wonwoo!" pekik Areum gemas. Ia mendorong bahu Wonwoo agar menjauh. Jujur saja ia kesal, apalagi pria itu kini sedang tertawa sambil memegangi perutnya. Terlihat sangat puas. "Aish, chincha."
"Mian, mian," Wonwoo berusaha mengatur napas agar tawanya berhenti. Ia kemudian tersenyum. "Kalau memang lebih nyaman pakai kacamata, pakai saja. Aku tahu betapa menyiksanya soft lens itu." Wonwoo memain-mainkan gagang cangkir minumannya. "Lagipula, kau adalah seorang kutu buku yang manis. Jadi bisa dimaafkan."
Areum mengangkat kedua alisnya. Ia kemudian mendengus dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Pantas saja Jeonghan oppa melarangku untuk bergaul dengan kalian. Dasar penggoda wanita!" gerutu Areum lirih.
"Aku bisa mendengarnya," ucap Wonwoo santai.
"Jeon Wonwoo. Apa kau bisa mengucapkan kalimat tadi dengan sesantai itu? Kau benar-benar seorang playboy yang handal ya," komentar Areum.
Wonwoo menatap kedua mata gadis di hadapannya. "Apa aku terlihat santai?" Areum tidak menjawab. Ia hanya diam menatap balik manik mata Wonwoo. "Ah, sudahlah lupakan saja." Wonwoo mengedikkan dagunya pada buku yang berada di genggaman Areum. "Kau jadi mau membacanya atau tidak?"
Areum mengalihkan pandangan pada buku di tangannya. Ia mengangguk. Jemarinya membuka halaman pertama buku itu.
"Aku akan membaca. Oppa juga membaca saja."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top