Call Me Oppa
Areum membuka pintu kamar Jeonghan dengan perlahan. Ia mendapati kakak sepupunya itu sedang tidur dengan tenang. Disamping kasur, Jaerim tertidur dengan kepala menumpu pada lengannya yang terlipat. Areum menghembuskan napas lega. Dengan hati-hati ia kembali menutup pintu.
"Jeonghan hyung sudah tidur?" sebuah suara berat mengagetkan Areum. Gadis itu hampir saja berteriak, untung saja ia bisa menahannya, kalau tidak ia bisa membangunkan Jeonghan yang sudah susah payah jatuh dalam tidurnya.
"Kau mengejutkanku," desis Areum kesal sambil memukul lengan pelan orang yang mengagetkannya barusan. Ia berjalan melewati orang di hadapannya menuju dapur.
"Mian, hehe," ucap Wonwoo tanpa merasa bersalah. Pria itu mengikuti langkah kaki Areum.
Siang tadi, Jaerim mendapat kabar bahwa sang kakak masuk ke UGD karena mengalami demam tinggi dari salah seorang manajer Seventeen. Tanpa pikir panjang ia meninggalkan santap siangnya dan segera menuju ke rumah sakit. Ia bahkan melupakan fakta bahwa masih ada jadwal ujian untuk sore nanti. Jaerim hanya khawatir karena kakaknya itu memiliki riwayat penyakit tipus. Ia takut penyakit kakaknya kambuh karena terlalu lelah dengan pekerjaannya akhir-akhir ini.
Sesampainya di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa Jeonghan terserang penyakit flu. Dokter menyarankan agar pria itu banyak beristirahat. Tidak ada penyakit serius yang dideritanya. Jaerim mengucapkan syukur. Setelah memastikan bahwa sang kakak sudah mengalami perbaikan, gadis itu menghubungi Areum untuk bergantian menjaga Jeonghan. Jaerim harus segera kembali ke kampus untuk ujian.
Setelah Jaerim pergi, tak lama kemudian dokter memperbolehkan Jeonghan pulang. Areum menemani kakak sepupunya itu kembali ke dorm menggunakan van Seventeen dengan diantar Minho. Sambil menunggu Jaerim pulang dari kuliah, Areum memutuskan untuk izin tidak bekerja di cafe karena harus menunggui kakaknya itu. Yah, Areum sangat tahu. Jeonghan bisa menjadi sangat rewel kalau sedang sakit. Ia sampai dibuat kewalahan karenanya.
Beruntung kini Jaerim sudah datang. Jeonghan berhasil dipaksa untuk makan bubur oleh Jaerim. Walaupun kakak beradik itu sering bertengkar, Areum tahu bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain. Lihat saja, Areum tidak bisa membuat Jeonghan tidur, namun hanya dengan diberi tepukan-tepukan pelan di puncak kepala oleh sang adik, Jeonghan akhirnya bisa terlelap.
Areum menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan. Ia tampak sangat lelah.
Wonwoo mengangsurkan gelas berisi air hangat ke depan gadis itu. Areum mengangkat wajahnya yang kusut dan memandang kedua mata gelap Wonwoo.
"Minumlah," kata Wonwoo singkat. Baru kali ini ia tidak mendapati senyuman yang selalu ada di wajah manis itu.
"Terima kasih," Areum menurut dan menghabiskan isi gelasnya.
"Melelahkan ya, hmm?" tanya Wonwoo lembut. Pria itu menarik kursi dan duduk di hadapan Areum.
Areum memaksakan sebuah senyum dan memandang wajah khawatir pria di depannya. Ia menggeleng. "Aku sudah biasa mengurus Jeonghan oppa. Ada masalah lain yang sedang kupikirkan."
Wonwoo mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Pantas saja sedari tadi gadis ini tampak tidak bersemangat.
"Kau boleh cerita padaku kalau mau." Melihat raut wajah keheranan dari sang lawan bicara, Wonwoo melanjutkan, "Kan kita sudah jadi teman."
Areum tertawa kecil mendengarnya. Wonwoo terpaksa ikut terkekeh saking gugupnya. Suaranya malah berubah menjadi sangat aneh. Pria itu berdeham kecil.
"Aku tidak memaksamu untuk cerita kalau kau memang tidak mau," lanjutnya lagi.
Areum menggeleng. Sebuah senyuman tulus terkembang di wajahnya. Gadis itu menatap kedua bola mata Wonwoo dengan tatapan lembut. Wonwoo sampai salah tingkah dibuatnya.
"Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku, Wonwoo-ssi," kata Areum.
Keheningan menyelimuti keduanya. Wonwoo tidak berani buka suara karena ia masih tidak yakin apakah Areum akan cerita atau tidak. Pria itu mengamati raut wajah Areum yang sedang menunduk memainkan jemarinya dengan gelisah. Yah, lagipula sebenarnya Wonwoo dan Areum tidak terlalu dekat. Wonwoo bahkan masih belum tahu sedikit pun mengenai kehidupan gadis itu.
"Hmm, baru kali ini aku melihatmu memakai kacamata Wonwoo-ssi."
Ya, sudah jelas gadis itu tidak akan berbagi kegundahannya dengan Wonwoo. Areum tampak menyetir pembicaraan ke arah lain. Wonwoo menghela napas. Mungkin masih belum waktunya, pikir Wonwoo menghibur diri sendiri.
"Aku sedang lelah memakai contact lens. Apa aku terlihat aneh dengan kacamata?" tanya Wonwoo. Ia melepas kacamata dan mengamati benda ditangannya itu.
"Tidak, tidak, kau tampak cocok menggunakannya," jawab Areum panik karena takut menyinggung perasaan Wonwoo. Sedetik kemudian ia menyesal akan jawabannya barusan. "Kau tampak berbeda Wonwoo-ssi."
Tangan Wonwoo berhenti memutar-mutar kacamatanya. Senyuman kecil terkembang di wajahnya mendengar ucapan Areum barusan. Ia melihat ke arah gadis itu yang sibuk menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. Wonwoo tampak berusaha keras menahan tawanya agar tidak pecah.
"Kau ini, jangan panggil aku Wonwoo-ssi lagi. Kita kan sudah jadi teman," kata Wonwoo berusaha menghilangkan kekikukkan gadis itu.
Areum mengangkat wajahnya. "Lalu, aku panggil apa?"
Wonwoo mengernyitkan dahinya. Ia juga bingung. "Oppa saja. Kau lebih muda dua tahun dariku, kan?"
"Wonwoo... oppa?" Areum mengucapkannya dengan ragu-ragu.
Wonwoo mengangguk puas. "Ya, aku lebih suka dipanggil seperti itu. Wonwoo oppa."
Areum masih tampak tidak yakin, "Apa tidak masalah?"
"Tentu saja tidak," kata Wonwoo tegas. "Santai saja jika denganku, Yoon Areum. Jangan terlalu kaku."
Areum mengangguk kecil. "Baiklah."
"Yo yo yo, whats up bro?" suara nyaring Seungkwan menarik perhatian kedua orang yang duduk saling berhadapan di dapur. Seungkwan meletakkan sebelah tangannya pada bahu Wonwoo. "Wah, Areum-ssi, annyeong. Sejak kapan kau disini?"
"Sudah sejak dua jam yang lalu," Wonwoo yang menjawab. "Kau kan tidur seharian sampai-sampai tidak tahu kalau Jeonghan hyung sakit."
"Sakit? Jeonghan hyung? Benarkah?" raut wajah Seungkwan berubah. Dari yang awalnya cerah menjadi panik dan khawatir. "Aku mau lihat."
Wonwoo buru-buru menahan sebelah tangan dongsaeng-nya itu. "Jeonghan hyung baru saja tidur. Suaramu yang keras itu bisa membangunkannya."
Seungkwan memajukan bibirnya yang tampak cemberut. Walaupun kesal, ia tetap menuruti perkataan Wonwoo. Dengan setengah hati ia menarik kursi di sebelah rekan kerjanya itu dan duduk.
"By the way, aku mencium bau masakan," kata Seungkwan sambil mengendus udara di sekitarnya. "Perutku lapar karena belum makan seharian ini."
"Ah!" Seru Areum sambil menjentikkan jarinya. "Masih ada sisa bubur Jeonghan oppa tadi," Areum teringat dengan masakannya yang masih ada di dalam panci di atas kompor. "Seungkwan-ssi, kau mau mencobanya? Biar aku siapkan."
"Mau!" Seru Seungkwan tanpa pikir panjang. Cowok yang seumuran dengan Areum itu langsung berdiri mengikuti Areum yang sedang menyiapkan makanan untuknya.
Wonwoo mengamati punggung Areum dan Seungkwan dari belakang. Ia merasa kesal karena dongsaeng-nya itu mengusik waktu kebersamaan antara dirinya dengan adik sepupu Jeonghan. Padahal mereka baru saja dekat.
"Aku juga mau," seru Wonwoo tak ingin kalah. Pria itu mendorong pelan bahu Seungkwan agar menyingkir. Kini ia berdiri diantara Seungkwan dan Areum.
Seungkwan menatap Wonwoo dengan dahi berkerut. "Bukannya hyung tidak suk... aw," omongan Seungkwan terhenti karena Wonwoo menginjak kakinya.
"Aku juga lapar," jawab Wonwoo dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia tidak mempedulikan Seungkwan yang meringis kesakitan.
Areum memandang sekilas ke arah Wonwoo. Gadis itu tersenyum kecil, namun tangannya tetap sibuk menyiapkan dua mangkuk bubur kaldu ayam.
"Baiklah, sebentar lagi makanan akan siap," kata Areum. "Wonwoo oppa duduk saja disana, jangan menginjak kaki Seungkwan-ssi lagi."
Wajah Wonwoo memerah. Parah! Gadis di sebelahnya ini sangat pintar membaca gelagat orang. Dirinya bahkan sadar bahwa Wonwoo berusaha menghentikan ucapan Seungkwan dengan menginjak kaki cowok tersebut.
"Yuhuu, Areum membelaku," seru Seungkwan senang. "Eh, tunggu dulu. Tadi kau memanggilnya Wonwoo oppa? Ya! Aku juga mau dipanggil seperti itu!" Protes Seungkwan.
Wonwoo menjitak kepala dongsaeng-nya itu dengan gemas. "Kalian kan sebaya."
"Kalau begitu panggil aku Seungkwan saja. Seungkwan-ieeee," kata Seungkwan lagi sambil mencontohkan cara memanggil namanya dengan imut.
"Seungkwan-ieee," Areum tanpa ragu menirukannya sambil tertawa-tawa.
Wonwoo memandang gadis di sebelahnya dengan tatapan tidak percaya. "Ya! Kau tadi bahkan terlihat ragu untuk memanggilku dengan sebutan oppa. Kenapa sekarang mudah sekali menuruti keinginan Seungkwan?" tanya Wonwoo tidak terima.
"Karena aku lebih enak dijadikan teman daripada hyung. Iya kan, Areum-ie?" kata Seungkwan sambil menaik turunkan alisnya.
"Ya! Jaga sikapmu itu. Jangan genit!" seru Wonwoo.
Areum tertawa melihat tingkah kekanakan kedua cowok di hadapannya. Tanpa menghiraukan pertengkaran Wonwoo dan Seungkwan, gadis itu sudah selesai menata makanan di atas meja. Ia kemudian mendorong pelan punggung pria-pria itu ke arah meja makan. Baik Wonwoo maupun Seungkwan akhirnya menghentikan perdebatan kecil mereka.
"Duduk dengan tenang dan habiskan buburnya. Arrasseo?" Kata Areum layaknya ibu guru menceramahi anak-anak TK.
"Nde, seonsaengnim," jawab Seungkwan. Wonwoo hanya mengangguk patuh tanpa banyak bicara. Tangannya sudah meraih sendok siap menghabiskan santapan di hadapannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top