[WONWOO] Isi Hati Areum

Meskipun ini bagian dari ceritanya Wonwoo, di part ini Areum lebih banyak ngobrol sama Jeonghan yaa... Masih ingat kan Areum itu adik sepupunya Jeonghan? Hehe

--

Areum menarik kopernya masuk ke dalam unit apartemen dengan susah payah. Ia menegakkan punggungnya dan menghela napas panjang. Areum sudah meninggalkan tempat ini selama seminggu, pantas saja terdapat tumpukan debu di tiap sudut rumah. Sepertinya ia akan bekerja keras untuk membersihkannya selama seharian penuh.

Gadis itu meletakkan koper dan barang-barang bawaannya di sisi sofa ruang televisi. Ia memilih duduk dan mengistirahatkan badannya yang lelah karena menghabiskan hampir empat jam dalam perjalanan pulang. Baru saja Areum menyandarkan kepalanya ke bantal, ponselnya berbunyi nyaring dari dalam tas.

"Semoga bukan panggilan pekerjaan," doa Areum.

Areum mengernyitkan dahi ketika mendapati nomor tak dikenal meneleponnya. Ia sedikit trauma dengan panggilan tak dikenal. Namun pekerjaannya yang menjadikan dirinya orang terkenal, membuat banyak panggilan baru pada ponselnya. Sepertinya ia harus mencari seorang manajer untuk mengurusi berbagai tawaran pekerjaan yang datang padanya.

"Halo," sapa Areum sopan di telepon.

"Halo," suara berat dari seberang sana membalas. "Apa benar ini nomor Penulis Yoon?"

"Ya," jawab Areum heran. "Maaf, tapi ini siapa ya? Darimana Anda tahu nomor saya?"

"Kau sudah sampai rumah dengan selamat?" Areum mengernyitkan dahinya. Seketika ia tahu Wonwoo-lah pelaku dari telepon iseng ini. "Aku tahu nomor barumu dari Sutradara Song. Simpan nomorku dengan nama 'Aktor Jeon Wonwoo' ya."

Tut tut tut...

Areum mengernyitkan dahinya heran. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layar ponselnya yang sudah kembali menggelap. Cowok aneh. Untuk apa Wonwoo meneleponnya hanya berkata hal tak jelas seperti itu. Bahkan ia tidak membiarkan dirinya untuk bicara.

Areum menggelengkan kepalanya dan meletakkan kembali benda berbentuk persegi panjang itu ke atas meja. Ia kembali merebahkan kepalanya di atas bantal, beristirahat. Setidaknya ia bisa tidur tiga puluh menit dahulu sebelum berberes. Kedua kelopak matanya menutup, namun sudut-sudut bibirnya melengkung ke atas.

Gadis itu tersenyum. Walaupun harinya melelahkan, setidaknya ada 'sedikit' hal baik yang terjadi. Tingkah laku Wonwoo mampu membuatnya tersenyum. Pria itu kembali membuat harinya berwarna. Aneh, padahal dirinya yang menarik diri dari pria itu, namun Areum juga lah diam-diam merindukan sisi menyenangkan Wonwoo yang jarang ditunjukkan pada banyak orang.

--

"Kenapa kau bekerja sekeras itu?"

Areum menoleh ke arah tamu tak diundangnya dengan tatapan tak suka. "Kenapa jadi kau yang terganggu?"

Sore ini Jeonghan berkunjung ke apartemen Areum. Sejak adik sepupunya itu memutuskan untuk pindah tempat tinggal, Jeonghan jadi jarang sekali bertemu dengannya. Selain karena Areum yang sangat sibuk dengan pekerjaan barunya, jarak tempat tinggal Areum dengan dorm Seventeen pun jadi sangat jauh. Yah, salah satu alasan Areum memilih tempat itu sebagai persembunyian barunya adalah jalan yang berputar. Jadi tidak ada alasan baginya untuk mengingat jalan-jalan yang dulu sering ia lalui antara rumah dan asrama tempat tinggal anggota Seventeen.

"Kau kan baru pulang, kenapa tidak beristirahat saja? Aku ikut lelah melihatmu bekerja sekeras itu," jawab Jeonghan bebal.

"Kalau begitu, Oppa pulang saja," balas Areum. "Lagipula aku kan sudah bilang tidak bersedia menerima tamu karena aku akan sangat sibuk membersihkan tiap sudut apartemenku."

"Kau kejam sekali. Jangan usir oppa-mu ini dong. Aku kan sudah lama tidak bertemu denganmu," ucap Jeonghan dibuat semanis mungkin. "Baiklah, baiklah. Aku akan membantumu bekerja."

"Nah, begitu dong," ucap Areum bangga ketika melihat kakak sepupunya itu bergerak mengambil vacuum cleaner dari kabinet di bawah tangga. "Kau jadi lebih berguna sekarang."

Jeonghan memberikan cubitan kecil pada pipi Areum sebelum berjalan menaiki tangga menuju kamar adiknya di atas. "Aku hanya membantumu karena kasihan. Kau ini sekarang mulai kejam padaku ya."

Areum menanggapi perkataan Jeonghan dengan cebikan bibir. Ia tidak berniat meneruskan pertengkaran kecil mereka. Bisa dibilang, tiap bertemu dengan kakak sepupunya itu, harinya menjadi tidak pernah sepi. Selalu saja ada adu mulut. Namun, Areum salut juga karena Jeonghan memilih untuk membantunya membersihkan rumah. Pria itu biasanya akan memilih bersantai. Save energy, alasannya.

--

Selesai membersihkan setiap sudut ruangan yang ada, kedua kakak-beradik itu memesan menu makan malam mereka. Setelah cek-cok yang tak dapat dihindari, sepertinya Jeonghan memang sengaja melakukan hal itu untuk membuat adiknya kesal, akhirnya pilihan mereka jatuh pada Jjangmyeon. Menurut Jeonghan, makanan itu cocok karena mereka seperti baru saja melakukan pindahan rumah. Areum mengalah. Ia harus menunggu kesempatan lain hingga keinginannya menyantap makanan Thailand terpenuhi.

Menunggu selama empat puluh lima menit sembari menonton televisi bersama, akhirnya pesanan mereka datang. Areum segera mempersiapkan peralatan makan di coffee table yang rendah. Jeonghan bantu menyusun makanan mereka di atas meja. Keduanya duduk melantai saling berhadapan.

"Selamat makan!" ucap keduanya bersamaan.

Areum menunggu hingga sang kakak menyantap suapan pertamanya. Gadis itu kemudian memasukkan makanannya ke dalam mulut. Mereka malam tanpa banyak bicara. Kerja keras keduanya dalam bersih-bersih menghasilnya ruangan yang bersih dan perut yang kelaparan.

"Tangsuyuknya enak. Ini restoran yang mana, Oppa?" tanya Areum takjub ketika merasakan kerenyahan daging babi berbalut tepung itu.

"Restoran baru," jawab Jeonghan dengan mulut penuh. "Aku akan memberikan nomornya padamu."

Areum menganggukkan kepalanya. Ia kembali memasukkan makanan ke dalam mulut.

"Oh ya, apa kau bertegur sapa dengan Wonwoo disana?"

Areum terbatuk. Ia segera membersihkan kerongkongannya dengan air minum. Dasar Jeonghan. Tanpa angin tanpa hujan, ia mengangkat topik pembicaraan yang paling ingin ia hindari.

"Oppa!" Areum menepuk punggung tangan Jeonghan yang berada di atas meja. Pria itu hanya menunjukkan deretan gigi rapi-nya tanpa merasa bersalah. "Jangan bertanya hal seperti itu secara tiba-tiba. Kalau aku tidak mati karena tersedak, aku bisa mati karena asmaku yang kambuh."

"Atau serangan jantung," sambung Jeonghan asal.

Kedua mata Areum melotot sebagai balasannya. Tawa Jeonghan pecah. Akhirnya ia menyerah dan meminta maaf pada adiknya itu.

"Mianhae, aku akan lebih berhati-hati," timpal Jeonghan. "Jadi, apa kalian bertemu?"

"Tentu saja, bertemu. Kita berada dalam satu lingkungan kerja yang sama," jawab Areum. Gadis itu berusaha menutupi rasa gugupnya dengan menyuapkan sepotong tangsuyuk ke dalam mulut. "Oppa, sebelum sausnya dingin, cepat habiskan ini," sambung Areum sembari menyorongkan piring berisi tangsuyuk ke arah Jeonghan.

"Kau tidak mau membahasnya, huh?" tanya Jeonghan. Pria itu melirik sekilas pada Areum sebelum mengambil sepotong daging dengan sumpitnya.

"Hmm, bukan begitu," Areum tampak bingung memilih kata-kata. "Tidak ada hal spesial yang bisa aku ceritakan pada Oppa. Jadi, sebaiknya kita tidak perlu membahas hal ini."

"Kau tidak bisa membohongiku, Yoon Areum," kata Jeonghan. Kali ini ia terdengar benar-benar serius dalam setiap kata yang ia ucapkan. "Kalau kau butuh sesuatu, jangan segan untuk meminta bantuanku. Aku ini Oppa-mu."

Areum mengangkat kepalanya. Ia membalas tatapan Jeonghan dan mengukir senyum di wajahnya. "I will. Tapi untuk saat ini aku bisa mengatasi semuanya seorang diri. Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku, Oppa."

Jeonghan mengangguk kecil. Ia memilih melanjutkan makan dan tidak membahas hal-hal yang membuat gadis di hadapannya merasa tidak nyaman. Di samping mengurus masalah percintaannya sendiri dengan Nari yang belum menunjukkan kemajuan, Jeonghan juga ikut pusing dengan kisah drama cinta segitiga antara Wonwoo-Areum-Hyunbin.

Saat ini Hyunbin, yang merupakan sahabat Jeonghan, memilih pergi setelah lamarannya ditolak oleh Areum. Sebenarnya Jeonghan tahu bahwa beberapa hari ini Hyunbin sedang berada di Seoul mengurus bisnisnya, namun ia memilih untuk tidak memberitahu hal itu pada sang adik. Lagipula kedua sejoli itu memutuskan berpisah secara baik-baik, untuk beberapa waktu ke depan, sepertinya mereka memang harus menjaga jarak dulu.

Keputusan antara Wonwoo dan Areum pun Jeonghan juga tahu. Walaupun pada awalnya Jeonghan sempat tidak merestui hubungan keduanya, ia merasa menyesal begitu mengetahui bagaimana hancurnya kedua orang terdekatnya itu ketika berpisah. Jeonghan merasa dirinya mengambil beberapa persen dalam kesedihan yang dirasakan adik sepupunya. Andaikan dulu ia tidak berusaha menahan Wonwoo dan Areum untuk bersama, mungkin kehidupan romance kedua orang itu sedang dalam masa-masa panasnya saat ini.

"Oppa, sudah jam segini, kau tidak pulang?"

"Eoh?" Pikiran Jeonghan tertarik ke alam nyata. Ia melihat isi piring Areum yang sudah hampir tandas. Sedari tadi tanpa sadar Jeonghan hanya menarik-narik untaian mie hitamnya hingga kini tidak berbentuk.

"Eiii, oppa memikirkan apa sih? Cepat habiskan makananmu dan pergi dari sini. Aku mau istirahat," kata Areum.

"Kau ini kejam sekali sih," keluh Jeonghan sambil menyendok makanannya. "Aku mau menginap disini saja."

"Ya! Aku kan hanya punya satu kamar disini. Oppa mau tidur dimana?"

"Tentu saja di kasur. Kau saja yang tidur di sofa," balas Jeonghan dengan kurang ajar.

--

Areum menyeduh dua cangkir cokelat panas dan meletakkannya di atas meja. Ia melongokkan kepalanya ke arah kamarnya di lantai loft. Tidak ada tanda-tanda Jeonghan sudah bangun. Semalam kakak sepupunya itu benar-benar mengambil alih satu-satu kasur miliknya dan membiarkan Areum tidur di sofa depan televisi. Jeonghan memang sejahil itu.

Sambil merapatkan jubah tidurnya, Areum membuka pintu menuju beranda. Ia menghirup udara dingin pagi hari hingga memenuhi paru-paru. Terapi seperti ini sangat berguna untuk seseorang yang memiliki alergi debu seperti dirinya. Setelah puas menikmati aroma pagi hari yang menenangkan, gadis itu bergerak mengambil pengki air dan menyirami tanaman hiasnya yang sedikit layu.

"Kau sudah bangun?"

Areum menoleh ke belakang. Kakak sepupunya itu meregangkan kedua tangan sembari menguap lebar. Rambut pirangnya mencuat kesana-kemari.

"Seperti yang Oppa lihat," jawab Areum, ia tetap melanjutkan aktivitasnya. "Minum dulu saja cokelat panas di atas meja. Aku sengaja membuatnya karena ada Oppa."

Jeonghan bersiul senang. Ia memang sangat suka racikan cokelat panas yang dibuat Areum. "Terima kasih, Areum-ah," ujar Jeonghan. Ia bergerak menuju meja dan mengambil segelas minuman miliknya. Ia menyesap isinya sedikit sebelum melanjutkan ucapannya. "Kau masih suka minum cokelat panas di pagi hari rupanya."

"Tidak," bantah Areum. Gadis itu meletakkan alat penyiram tanaman di tempatnya semula dan menutup pintu beranda. Areum bergerak menuju bak pencuci piring di dapur dan mencuci tangannya yang kotor. "Sejak tiga bulan yang lalu, aku jadi lebih sering minum kopi dibandingkan cokelat panas."

"Bukankah kau tidak suka kopi?" tanya Jeonghan sembari mengernyitkan dahi.

Areum mengangkat kedua bahunya tampak tidak peduli. Ia mengambil gelas yang satunya dan mendudukkan diri di samping sang kakak. "Kebiasaan baru."

Jeonghan memandangi adiknya dengan tatapan menyelidik. "Ya, kau ini berubah menjadi seperti orang lain saja. Tiba-tiba menjadi suka kopi, pindah ke apartemen baru, memilih tidur di ruangan terbuka dibandingkan kamar tertutup...,"

"Menjadi lebih memperhatikan penampilan, lebih banyak bersosialisasi dengan banyak orang, lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan ketimbang di rumah," ucap Areum menyela perkataan Jeonghan. "Memang kenapa? Bukankah itu hal bagus?"

Jeonghan meletakkan gelasnya di atas meja. Ia membenahi posisi duduknya hingga berhadapan dengan adik sepupunya yang masih tampak acuh. "Yoon Areum," panggil Jeonghan dengan nada serius. "Kau mengerikan."

Areum mengernyitkan dahi. Tawanya pecah. Ia memukul bahu Jeonghan pelan. "Jeonghan Oppa saja yang berlebihan. Aku hanya sedang mencoba hidup baru yang lebih seru. Aku tetaplah Yoon Areum yang kau kenal."

"Apa ini ada hubungannya dengan Wonwoo dan Hyunbin?"

Areum melirik ke arah Jeonghan. Kakak sepupunya itu masih diam menunggu jawabannya. Tak tahu harus membalas apa, Areum memilih menyibukkan diri untuk menegak habis isi gelasnya. Gadis itu bangkit ke arah dapur dan mencuci gelasnya yang kotor. Jeonghan bergerak mengikutinya. Tanpa menyerah, pria itu membuntuti kemanapun Areum bergerak.

"Ugh, oppa menggangguku saja," keluh Areum akhirnya.

Jeonghan meringis. Ia mengambil bawang bombai dan pisau dari tangan Areum. Dengan telaten, ia mulai mengirisnya tipis-tipis.

"Pagi ini aku tidak ada jadwal, kau bisa menceritakan semuanya padaku," ucap Jeonghan bersikeras.

Areum menghela napas panjang. Ia bergerak kearah kulkas dan mengeluarkan tiga butir telur ayam dari dalam sana. Sebenarnya ia pun sedang butuh teman bicara, kehadiran Jeonghan selalu mampu meringankan beban pikirannya.

"Oppa sudah tahu bagaimana hubunganku dan Jeon Wonwoo maupun Hyunbin oppa berakhir, kan?" tanya Areum membuka percakapan. Tangannya bergerak dengan cekatan memecah cangkang telur dan mengeluarkan isinya pada sebuah mangkuk.

"Kedua orang itu menceritakannya padaku," jawab Jeonghan. "Tapi kau belum mengatakan satu kata pun mengenai hal tersebut. Aku ingin tahu dari sudut pandangmu."

Areum berhenti mengocok telur. Pandangannya ikut menerawang. "Mau dengar dari awal?"

Jeonghan mengangguk. Ia memasukkan potongan bawang bombai ke dalam mangkuk dan menyikut pinggang Areum pelan. Mengerti dengan bahasa isyarat kakak sepupunya, Areum menyerahkan alat pengocok telur dan mangkuknya pada Jeonghan. Ia sendiri beralih menuju sisi lain meja dan mulai memotong wortel yang telah dikupas.

"Sebenarnya aku tidak menyangka Hyunbin oppa akan melamarku secepat itu," ucap Areum setelah kebisuan sesaat menyelimuti mereka. "Kejutannya saat aku wisuda sukses membuatku kaget. Aku bahkan sempat terpaku karena tidak tahu harus bersikap bagaimana. Aku tersadar ketika melihat Wonwoo oppa bergerak pergi di antara banyaknya orang-orang di ruangan itu. Aku bahkan memilih untuk mengejarnya dan membiarkan Hyunbin oppa berdiri tanpa mendapat balasan dariku. Dari situ aku baru menyadari bahwa aku menyayangi Wonwoo oppa. Aku cewek brengsek, kan?"

Jeonghan menarik rambut kuncir kuda Areum pelan. Ia mendecakkan lidahnya, terlihat sangat kesal. "Adikku tidak mengumpat seperti itu."

"Brengsek," ulang Areum lagi dengan sengaja. Ia meleletkan lidahnya ke arah Jeonghan. Kakak sepupunya itu memang paling bisa mengangkat mood jika keadaan sudah menjadi sangat mellow.

"Sekali lagi kau mengumpat, aku pastikan pasta wasabi ini menempel di bibirmu," ancam Jeonghan. Areum membalas ucapannya dengan cengiran. Ia menyerah.

"Tidak ada yang menyebutmu seperti itu," sambung Jeonghan. Ia bergerak mengambil sebuah loyang dan meletakkannya di atas kompor. "Hilangkan kebiasaan burukmu itu. Kau tidak bisa terus menebak-nebak isi pikiran orang."

"Coba deh Oppa pikir," ucap Areum. Ia berhenti memotong dan menghadap ke arah Jeonghan sambil berkacak pinggang. "Saat itu aku sedang menjalin hubungan dengan Hyunbin oppa, namun aku malah menolak lamarannya dan mengejar cowok lain. Sudah begitu, aku malah mengutarakan perasaanku pada Wonwoo oppa, yang sebelumnya sudah aku tolak. Menurut oppa, aku ini apa kalau bukan brengsek?"

Jeonghan membalikkan tubuhnya dan balas menghadap kearah Areum. Dengan cepat ia mengoleskan sedikit pasta wasabi pada punggung tangan Areum. Adik sepupunya itu hanya melongo tanpa bisa mengelak sedikit pun. Ia baru sadar ketika rasa panas yang dirasakannya mulai menggerogoti kulit tangan. Areum buru-buru mencuci tangannya di bak cuci piring.

"Peringatan pertama. Kalau kau mengulanginya lagi, aku tidak akan segan dan benar-benar mengoleskannya di bibirmu. Mengerti?"

"Nde," jawab Areum. Ia mencibir tanpa suara.

"Sebagai kakak, aku mau bicara jujur," Jeonghan angkat bicara. "Dalam kasus ini, kau memang benar-benar salah."

"Benar, kan?" Areum kembali mendekat setelah rasa panas di tangannya sudah hilang. "Selama empat bulan ini aku banyak melakukan instropeksi diri. Aku memang tidak pantas mendapatkan Wonwoo oppa atau pun Hyunbin oppa."

"Aku tidak bilang begitu, Areum-ah," kata Jeonghan penuh pengertian. Ia meletakkan telur dadar yang sudah matang ke atas piring. "Aku hanya memberitahumu bahwa kau salah. Kalau kau salah, maka kau harus memperbaikinya. Bukan menghukum dirimu sendiri seperti sekarang. Hidupmu terus berjalan, tidak baik untuk terus larut dalam bayangan masa lalu."

"Bukankah ini karma untukku?" tanya Areum. Kali ini ia tidak bisa menyembunyikan getar dalam suaranya.

"Karma does exist," kata Jeonghan. Ia mematikan kompor listrik dan mengangkat dua piring berisi telur dadar ke atas meja makan. "Namun masalah membutuhkan sebuah solusi. Maafkan dirimu sendiri dan selesaikan semuanya dengan kepala dingin. Terlalu banyak kesalahpahaman diantara kalian bertiga. Bicaralah baik-baik."

"Apa aku bisa?" Areum menundukkan kepalanya. Setetes air mata berhasil lolos. Ia mengelapnya dengan punggung tangan. "Aku sangat malu untuk menghadapi keduanya. Bahkan kemarin saja aku berusaha keras untuk menghindar dari Wonwoo Oppa."

Jeonghan membersihkan tangannya yang kotor dengan lap. Ia mengangkat kepala Areum yang masih menunduk dengan kedua telapak tangannya. Jeonghan memberikan senyuman angelic pada Areum. Melihat hal itu, tangis Areum pecah. Areum langsung menghambur masuk ke dalam dekapan Jeonghan.

"Ya, menangislah," ucap Jeonghan lembut. Ia menepuk-nepuk punggung Areum dengan tangannya. "Aigoo, kau pasti merasa berat karena selalu menahan tangismu selama ini."

Areum mengangguk mengiyakan. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun dan terus menumpahkan air matanya tanpa henti. Selama ini ia selalu menahan diri. Selalu mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan berlalu begitu saja seiring waktu. Namun, hal itu salah besar. Semakin lama masalah ini tidak segera diselesaikan, perasaan bersalah Areum justru semakin menggunung dan mengganggu pikirannya. Parahnya lagi, ia justru memilih bersembunyi di balik topeng cerianya. Semakin banyak energi yang terbuang sia-sia untuk berpura-pura, membohongi orang lain dan diri sendiri.

--

Vomment yuk :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top