Welcome Home Party
Han Hyesung
Aku mendorong troli belanja menyusuri rak-rak makanan sambil mendengarkan lagu Lean on Me milik Seventeen dari earphone. Tanganku mengambil berbagai cemilan yang sangat disukai member group penyanyi lagu ini. Setelah yakin bahwa semua barang yang dibutuhkan sudah terambil, aku membawa belanjaanku itu ke arah kasir.
"Kamsahamnida," ucapku sambil tersenyum. Ku bawa barang-barang belanjaanku menuju mobil yang terparkir di depan toko.
Sore ini aku sudah berjanji untuk mengadakan pesta di rumahku. Seventeen sudah kembali ke Korea sejak lusa lalu. Namun karena terhalang jadwal mereka dan jadwalku yang tidak pernah cocok, baru kali ini rencana itu bisa terlaksana. Aku membayangkan bagaimana keadaan mereka nanti. Walaupun hanya dua minggu tidak bertemu, rasanya selalu ada hal baru yang aku ketahui dari ketiga belas pria itu.
Aku melajukan mobil menuju apartment. Di tengah jalan, ada panggilan masuk dari Minho oppa yang mengatakan bahwa mereka sudah menunggu di basement. Aku menjawabnya singkat bahwa sedang dalam perjalanan menuju rumah.
Karena tadi ada satu pasien tambahan yang datang, jadwal pulangku jadi sedikit terlambat. Namun apa boleh buat, tanggung jawabku adalah menangani pasien. Untung saja seniorku langsung memperbolehkan pulang tanpa ditahan terlalu lama di ruangannya.
Aku memarkirkan mobilku di dekat lift apartemen. Benar saja member Seventeen sudah tampak menunggu di basement. Aku meminta maaf karena telah membuat mereka terlantar disana. Karena banyaknya orang dan terbatasnya kapasitas maksimal lift, aku menyuruh sebagian member untuk naik duluan dan menunggu di depan unit apartment-ku. Setelah menempelkan kartu akses agar mereka dapat naik, aku kembali lagi ke mobil untuk mengambil berbagai barang hasil belanja dari bagasi mobil.
"Biar kubantu," kata Mingyu sambil mengambil beberapa barang dari bagasi mobilku. Joshua, Jihoon, dan Seungcheol yang belum naik ikut membantu.
"Kau belanja banyak sekali," kata Seungcheol takjub.
"Walaupun kalian hanya tiga belas orang, porsi makan kalian setara dengan dua puluh lima orang," kataku menjawabnya. Aku mengambil tas dan berkas-berkas dari kursi belakang supir. Setengah mengunci mobil, kami berjalan menuju lift yang membawa kami ke lantai 20, unit apartemenku berada.
Aku memasukkan password ke panel pintu apartment dan masuk ke dalamnya. Member Seventeen bergantian masuk mengikutiku.
"Welcome to my home!" ucapku sambil merentangkan sebelah tangan yang tidak membawa barang. "Santai saja, anggap seperti rumah sendiri."
Seperti anak ayam yang baru sampai kerumah, member Seventeen langsung menyebar ke seluruh penjuru ruangan. Aku sendiri meletakkan tas dan kertas-kertas di atas meja depan ruang televisi. Sambil melepas jaket, aku menyuruh Mingyu, Jihoon, Joshua, dan Seungcheol untuk meletakkan barang belanjaan di dapur.
"Noona! Pemandangan lantai dua bagus banget. Daebak!" teriak Seungkwan dari atas. Member yang mendengarnya berbondong-bondong naik ke atas.
"Wah, itu sungai Han, kan?" ujar Soonyoung.
"Lihat! Bahkan Hyesung noona juga berolahraga sambil melihat ke arah sana," ucap Lee Chan sambil menunjuk treadmill dan sepeda statis di pojok ruangan.
Terdengar ucapan kekaguman disana-sini. Aku hanya tertawa mendengarnya. Untung saja, pagi ini aku sempat merapikan rumah sebelum berangkat kerja. Kemudian aku teringat bahwa masih ada beberapa jurnal yang tercecer di lantai atas. Aku segera melesat menaiki tangga sebelum hasil pekerjaanku rusak terinjak langkah-langkah kaki Seventeen.
Untung saja aku sampai tepat pada waktunya. Mereka sibuk nempel ke jendela besar yang menghadap ke sungai Han, tidak menyentuh area kerjaku sama sekali. Aku memunguti kertas-kertas yang terserak di atas sofa dan menumpuknya menjadi satu. Karena sudah tidak ada tempat yang cukup di dalam lemari kaca, aku berniat menyimpannya di kamarku di bawah.
"Biar aku bawakan, punggungmu bisa patah kalau terus-terusan membawa banyak kertas seperti itu," ucap Jihoon tiba-tiba dari balik punggungku. Ia mengambil alih barang bawaan dari tanganku.
"Ya, oppa mengagetkanku!"
Jihoon tidak menghiraukan seruanku. "Mau dibawa kemana?" tanyanya.
"Ke kamarku di bawah," jawabku sambil berusaha mengambil sebagian kertas dari tangannya. Tapi Jihoon dengan sigap langsung menghindar dan berjalan menuju tangga. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat sikap dinginnya itu.
Aku meraih berkas-berkas, tas, dan jaket yang tadi kutinggalkan di ruang televisi. Kemudian aku memimpin Jihoon menuju kamarku.
Aku meletakkan tas dan berkas-berkas di atas satu-satunya meja di dalam kamar. "Letakkan disini saja Oppa. Terima kasih," kataku kepada Jihoon. Aku berbalik untuk menggantung jaketku di dalam lemari.
Jihoon tampak sibuk mengamati isi ruang tidurku ini. Pandangannya mengarah keluar jendela, dimana pemandangan yang sama terpampang seperti di tingkat dua tadi.
"Seperti tidur di dalam akuarium," ucapnya. Aku hanya tertawa menanggapi. "Kenapa kamarmu sangat kosong? tidak seperti kamar wanita pada umumnya?" komentarnya lagi.
"Memang oppa sudah masuk ke kamar siapa saja?" tanyaku balik. Wajah Jihoon memerah lucu. Aku berusaha keras menahan tawaku agar tidak keluar. Sudah lama aku tidak meledeknya seperti tadi. Aku mendorong kedua bahu Jihoon dari belakang agar segera keluar dari kamar.
Setelah menutup pintu kamar, aku menghampiri Mingyu yang mulai sibuk mengeluarkan berbagai makanan dari dalam tas belanja. "Kau main saja dengan yang lain," ucapku ikut membantu dan berdiri disampingnya.
Mingyu menatapku sambil tersenyum, tangannya tidak berhenti bekerja. "Kau akan kelelahan menyiapkannya sendiri, Hyesung-ah."
Jihoon berdeham. Ia menyusul ke celah diantaraku dan Mingyu. "Ada yang bisa aku bantu?"
"Hyung kan tidak bisa memasak, duduk saja disana kalau memang mau membantu," kata Mingyu.
Aku melihat raut wajah Jihoon yang mengeras. Gawat juga kalau mereka bertengkar sekarang. "Jihoon oppa bisa bantu aku menyusun camilan di atas meja?" pintaku. Aku berjalan menuju kulkas dan mengeluarkan botol cola dingin. Jihoon menerimanya dan meletakkannya di atas meja. Pria itu kini sibuk menata bungkus-bungkus cemilan di samping minuman. Aku memberikan setumpuk gelas kertas sekali pakai ke arahnya yang langsung menerima tanpa banyak bicara.
"Hyesung, aku mau tidur di atas sini ya," seru Soonyoung dari lantai dua, ia menjulurkan kepalanya dari atas pagar pembatas dengan posisi berdiri di atas sofa.
"Ya, Oppa! Bahaya!" Seruku dengan nada sedikit histeris. Bagaimana bisa cowok berumur 22 tahun itu bertindak ceroboh seperti anak umur lima tahun. "Kalau terlalu penuh, dibawah sini juga ada satu kamar lagi. Di dalam lemarinya ada kasur lipat cadangan."
"Dimana Noona?" tanya Vernon sambil menuruni tangga.
Aku mengedikkan bahu ke arah pintu tertutup yang berseberangan dengan dapur. "Buka saja, kalian bisa istirahat dulu sampai makan malam siap." Vernon dan Seungkwan masuk dengan ramai. Seungcheol dan Joshua mengikuti.
Jeonghan datang ke dapur. Ia mencomot satu buah apel yang sudah dikupas Mingyu dan menjejalkannya ke dalam mulut. Ia kemudian berbaring di sofa di ruang televisi. Seokmin datang sedetik kemudian dan meminta hyung-nya itu menggeser kaki agar dirinya bisa duduk. Seokmin meraih remote control dan mulai mengganti-ganti channel mencari acara favoritnya.
Aku mencuci beras dan kemudian memasaknya. "Wah, ini pertama kalinya rumahku jadi seramai ini."
Mingyu tertawa pelan. "Siap-siap saja, setelah ini rumahmu akan jadi berantakan karena kami."
"Aku akan membantu merapikannya sebelum pulang," kata Minghao yang sudah ada di samping Mingyu.
Aku menoleh ke arah Minghao. "Tidak usah repot-repot. Kalau terlalu berantakan, aku bisa mengungsi tinggal di ruanganku di rumah sakit."
Mingyu dan Minghao tertawa. Aku ikut tertawa. Kami bertiga menyiapkan makan malam untuk sebelas perut-perut kelaparan lainnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top