Took Care of the Sick Member
Penerbangan dari bandara Incheon menuju Tokyo memakan waktu sekitar dua setengah jam. Hyesung bersyukur saat di Korea tadi ia tidak ketinggalan pesawat. Untung saja ia sudah melakukan check-in online semalam sebelumnya. Terlebih lagi ia tidak membawa bagasi. Begitu sampai di bandara, Hyesung langsung berlarian menembus kerumunan orang-orang. Tepat saat ia sampai di ruang tunggu, pesawat yang akan ditumpanginya baru saja boarding.
Hyesung masuk ke toilet setibanya di bandara Tokyo. Ia berkaca. Penampilannya sungguh kacau. Ia mengambil sikat gigi dan sabun cuci muka yang selalu tersedia di dalam tasnya. Gadis itu membenahi diri sambil melihat bayangan wajahnya di cermin. Ia menguncir rambut panjangnya tinggi. Tak lupa ia menyapukan bedak dan lip-tint seperlunya saja.
Ia keluar dari kamar mandi lima belas menit kemudian. Gadis itu menghirup napas dalam-dalam. Huah, udara Jepang, pikirnya. Ia sudah lama tidak menginjakkan kakinya di negeri sakura ini. Hyesung melihat ponselnya. Ia kemudian mengambil langkah-langkah lebar mengikuti rambu-rambu yang mengarahkannya ke train station. Untuk sampai di Yokohama, kota tujuannya, paling tidak ia harus menempuh kereta cepat selama 20 hingga 30 menit.
Hyesung membeli tiket untuk one way trip. Ia menghubungi Minho, memintanya untuk mengirim alamat penginapan yang sengaja disewa perusahaan untuk tempat beristirahat Seventeen. Hyesung kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas saat ada peringatan dalam bahasa Jepang yang mengatakan bahwa keretanya akan segera tiba. Gadis itu mengantri dengan tertib. Setelah pintu kereta terbuka, ia masuk dengan hati-hati. Ia menemukan kursinya dan duduk disana.
Hyesung mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali ia bertemu dengan member Seventeen. Sepertinya sudah lama sekali. Ingatan terakhirnya adalah ketika ia menemani Jihoon menggarap lagu, namun malah berakhir merepotkan cowok itu. Setelahnya hanya ada Mingyu, Seungkwan, dan Joshua yang melakukan video call dengannya melalui ponsel milik Minho Oppa. Itu pun sebenarnya tidak sengaja. Saat itu Hyesung memang sedang menelepon manajer Seventeen untuk menanyakan kabar dan jadwal mereka. Tapi sepertinya Mingyu mengetahui bahwa hyung-nya sedang melakukan panggilan dengannya. Berakhirlah ia merebut ponsel manajernya dan melakukan panggilan video.
---
Jihoon menggeliat dalam selimutnya. Seungcheol menarik ujung selimut yang dikenakan Jihoon, bermaksud membangunkannya.
"Jihoon-ah, kau serius tidak mau ikut kami makan siang diluar?" tanyanya.
"Tidak hyung. Aku hanya mau tidur seharian," ucap Jihoon dengan suara serak.
Minghao dan Mingyu saling berpandangan sejenak. Mingyu kemudian menarik lengan Seungcheol agar berhenti membangunkan Jihoon. "Okay hyung, kami akan membawakan kau sedikit cemilan saat pulang nanti."
Minghao, Mingyu, dan Seungcheol kemudian keluar dari kamar Jihoon. Mereka membiarkan anak bertubuh mungil itu untuk beristirahat lebih lama. Ketiganya sadar bahwa Jihoon telah bekerja keras membuat lagu-lagu yang bagus sehingga membawa nama Seventeen menjadi sebesar sekarang.
Jihoon mengintip kearah pintu dari balik selimutnya. Ia menghela napas panjang. Kemudian ia memejamkan matanya lagi, kembali ke alam mimpi.
---
"Saat ini mereka sedang menikmati hari liburnya masing-masing. Banyak yang sedang jalan keluar," ucap Minho menjelaskan.
"Mereka pergi bersama staff kan?" tanya Hyesung. Minho mengiyakan. "Siapa saja yang sedang disini?"
"Rombongan terakhir yang berangkat adalah Minghao, Mingyu, Seungcheol, dan Jihoon. Seharusnya tidak ada lagi yang berada di kamar," Minho hyung meyakinkan dirinya sendiri. Ia membuka salah satu pintu terdekat dan melongokkan kepalanya, mengintip ke dalam ruangan. Manajer Seventeen itu mengernyitkan dahinya ketika melihat ada gundukan di atas kasur yang tertutup selimut seutuhnya.
"Ada apa?" tanya Hyesung menyadari perubahan raut wajah Minho. Ia ikut mengintip isi kamar dari balik punggung Minho. "Itu siapa Oppa? Bukankah kau bilang anak-anak sedang diluar semua?" Hyesung berjalan menuju kasur itu.
Minho mengangkat bagian ujung selimut kepala sedikit. "Lee Jihoon?"
Hyesung ikut melihat. Dengan cemas ia memegang dahi Jihoon yang sedang tertidur itu, memeriksanya apakah ia demam. "Dia tidak sakit kan, Oppa?"
"Setahuku tidak. Kelakuannya juga tidak ada yang aneh dari biasanya."
"Badannya sedikit demam," ucap Hyesung sambil memperhatikan wajah Jihoon yang sedang tertidur. Hyesung menyentuhkan punggung tangannya ke area leher Jihoon. Ia kemudian melayangkan pandangan ke arah Minho. "Oppa tolong carikan obat penurun demam. Aku tidak bawa satu pun obat-obatan."
Minho menurut. Ia keluar kamar untuk menelepon salah satu staff yang sedang keluar untuk membelikan obat yang diminta Hyesung. Hyesung duduk di ujung dekat kepala tempat tidur. Ia meraih pergelangan tangan Jihoon dan meraba mencari denyut nadi. Saat sedang fokus menghitung denyut nadi per menit, mata Jihoon membuka perlahan.
"Hyesung-ah?" panggilnya setengah sadar dengan suara serak.
Hyesung tersenyum. "Oppa sudah bangun?"
"Apa yang kau lakukan disini?" ucap Jihoon. Pria itu berusaha bangun dari posisi tidurnya. Hyesung membantu Jihoon untuk bersandar di kepala tempat tidur.
"Liburan," ucap Hyesung dengan nada bahagia. Jihoon tersenyum kecil mendengarnya. "Sepertinya oppa terlalu lelah. Badan oppa sedikit demam."
Jihoon memegang dahinya sendiri. "Benarkah?"
Hyesung mengangguk. Ia bangkit berdiri dan mengambil sebotol air mineral dari atas meja. Gadis itu membukanya dan menyodorkannya ke arah Jihoon. Jihoon mengucapkan terima kasih dan meminumnya.
"Hyesung-ssi, aku sudah mencarikan apa yang kau minta," ucap Minho kembali masuk ke kamar Jihoon. Ia melihat Jihoon yang sudah bangun. "Ya, Jihoon-ah, sudah kukatakan kalau kau sakit, kau harus bilang padaku."
"Sudahlah Oppa," ucap Hyesung menengahi. "Jihoon oppa saja sepertinya tidak tahu kalau dia sakit."
Hyesung mengambil ponsel dari dalam tasnya. Ia menyalakan senter dari ponsel. Tangannya meraih belakang kepala Jihoon. Refleks, Jihoon menjauhkan kepalanya.
Hyesung tersenyum geli. "Biarkan aku memeriksamu." Gadis itu kembali menarik Jihoon hingga lebih mendekat kearahnya. "Buka mulut. Aaaah..."
Awalnya Jihoon terkejut dengan tindakan tiba-tiba gadis itu. Tapi setelah mengetahui maksud sebenarnya Hyesung, ia menurut. Hyesung mengarahkan senternya kemulut Jihoon. Kemudian ia menurunkannya.
"Kalau untuk menelan apakah sakit?" tanya Hyesung lagi.
"Lumayan," jawab Jihoon. Ia memandangi gadis ajaib di hadapannya. Terakhir kali mereka bertemu sudah lebih dari dua minggu yang lalu. Kini tiba-tiba gadis itu menampakkan dirinya di hadapan seorang Lee Jihoon dan memperhatikannya dengan sangat baik. Mau tak mau, Jihoon merasa tersanjung dengan curahan perhatian penuh kasih gadis itu. Ia merasa dadanya berdebar-debar. Entah karena demamnya atau hal lain.
Hyesung menatap Jihoon yang diam terpaku. "Ada apa Oppa? Ada bagian lain yang sakit?"
Jihoon segera tersadar. Ia mengerjap-erjapkan matanya. "Eh.. apa? Tidak... tidak ada yang sakit."
Hyesung melemparkan senyum singkat ke arah Jihoon. Ia membalikkan wajahnya menghadap Minho."Oppa boleh aku minta tolong lagi?" tanyanya sambil menunjukkan senyuman puppy-nya. "Tolong sediakan bubur dan teh madu lemon untuk Jihoon oppa. Ia harus makan siang dulu sebelum meminum obatnya."
"Okay, aku akan memesannya ke bagian restorasi."
Hyesung mengalihkan pandangannya ke arah Jihoon lagi. "Oppa bisa istirahat lagi sambil menunggu makanannya datang." Hyesung berdiri dari kasur. Ia membenahi bantal dan selimut Jihoon agar laki-laki itu dapat nyaman beristirahat. "Aku akan berada di kamar Sinkyung noona, jika Oppa membutuhkanku."
Jihoon menahan tangan Hyesung agar gadis itu tidak pergi meninggalkannya sendiri. Hyesung menaikkan kedua alisnya heran. Apakah masih ada yang diperlukan?
"Bisakah kau menemaniku disini? Aku sudah terlalu banyak tidur dari pagi," pinta Jihoon malu-malu.
Hyesung mengangguk kecil menyanggupi. Ia kembali duduk di sisi Jihoon. "Tapi Oppa harus berjanji padaku setelah makan dan minum obat, Oppa harus kembali istirahat. Beruntung besok hanya ada jadwal fansign. Tapi lusa Oppa ada konser lagi mau tak mau suara Oppa harus sudah kembali. Kalau tidak maka ...,"
"Iya iya iya," ucap Jihoon sambil mengangkat sebelah tangannya, menghentikan ucapan Hyesung. "Kau ini ternyata berisik juga ya kalau masalah kesehatan. Bisa-bisa aku justru tambah sakit jika yang merawatnya seperti kamu ini."
Hyesung tertawa, tak merasa tersinggung sedikit pun. "Aku hanya berisik pada pasien-pasein eksklusif. Kalau di rumah sakit aku tidak secerewet ini."
Jihoon ikut tersenyum melihat tawa Hyesung. Rasa pusingnya sedikit terangkat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top