Osaka, We Are Coming!

Jihoon sudah duduk dengan tenang di lounge bandara kelas bisnis. Terakhir, Hyesung memberinya kabar bahwa ia masih berada di perjalanan menuju airport dari rumah sakit. Pekerjaan Hyesung tetap mengalir lancar walaupun ia akan pergi berlibur. Jihoon mulai panik ketika gadis itu belum menunjukkan batang hidungnya saat pengumuman boarding sudah disuarakan. Pria itu menjulurkan kepalanya mencari-cari Hyesung.

"Oppa!" panggil Hyesung. Ia terlihat kehabisan napas hasil dari berlari-lari dengan mengenakan heels.

Jihoon menggendong ranselnya dan berjalan menghampiri Hyesung. "Kukira aku akan pergi seorang diri," ucapnya kesal sambil menatap Hyesung dari kepala hingga kaki. "Kenapa kau pakai heels? Aku kan sudah bilang jangan pakai heels jika bersamaku."

"Terserah aku, dong," jawab Hyesung sambil menjulurkan lidahnya. "Setidaknya tinggiku tidak lebih tinggi dari oppa."

"Terserah kau saja," seru Jihoon. Ia menghela napas kesal dan berjalan melewati Hyesung menuju antrian masuk pesawat. Hyesung meringis dan segera mengejar langkah Jihoon.

"Passport dan tiketmu," kata Jihoon sambil mengulurkan tangan tanpa menatap gadis di sebelahnya. Ia masih kesal karena gadis itu membahas tinggi badan.

Hyesung menggenggam tangan Jihoon yang terulur dan menggandengnya. Hal itu membuat Jihoon menolehkan kepala ke arah Hyesung. Gadis itu tersenyum manis. Jihoon segera mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan kedua pipi memerah.

"Sial, aku tidak bisa marah lama-lama dengannya," batin Jihoon. "Dia terlalu imut!"

---

Hyesung dan Jihoon sudah sampai di bandara internasional Osaka, Itami. Jihoon mendorong troli berisi koper miliknya dan milik Hyesung keluar bandara. Hyesung berjalan disisinya. Perjalanan selama lima hari kali ini disponsori oleh rencana jalan buatan Jihoon. Semua urusan, mulai dari membeli tiket hingga jadwal perjalanan dan hotel, pria itu yang memikirkannya. Pada awalnya Hyesung menolak. Ia tidak ingin membuat Jihoon repot di tengah tour-nya. Namun pria itu tetap gigih ingin membuat itinerary, sebagai hadiah untuk Hyesung katanya. Jihoon ingin berperan sebagai cowok yang mengurusi kekasihnya. Selama ini selalu Hyesung yang mengatur rencana kencan mereka karena Jihoon tidak ada waktu.

"Kita ke hotel dulu kan?" tanya Hyesung. Ia membaca nama hotel yang telah di-booking Jihoon di layar ponselnya.

"Iya," jawab Jihoon sambil berjalan menuju tempat antrian taksi. Pria itu memasukkan koper mereka ke bagasi taksi ketika gilirannya tiba. Jihoon mengatakan tempat tujuan mereka kepada sang supir.

"Okay, siang hingga sore ini kita jalan-jalan di sekitar Namba dan Shinsaibashi kemudian malamnya makan di restoran udon Dotonburi," baca Hyesung. Ia melihat Jihoon yang duduk tenang sambil mendengarkan dirinya bicara. Hyesung memeluk Jihoon sekilas karena senang laki-laki itu memasukkan destinasi utamanya ke daftar prioritas. Restoran udon di Dotonburi itu adalah alasan utama Hyesung ingin berlibur ke Osaka. Ia sudah menghubungi Midori, sahabatnya, kalau ia akan datang berkunjung.

"Terima kasih, Oppa," kata Hyesung senang. Ia kemudian sibuk mengirim pesan pada Midori mengenai rencananya hari itu.

Wajah Jihoon memerah. Ia tidak menyangka Hyesung akan memeluknya secara tiba-tiba seperti tadi. Setelah sekian lama tidak bertemu tentu saja Jihoon merindukan pelukan Hyesung. Ia memandang ke luar jendela, mencoba mengalihkan pikirannya. Pelukan tadi murni karena rasa senang dan antusias gadis itu pada hal lain, bukan benar-benar ditujukan untukku, pikir Jihoon.

Taksi mereka telah sampai di tujuan. Setelah membayar, Hyesung dan Jihoon menarik koper mereka masing-masing. Jihoon sengaja memilih hotel yang tidak terlalu mahal sesuai permintaan Hyesung. Gadis itu tidak suka berhura-hura. Ia lebih memilih hotel yang posisinya dekat dengan stasiun kereta daripada hotel berbintang dengan berbagai jenis fasilitas. Lagipula mereka akan menghabiskan banyak waktu dengan kegiatan outdoor.

Setelah berhasil check in di resepsionis, Jihoon menghampiri Hyesung dengan membawa kunci kamar di tangannya. Hyesung mengikuti langkah pria itu menuju kamar yang dipesan Jihoon. Jihoon membukakan pintu agar Hyesung dapat masuk terlebih dahulu.

"Okay, ini kamarku kan? Kamar Oppa disebelah?" tanya Hyesung sambil melihat seisi kamar.

Jihoon menutup pintu di belakang punggungnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. "Aku hanya memesan satu kamar."

Hyesung membelalakkan matanya ke arah Jihoon. Ia kemudian memandangi satu kasur double bed yang berada di sisi ruangan. Gadis itu memegangi kedua pipinya menutupi sebagian wajah. "Aku tidur di kasur, Oppa tidur di situ!" seru Hyesung sambil menunjuk sofa yang diduduki Jihoon.

"Jahat sekali kau Han Hyesung," ucap Jihoon dengan wajah yang dibuat-buat sedih.

"Kalau begitu sana pesan satu kamar lagi untuk oppa sendiri," kata Hyesung lagi. Ia tidak dapat menutupi kegugupannya. Selama ini jika Jihoon mengunjungi apartemennya saja ia selalu mencegah cowok itu masuk ke kamarnya. Mereka menghabiskan banyak waktu di ruang televisi atau ruang santai di lantai dua.

Jihoon tertawa melihat reaksi gadis itu. Hyesung hanya dapat mengerucutkan bibirnya kesal. Melihat hal itu, tentu saja Jihoon semakin gemas. Ia menarik sebelah tangan Hyesung yang bebas hingga gadis itu jatuh ke pangkuannya.

Hyesung menahan napas ketika jarak wajahnya dengan milik Jihoon tak sampai sepuluh sentimeter. Jihoon menatap kedua mata gadis itu dengan pandangan yang tak dapat diartikan. Keheningan menyelimuti keduanya.

"Kau manis kalau malu seperti ini," kata Jihoon. Hyesung hanya diam. Debaran di dadanya menjadi tidak karuan melihat wajah Jihoon sedekat ini.

"Kau diam saja. Jadi mana yang lebih kau pilih, mengikuti rencana awal untuk jalan-jalan atau menghabiskan waktu berdua denganku di sini?" goda Jihoon sambil tersenyum.

Hyesung langsung memukul Jihoon begitu menyadari bahwa cowok itu sedang mengerjainya. Tawa Jihoon kembali pecah. Dengan muka memerah, Hyesung bangkit berdiri dan segera berjalan menuju pintu.

"Cepat jalan, nanti keburu sore."

"Ganti dulu heels-mu dengan sepatu. Aku tidak mau menggendongmu kalau kakimu terkilir nanti," seru Jihoon menghentikan langkah Hyesung.

"Bilang saja Oppa tidak mau terlihat kalah tinggi denganku," balas Hyesung.

"Sekali lagi kau membahas masalah itu, akan kusingkirkan heels-mu itu," ancam Jihoon.

Hyesung hanya meringis menanggapinya. Gadis itu menuruti keinginan Jihoon. Ia membuka koper dan mengeluarkan sepasang sneakers putih favoritnya.

---

Hyesung menyusuri jalanan yang ramai dengan kedua tangan di dalam jaket. Angin sore di musim gugur membuatnya bergidik kedinginan. Menurut keterangan cuaca, sore ini di Osaka menunjukkan suhu 12 derajat Celcius. Hyesung langsung memilih untuk masuk ke sebuah coffee shop yang juga merangkap patisserie. Jihoon hanya mengikuti gadis itu dari belakang.

"Oppa mau apa?" tanya Hyesung pada Jihoon sambil melihat menu. Jihoon mengatakan pilihannya. Gadis itu kemudian menyebutkan pesanan mereka pada waitress menggunakan bahasa Jepang.

Jihoon dan Hyesung membawa pesanan mereka ke meja kosong yang berada di dekat jendela. Hyesung tampak bahagia memandangi blueberry cheese cake favoritnya. Diam-diam Jihoon mengamati kelakuan pacarnya itu.

Pertama-tama Hyesung menangkupkan kedua belah tangannya yang kedinginan pada cangkir latte hangat sembari mencium aromanya. Ia kemudian mencicipinya sedikit. Dahi Hyesung sedikit berkerut karena rasa pahitnya. Gadis itu kemudian langsung memasukkan dua bungkus gula ke dalam cangkir dan mengaduknya. Ia mencicipinya lagi. Hyesung akan tersenyum puas ketika rasa manisnya sudah sesuai dengan seleranya.

Jihoon sangat mengenal kebiasaan Hyesung tersebut. Pilihan menu mereka terhadap kopi sangat berbeda. Jihoon meminum kopi untuk mendapatkan rasa pahitnya, sedangkan gadis itu mencari aroma kopinya. Hyesung selalu memesan antara latte atau cappucino. Menurut Jihoon kedua minuman itu bukan termasuk dalam kategori kopi, tapi susu dengan aroma kopi. Selain itu, Hyesung sangat menyukai makanan dan minuman manis.

Jihoon meminum ice americano di hadapannya. "Baru begini saja kau sudah kedinginan?" ujarnya membuka percakapan.

Hyesung menatap Jihoon tepat di manik matanya. "Ini sudah hampir memasuki musim dingin, bagaimana bisa Oppa membuat banyak rencana diluar ruangan?"

"Kalau dingin akan lebih enak untuk beraktivitas di luar ruangan," jawab Jihoon tak mau kalah. "Kemarikan tanganmu." Hyesung mengulurkan dua tangannya ke atas meja dengan bingung. Jihoon mengusap dan sedikit meremas telapak tangan Hyesung dengan tangannya. Laki-laki itu tersenyum manis. "Sekarang bagaimana?"

"Better," jawab Hyesung sambil tersenyum. "Tapi kalau begini terus aku tidak akan bisa menghabiskan cake-ku."

"Benar juga, maaf," ujar Jihoon sambil melepaskan genggamannya.

Hyesung menyuapkan sesendok cheese cake. Ia bergumam menunjukkan rasa senangnya ketika makanan itu lumer di mulutnya. Jihoon ikut tersenyum melihatnya.

"Aku sangat menyukai musim semi. Pada saat itu bunga-bunga sakura akan bermekaran," kata Hyesung membuka obrolan. "Sayang sekali aku tidak bisa mengenalkan budaya hanami pada oppa."

"Tidak masalah. Kita bisa pergi kesini lagi tahun depan, atau tahun depannya lagi, atau tahun depannya lagi," kata Jihoon. Hyesung tertawa kecil mendengarnya. Ia sangat menyukai sifat Jihoon yang penuh optimisme seperti ini.

"Oppa menyukai musim dingin. Andaikan oppa mendapatkan waktu libur saat musim dingin, oppa memilih pergi berlibur kemana?" tanya Hyesung.

Jihoon tampak berpikir sejenak. Ia kemudian menjawab, "Eropa mungkin? Sayangnya aku tidak terlalu pintar bahasa Inggris."

"Akan aku temani," kata Hyesung. "Tour keliling Eropa selama sebulan penuh sepertinya menarik. Aku akan mengajak Oppa pergi berkunjung ke Leipzig tempatku bersekolah dulu. Kemudian kita bisa menikmati salju di Swiss. Jangan lupa ke Perancis, Itali,..." Hyesung mencoba mengingat-ingat. "Ah banyak sekali tempat menarik disana. Waktu satu bulan bahkan tidak cukup."

"Sayangnya," kata Jihoon. Ia meminum ice americanonya sejenak. "Aku tidak mungkin mendapatkan waktu libur sebanyak itu."

Hyesung mengerang pelan. "Aku juga akan kehilangan pekerjaanku kalau berkeliaran tidak jelas selama sebulan penuh."

Jihoon tertawa melihat ekspresi Hyesung yang lucu. "Karena sekarang sedang musim gugur, apa ada hal yang tidak boleh kita lewatkan selama di Jepang?" tanya Jihoon.

"Musim gugur, ya... hmmm," Hyesung menatap keluar jendela. Ia kemudian memekik kecil, "Momiji!"

"Maaf?" tanya Jihoon. Ia tidak mengerti maksud perkataan Hyesung.

"Melihat daun maple berubah warna di musim gugur. Momijigari. Suasananya akan menjadi hangat dan romantis. Karena sekarang sudah ada Oppa bersamaku, aku bisa menikmati suasananya," kata Hyesung tersenyum manis. Hal itu membuat wajah Jihoon memerah. "Ah aku harus mencari tempat yang bagus untuk menikmatinya," kata Hyesung sambil mencari-cari ponsel di dalam tasnya.

"Habiskan dulu cake-mu. Kau tidak mau membuat sahabatmu menunggu, kan?" ujar Jihoon mengingatkan Hyesung. Gadis itu memekik kaget saat melihat jam di pergelangan tangannya.

"Kalau begitu oppa bantu aku menghabiskannya," kata Hyesung. Tangannya menyendok potongan kue dan bergerak ke depan mulut Jihoon.

"Ini tempat umum, Hyesung-ah," bisik Jihoon.

"Dan ini hal yang wajar dilakukan oleh sepasang kekasih di muka umum," seru Hyesung tak mau kalah. "Aaaaa."

Jihoon menyerah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan Hyesung menyuapinya. Gadis itu bersorak kegirangan sambil menyuapkan kue ke dalam mulutnya sendiri.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top