Last Day of Our Vacation
Jihoon sudah selesai mengemasi baju-bajunya ke dalam koper. Ia berbaring di atas kasur dengan ponsel bersarang di tangannya. Hyesung masih duduk di lantai kamar hotel. Ia bingung dengan barang bawaannya yang masih banyak tercecer di luar koper. Gadis itu heran, mengapa barang bawaannya bisa jadi beranak seperti ini?
"Oppa, apa aku boleh menitipkan beberapa sweater di kopermu?" tanya Hyesung. Tangannya sibuk mengeluarkan kembali beberapa pakaian dari dalam kopernya.
"Beli saja satu koper lagi. Itu salahmu karena kau banyak berbelanja baju," kata Jihoon. Tatapan matanya tetap terarah pada layar ponselnya.
"Ini sudah malam, aku tidak mungkin keluar lagi untuk membeli koper. Besok penerbangan kita juga terjadwal pukul sembilan pagi," kata Hyesung. Gadis itu berjalan ke samping kasur Jihoon dan mengeluarkan aegyo-nya. Senjata itu ternyata tidak mempan pada Jihoon. Hyesung bangkit dengan kesal sambil memajukan bibirnya. "Ya, sudah."
Diam-diam Jihoon melirik Hyesung. Ia berdeham kecil. "Baiklah, masukkan saja ke koperku. Kau susun sendiri ya."
"Yey, terima kasih, Oppa!" seru Hyesung sambil mencium cepat pipi Jihoon. Gadis itu kemudian kabur kembali ke tempatnya semula untuk mengurusi barang-barangnya.
Tiga puluh menit kemudian Hyesung sudah selesai mengemasi barang bawaannya. Ia mengambil novel dari dalam tasnya dan mulai membaca. Jihoon sudah bosan menonton berbagai music video di ponsel. Ia melihat ke arah Hyesung yang membaca dengan tenang di sampingnya. Hyesung membaca dengan posisi duduk bersandar pada kepala kasur. Jihoon berguling mendekati gadis itu dan memeluk pinggang Hyesung dengan manja.
Hyesung menurunkan buku dari hadapan wajahnya. Gadis itu berusaha melepaskan tangan Jihoon yang melingkar di tubuhnya. Bukannya terlepas Jihoon justru mempererat pelukannya.
"Aaa," pekik Hyesung kaget ketika tubuhnya ditarik ke bawah oleh Jihoon. Posisi gadis itu kini berbaring. Novel di tangannya terlempar begitu saja ke lantai. Walaupun bertubuh kecil, Jihoon ternyata menyimpan tenaga yang besar.
"Malam ini tidur denganku ya," pinta Jihoon dengan suara manis.
Hyesung memukul kepala pria itu dengan bantal. Ia berdiri dan berlalu duduk di sofa. Hyesung berpura-pura melanjutkan bacaannya, padahal ia sedang menyembunyikan wajahnya yang memerah setelah mendengar permintaan Jihoon.
"Kenapa kau memukulku?" protes Jihoon. Ia terduduk di atas kasur sambil mengusap-usap kepalanya. Jihoon melihat ke arah Hyesung yang jelas-jelas terlihat sedang menyembunyikan rasa malunya. Pria itu berdeham kecil. Ia telah salah bicara. "Maksudku, biarkan aku tidur di kasur bersamamu malam ini. Aku tidak akan melakukan apapun padamu."
Sejak hari pertama, yang tidur di kasur memang hanya Hyesung. Jihoon terpaksa mengalah pada gadis itu dengan tidur di sofa. Tiap tengah malam Jihoon akan selalu terbangun dan pindah tidur di sebelah gadis itu diam-diam. Ia juga tidak mengerti kenapa kekasihnya selama perjalanan ini terlihat lebih pemalu dari biasanya. Padahal, jika Jihoon sedang bermalam di rumah Hyesung, mereka sering menghabiskan waktu bersama juga. Jihoon akan tidur di sofa semi kasur di ruang atas, sedangkan Hyesung lebih sering jatuh tertidur di bean bag favoritnya. Pernah suatu kali Hyesung jatuh tertidur di pelukannya dan mereka berakhir dengan tidur saling berpelukan di sofa hingga pagi hari. Namun, tampaknya gadis itu tidak menjadi malu separah sekarang.
Jihoon menghela napas panjang. Ia berjalan menghampiri Hyesung dan duduk di sampingnya. Gadis itu tetap diam.
"Kau tidur saja disana. Aku tidak bisa membiarkan badanmu sakit karena tidur di sofa. Sofa ini tidak seempuk sofa di rumahmu," kata Jihoon.
Hyesung menutup bukunya. "Baiklah, tapi Oppa harus menepati janji yang tadi," ucapnya lirih hampir tak terdengar. Ia melirik pria di sampingnya sekilas, kemudian kembali mengalihkan pandangannya pura-pura membaca cover belakang novel.
Jihoon mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Otaknya me-recall percakapannya barusan. Wajahnya seketika cerah. Ia akhirnya tahu maksud Hyesung.
"Oppa!" teriak Hyesung. Lengannya sudah melingkar di leher Jihoon yang tiba-tiba menggendongnya menuju tempat tidur. Pria itu meletakkan tubuh Hyesung dengan pelan di atas kasur. Jihoon kemudian berbaring di samping kekasihnya yang sibuk menutupi wajah dengan bantal.
"Kau bisa kehabisan napas kalau tidur seperti ini," kata Jihoon sambil tertawa kecil. Ia tidak bisa menahan tawanya melihat Hyesung yang berlaku imut. Tangan kanan Jihoon merebut bantal dari Hyesung dan melemparnya ke bawah kasur.
Hyesung membuka mata. Hal yang pertama kali ia lihat adalah tatapan mata Jihoon yang lembut. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kegugupannya. Hyesung mendorong bahu Jihoon hingga pria itu jatuh terlentang disampingnya. Saat akan kembali berdiri dari kasur, Jihoon langsung menahan tubuh Hyesung agar tidak pergi dengan memeluknya.
"Biarkan aku tidur begini saja," ucap Jihoon dengan suara teredam di punggung Hyesung. "Kan besok kita sudah pulang. Setelah itu masing-masing dari kita akan sibuk dengan pekerjaan."
Hyesung bergidik geli pada getaran yang dihasilkan Jihoon saat bicara di punggungnya. Ia melonggarkan tangan Jihoon yang memeluk pinggangnya dan berbalik badan menghadap pria yang telah dikencaninya selama lebih dari enam bulan itu.
"Ada apa Oppa? Tidak seperti biasanya kau bermanja-manja begini?" tanya Hyesung.
"Aku hanya merindukanmu," kata Jihoon pelan.
"Dari kemarin kita kan selalu bersama," ucap Hyesung sambil tertawa kecil. Jihoon meraih rambut Hyesung dan memainkannya di sela-sela jemari. "Lagipula dari kemarin kita sudah bepergian ke gunung, jalan ke museum, kuil, dan istana, sampai main di Universal Studio dan aquarium. Oppa masih merasa kurang?"
"Aku menyesal telah membuat jadwal yang sangat padat seperti itu," kata Jihoon sambil cemberut. "Karena banyak menghabiskan waktu diluar, ketika sudah sampai di penginapan kau akan langsung jatuh tertidur karena kelelahan."
"Tapi aku senang," Hyesung tersenyum lebar. "Aku jadi dapat menikmati aktivitas fisik di luar ruangan yang sudah sangat jarang kulakukan."
"Jadinya kita tidak dapat melakukan banyak pillow talk seperti ini," bantah Jihoon terdengar kesal.
"Aigoo, kau ini seperti anak kecil," ucap Hyesung menirukan perkataan yang sering Jihoon lemparkan padanya. Tangannya bergerak mengacak-acak rambut Jihoon dengan gemas.
"Ya! Aku ini lebih tua darimu," protes Jihoon. Ia menahan tangan Hyesung dan menariknya. Jarak keduanya makin menyempit.
Hyesung dan Jihoon saling tatap tanpa bicara. Hanya terdengar suara napas mereka saling bersahutan. Hyesung menutupi wajah dengan kedua tangannya. Jihoon menjauhkan sebelah tangan Hyesung dengan lembut. Ia mengelus pipi gadis itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Hyesung tidak tahu apa yang harus dilakukan. Terakhir ia merasakan atmosfer ini adalah ketika Jihoon mengutarakan perasaannya. Hyesung hanya berfokus untuk meredakan debaran hatinya yang tidak menentu saat ini.
Wajah Jihoon bergerak maju. Pelan namun pasti bibir kedua insan itu bertemu. Dengan lembut Jihoon melumat bibir gadis itu. Hyesung berusaha mengimbangi dengan canggung. Tangan Jihoon menahan leher belakang kekasihnya. Ciuman keduanya semakin dalam.
Saat Hyesung mulai kehabisan napas, Jihoon melepaskan ciumannya. Gadis itu masih memejamkan mata sambil mengatur napas. Jihoon memandangi gadis itu dengan tatapan mata memuja. Tangannya tidak berhenti mengelus pipi Hyesung yang memerah. Karena malu, Hyesung membenamkan wajahnya di dada Jihoon.
"Terima kasih sudah menjadi kekasihku, Han Hyesung," ucap Jihoon penuh kesungguhan di suaranya. "Aku mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu," ucap Hyesung. Ia mengangkat wajahnya dan memandang Jihoon dengan senyum manis nan malu-malu terpasang diwajahnya.
Cup. Jihoon mencium cepat bibir gadis itu. Hyesung hanya membelalakkan matanya mendapat perlakuan tiba-tiba dari Jihoon. Pria itu menunjukkan cengiran nakal di wajahnya.
"Kau manis sekali. Aku tidak yakin dapat menahan diri jika melihatmu begini."
Hyesung memukul dada Jihoon pelan. "Awas saja kalau kau berani melakukan lebih dari yang tadi," ancam Hyesung.
"Jadi, kalau aku meminta lagi seperti yang tadi tidak masalah, kan?" tanya Jihoon menggoda sedikit berharap. "Sisanya aku serahkan pada insting wanitamu. Kalau kau menyukainya pasti kau akan membiarkanku melakukannya."
"Dasar pria mesum!" kata Hyesung. "Biarkan aku malam ini tidur di sofa. Kau sangat berbahaya," seru gadis itu berusaha melepaskan diri dari Jihoon. Pria itu tertawa mendengar ucapan Hyesung. Ia mengetatkan pelukannya saat gadis itu makin meronta-ronta.
"Sssttt, tenang dong sayang," kata Jihoon sambil menepuk-nepuk punggung Hyesung. Gadis itu menghentikan usahanya melarikan diri. Jarang-jarang Jihoon memanggil dirinya dengan sebutan spesial itu. Jihoon meletakkan dagunya di puncak kepala Hyesung yang telah tenang. "Ayo kita tidur, sebelum pikiranku semakin liar." Jihoon mengaduh kesakitan saat Hyesung mencubit pinggangnya.
Gadis itu membiarkan dirinya dipeluk oleh Jihoon. Jujur saja, ia sudah nyaman dengan kehangatan yang diberikan pelukan pria itu. Jihoon menarik selimut menutupi keduanya. Dengan penuh kasih sayang, pria itu membelai rambut kekasihnya hingga mereka berdua jatuh tertidur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top