I Am Choosing You, Jihoon-ah
"Annyeong!" sapa Hyesung sambil membuka pintu ruang latihan Seventeen. Para member yang sedang beristirahat dari latihan menari langsung melihat ke arahnya.
"Han Hyesung! Selamat datang kembali! Kemana saja kau selama ini?" sambut Seungcheol heboh. Ia berlari ke arah Hyesung dan merangkul bahu gadis itu, menggiringnya ke tempat para member berkumpul.
"Sudah hampir dua bulan aku tidak melihatmu. Aku nyaris tidak mengenalimu lagi," kata Soonyoung tak kalah heboh.
"Noona, kau tidak tahu kan betapa menderitanya kita disini? Tidak ada yang memberikan makanan gratis tiap kami berlatih sampai larut malam," sahut Seungkwan.
Hyesung tertawa kecil mendengar suara disana-sini. Seventeen menyambut kedatangannya dengan antusias. Bahkan Hyesung sampai tak bisa menanggapi seluruh ucapan mereka saking berisiknya. Gadis itu akhirnya menyerah. Sebagai permintaan maaf, ia akan mentraktir ayam untuk semuanya. Seventeen bersorak kegirangan. Lee Chan tanpa disuruh langsung mengambil ponselnya. Hyung-hyungnya mengelilingi sang maknae, mereka sibuk memilih rasa ayam yang enak dijadikan sebagai late night snack.
Hyesung membebaskan diri dari singa-singa kelaparan. Ia mendatangi Minghao. Satu-satunya member yang tidak ada disana hanyalah sang komposer.
"Dimana Jihoon Oppa?" tanya Hyesung dengan suara rendah.
Minghao mengedikkan bahunya ke arah studio milik Jihoon. "Ia sedang sibuk membuat guide."
"Terima kasih!" ucap Hyesung. Ia berjalan menuju arah yang ditunjuk Minghao.
Mingyu mendengar percakapan gadis itu dengan Minghao. Tanpa diberitahu pun, ia sadar bahwa dirinya sudah kalah dalam peperangan ini. Mengetahui siapa orang yang dicari Hyesung hingga membuat gadis itu buru-buru kemari, Mingyu paham bahwa Hyesung telah memilih Jihoon daripada dirinya.
Minghao mendapati pandangan mata Mingyu yang mengikuti arah kemana gadis itu pergi. Dengan penuh simpati, Minghao hanya bisa menepuk pelan bahu sahabatnya itu tanpa bicara. Mingyu tersenyum kecil membalasnya.
---
Hyesung melongokkan kepalanya, melihat ke dalam studio. Pria yang dicarinya sedang fokus menghadap komputer dengan headphone terpasang di telinga. Hyesung berjalan pelan menuju piano di salah satu sisi ruangan. Ia menekan-nekan tuts nya sembarangan tanpa membentuk suatu melodi. Gadis itu tidak ingin mengganggu kegiatan Jihoon saat ini.
Merasa ada kehadiran orang lain di ruangan itu, Jihoon menolehkan kepalanya ke sumber suara. Ia melepas headphone dan menaruh benda itu di atas meja. Pria itu memutar duduknya hingga menghadap punggung Hyesung. Jihoon tersenyum mendengar permainan piano gadis itu.
"Permainanmu lebih payah dari yang kuduga," kata Jihoon setengah mengejek. "Anak lima tahun saja bisa bermain lebih bagus daripada permainanmu barusan."
Hyesung memutar tubuhnya hingga menghadap Jihoon. Tangannya menurunkan penutup tuts piano kembali ketempatnya. Ia berdiri dengan sedikit bersandar pada piano.
"Annyeong, Oppa!" sapa Hyesung sambil tersenyum lebar. "Pekerjaanmu sudah selesai?"
"Bisa kulanjutkan nanti," jawabnya.
Hyesung mengangguk kecil mendengar jawabannya. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gugup sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Hyesung mengambil boneka kecil berbentuk rubah berwarna cokelat dari atas piano.
"Aku yakin kau datang kemari dengan terburu-buru seperti ini tidak hanya untuk menanyakan hal itu kan?" tanya Jihoon.
"Tahu darimana aku berangkat kesini dengan terburu-buru?" bantah gadis itu sambil melihat ke arah lain.
"Ikatan rambutmu longgar seperti habis berbaring. Kancing sweater-mu terlompat satu. Biasanya kau selalu memakai sepatu tiap pergi keluar tapi kini kau datang dengan sandal rumah," papar Jihoon. "Siapa saja yang melihatnya akan langsung sadar, tidak perlu menjadi detektif untuk mengetahuinya."
Hyesung langsung melihat ke arah pakaiannya. Ia segera membenarkan kancing sweater-nya. Gadis itu kemudian melepas ikat rambutnya dan menyisir rambutnya kebelakang dengan tangan kirinya. Hyesung mengikat rambutnya kembali secara asal, seperti biasa.
Jihoon berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri Hyesung. Gadis itu mencoba mundur. Namun langkahnya terhenti karena dibelakangnya sudah ada piano. Jihoon terus berjalan mendekati gadis itu hingga hanya tersisa jarak sepuluh sentimeter diantara keduanya. Hyesung yang gugup hanya bisa memejamkan matanya sambil menunduk. Jihoon berusaha keras menahan tawa melihat reaksi gadis itu. Tangannya menjulur ke arah kepala Hyesung. Hyesung menunduk semakin dalam.
Jihoon menarik ikat rambut Hyesung hingga rambut panjang nan gelap gadis itu tergerai. Ia kembali duduk di kursinya dan mengamati Hyesung yang masih terdiam.
"Rambutmu bisa rusak kalau terus-terusan kau ikat seperti itu," kata Jihoon.
Hyesung mengangkat wajahnya. Ia memandang ke arah Jihoon. Sadar karena ia sedang dikerjai, Hyesung mengerucutkan bibir kesal. "Jihoon oppa membuatku kesal."
Tawa Jihoon pecah. Pria itu bahkan memegangi perutnya yang sakit karena tertawa terpingkal-pingkal. Jihoon melihat ke arah Hyesung yang masih cemberut. Ia tahu bahwa gadis itu benar-benar kesal padanya.
"Maafkan aku," ucap Jihoon. Ia kini memandang Hyesung dengan senyum manis menghiasi wajahnya. "Jadi kau kesini ada perlu apa?"
Ingat akan tujuannya datang kesini, membuat gadis itu melupakan kekesalannya. Wajah Hyesung langsung memerah. Ia tidak berani memandang ke arah Jihoon.
Jihoon menyadari perubahan raut wajah Hyesung. Ia dapat merasakan kegugupan gadis itu. Jihoon menelan ludah dengan susah payah. Entah mengapa di saat-saat seperti ini tenggorokannya terasa kering. Ia meraih botol minum dari atas meja dan menghabiskan isinya.
"Itu... aku...," ucap Hyesung masih enggan melihat ke arah Jihoon. Gadis itu kemudian menunduk. "Aku malu mengucapkannya."
Apa benar ini seperti yang aku pikirkan? batin Jihoon. Mungkinkah hari ini Hyesung akan menjawab pernyataannya waktu itu? Jihoon menunggu gadis itu dengan sabar. Ia sendiri juga berusaha menenangkan debaran di dadanya.
"Aku... juga... pada oppa," ucap lirih Hyesung. Nyaris tak terdengar.
"Apa?" tanya Jihoon. Ia benar-benar tidak mendengar ucapan gadis itu.
Hyesung mengangkat wajahnya dan memandang Jihoon tepat di manik mata. "Aku juga sayang pada Oppa. Aku mencintai Lee Jihoon," kalimat itu akhirnya berhasil lolos dari kedua bibir Hyesung.
Jihoon terdiam beberapa saat. Ia tidak mempercayai pendengarannya.
"Ah, lupakan. Anggap saja oppa tidak pernah mendengarnya dariku," kata Hyesung sambil melangkah menuju pintu.
Jihoon melompat berdiri dan meraih lengan Hyesung. Ia menahan gadis itu sebelum sempat meraih gagang pintu. Hyesung menghadap ke arah Jihoon dengan kepala menunduk.
"Boleh aku mendengarnya lagi?" tanya Jihoon. Ia tersenyum lebar.
Hyesung melirik Jihoon sekilas. Kemudian dia melihat ke arah lain dengan wajah memerah, "Aku mencintai Lee Jihoon."
Jihoon merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Dengan pelan ia mengelus rambut Hyesung. "Terima kasih. Aku juga mencintaimu, Han Hyesung."
Hyesung membalas pelukan Jihoon. "Maafkan aku karena telah membuatmu lama menunggu."
"Penantianku tidak sia-sia," jawab Jihoon. Pria itu mencium puncak kepala sekilas, sebelum melepaskan pelukannya. Dengan pandangan mata risau, Jihoon menatap Hyesung. "Bagaimana dengan Mingyu?" tanyanya. Bagaimanapun ia sudah menganggap Mingyu sebagai saudaranya sendiri. Jihoon mengakui kalau ia khawatir dengan adiknya itu.
"Aku akan segera bicara dengannya," jawab Hyesung mantap. "Tapi, tidak hari ini. Aku mengenal karakternya, ia sangat mirip dengan diriku. Aku akan memberinya waktu untuk menyendiri."
"Apa dia tahu bahwa kau kemari karena diriku?" Tanya Jihoon lagi.
Hyesung mengangguk kecil. Ia tampak merasa bersalah. Melihatnya begitu, Jihoon kembali menarik gadis itu kembali masuk dalam pelukannya. Hyesung menikmati kehangatan yang dirasakannya.
"Noona, ayamnya sudah dat...," wajah Vernon muncul dari ambang pintu. Hyesung langsung melepaskan diri dari dekapan Jihoon dengan gugup. "Apa yang kalian lakukan?"
Hyesung mendorong pelan Vernon ke samping dan berjalan melewatinya. "Wah, sudah datang ya? Biar ku bayar dulu," serunya sambil berjalan menuju ruang latihan.
"Jangan bicara pada yang lainnya," ancam Jihoon pada Vernon. Ia mengikuti langkah Hyesung.
Vernon terdiam. Ia menelengkan kepalanya bingung. Apakah tadi Jihoon hyung dan Hyesung noona sedang berpelukan? Vernon menggelengkan kepalanya. Mungkin aku salah liat, pikirnya tak mau ambil pusing. Ia mengejar langkah-langkah Jihoon.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top