Envious
Tanpa terasa sepuluh hari telah lewat. Hyesung masih sibuk dengan studi sekaligus pekerjaannya sebagai dokter. Seventeen juga tengah menyelesaikan rangkaian jadwal mereka di Jepang. Tidak ada sesuatu spesial yang terjadi pada hari-hari itu.
Lee Jihoon
"Hoam," aku menguap lebar. Kuangkat tanganku melakukan peregangan yang selalu kulakukan tiap bangun tidur sekaligus untuk mengusir rasa kantuk. Kukerjap-kerjapkan kedua mataku agar terbiasa dengan sinar matahari yang masuk melewati jendela.
"Bangun juga kau akhirnya," ucap Wonwoo. Ia sedang duduk membaca sebuah buku di kasur Seokmin, teman sekamarku. "Kau harus cepat kalau masih ingin mendapatkan sarapan."
"Sekarang jam berapa?" tanyaku masih bermalas-malasan.
"Sudah pukul 09.00," jawab Wonwoo sambil menutup bukunya. "Sebaiknya kau segera bersiap sebelum Minho hyung menarikmu paksa dari atas kasur. Ingat, masih ada Carat Camp siang ini sebelum konser."
"Ya, ya, ya. Aku tahu." Aku meraih hoodie hitam dari kursi dan berlalu meninggalkan Wonwoo yang masih asyik melanjutkan bacaannya. Setelah sikat gigi dan cuci muka, aku melangkahkan kaki menuju ruang restorasi.
Kulihat Chan, Seungcheol, dan Soonyoung masih menyelesaikan sarapan mereka. Aku mengambil selembar roti tawar, menjejalkannya ke mulut, dan mengambil selembar roti lainnya. Dengan masih terkantuk-kantuk, kuhampiri ketiganya.
"Jihoon-ah!" panggil Soonyoung sambil menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya.
Aku duduk di tempat yang ditunjuk Soonyoung. Acara makan pagi kembali berlanjut dengan tenang. Masing-masing fokus dengan ponsel dan kegiatan mereka. Aku sendiri sibuk mengunyah makanan dengan mata terpejam.
"Hyung!" panggilan Chan mengagetkanku. Parah, sepertinya aku tertidur saat tengah makan.
"Semalam kau tidur jam berapa? Kau terlihat seperti zombie hidup," kata Seungcheol.
"Pukul tujuh pagi," jawabku sambil kembali menyuapkan selembar roti lainnya ke dalam mulut. "Setelah selesai berlatih aku masih harus membuat lagu lagi."
"Kasihan sekali kau ini," kata Soonyoung. "Kau harus makan lebih banyak, Jihoon-ah."
"Yang kubutuhkan saat ini hanyalah tidur."
Chan mendorong gelas yang masih penuh berisi susu miliknya ke hadapan Jihoon. Ia kemudian bangkit berdiri untuk mengambil susu lagi. "Minumlah hyung," katanya sambil lalu.
Aku menurut. Setelah mengucapkan terima kasih, aku meminum sedikit susu dingin pemberian Chan. Aku membuka ponsel dan melihat-lihat isinya agar tidak tertidur lagi. Tanpa sadar jariku membuka folder kirim pesan dan membuka sebuah pesan dari Hyesung. Sudah ribuan kali aku membaca pesan terakhirnya yang dikirim lebih dari seminggu yang lalu, namun aku tidak pernah bosan.
Sebenarnya, isi pesannya sangat sederhana. Tidak ada makna spesial di dalamnya. Gadis itu hanya mengirim pesan mengatakan sudah tiba di rumah, menepati janji dan permintaanku saat itu. Message setelahnya hanya berisi pesan agar aku tidak lupa makan dan istirahat. Pesan klise yang selalu ia ucapkan pada seluruh member Seventeen. Karena saat itu aku sedang sangat sibuk, aku hanya membalas rangkaian kalimat itu dengan satu kata. "Baiklah." Kemudian hari-hari berikutnya tidak ada pesan lagi. Aku sendiri dengan payahnya tidak berani mengirim pesan kepada gadis itu duluan. Aku juga tidak tahu apa yang harus aku katakan.
Dua kali Jisung hyung datang ke Jepang untuk mengurus proyek Seventeen. Dari dia jugalah aku mendengar kabar terakhir gadis itu. Hyesung sedang sibuk-sibuknya melakukan riset bersama sang profesor. Gadis itu bahkan sampai beberapa hari terpaksa menginap di tempat kerjanya untuk mengerjakan karya tulis ilmiah setelah selesai jam kerjanya. Jisung hyung menolak permintaan Mingyu yang ingin menghubungi Hyesung dengan dalih tidak ingin mengganggu kegiatan adiknya yang sangat sibuk. Setelah kucermati, sepertinya hanya aku saja yang memiliki nomor ponsel Hyesung di antara member Seventeen. Member yang lain selalu minta dihubungkan dengan gadis itu jika tidak melalui Minho hyung, ya langsung ke kakaknya, Jisung hyung.
Soonyoung menepuk pelan bahuku. Aku menatap ke arahnya dengan pandangan bertanya. "Kalau kau kangen, kenapa tidak kau chat dari kemarin?" ucapnya dengan suara rendah di telingaku.
Dasar bodoh! Apa ia lupa kalau disini masih ada orang lain. Aku melihat ke arah Seungcheol hyung dan Lee Chan. Mereka berdua terlalu sibuk mendiskusikan sesuatu di layar ponsel milik Chan. Aku menghembuskan napas lega. Dengan sinis kulirik sahabat disampingku ini yang hanya bisa meringis menyadari kesalahannya.
"Idiot," ucapku. Sarapan tersimpelku sudah selesai. Aku berdiri dan bergegas kembali ke kamar setelah pamit pada yang lainnya.
Aku melewati ruang latihan dance Seventeen yang ramai. Aku melongokkan kepala penasaran dengan apa yang terjadi. Ini bukan ramai latihan menari atau bernyanyi, karena tidak ada suara musik sedikit pun yang terdengar.
Kulihat Mingyu dan Wonwoo sedang melakukan video-call dengan seseorang. Ah, mungkin saja keluarganya, pikirku sambil melanjutkan langkah. Namun aku berbalik saat menyadari bahwa suara di seberang sana adalah suara yang terakhir kali aku dengar sepuluh hari yang lalu. Hyesung! Aku segera melangkahkan kaki masuk ke ruang latihan yang lengang itu.
"Ah, ada Jihoon hyung disini," ucap Mingyu dengan ringan ke layar ponsel. "Halo, Jihoon hyung! Kami sedang melakukan panggilan dengan Han Hyesung," lanjutnya kemudian sambil melihat kearahku.
Aku berdiri di belakang Mingyu dan Wonwoo. Kulihat bayangan gadis itu yang sedang tersenyum lebar. Ah, senyuman itu! Kulihat latar belakang gadis tersebut yang tampak familiar. Convenience store dekat gedung agensi? Apa yang dilakukan gadis itu?
"Annyeong Jihoon oppa! Kupikir kau masih tidur," sapanya setengah mengejek. Gadis itu merapikan rambutnya yang tertiup angin.
"Baru saja aku mau kembali tidur setelah sarapan," jawabku datar. Berusaha menyembunyikan rasa senangku karena akhirnya dapat bertemu lagi dengannya, walaupun lewat layar handphone.
"Kudengar Jihoon bekerja hingga pagi untuk menyelesaikan lagunya," adu Wonwoo.
"Benarkah?" tanya gadis itu terkejut. "Kalau begitu sama denganku. Aku bahkan belum tidur dari jaga malam."
"Kau ada operasi lagi?" tanya Mingyu khawatir.
"Untungnya tidak ada operasi darurat semalam," jawab Hyesung. "Tapi aku harus segera menyelesaikan tulisanku kalau tidak ingin diremehkan oleh profesor."
"Kasihan sekali. Kau terlihat lelah," ucap Mingyu.
Hyesung tertawa kecil. "Aku tidak apa-apa kok. Aku akan tidur selama seharian ini untuk isi ulang tenagaku."
"Hyesung-ah apa yang kau lakukan disana? Itu bukannya toko dekat gedung agensi?" tanyaku penasaran.
Hyesung melihat ke sekelilingnya. "Bingo! Benar sekali! Setelah dari rumah sakit aku mampir kesini untuk membantu beberapa pekerjaan Jisung Oppa. Sekarang sudah selesai kok. Sebelum kembali ke rumah, aku belanja makan siang dan malamku dulu di sini. Rencanaku seharian ini hanya makan dan tidur."
"Enak sekali," sahut Wonwoo. "Kami masih ada acara fanmeeting siang ini dan konser nanti malam."
"Semangat! Sebentar lagi kan kalian akan kembali ke sini," ucap Hyesung. Ia kembali menyelipkan rambut di balik telinganya. Sepertinya disana sangat berangin. "Aku sudah bilang pada Mingyu akan mengadakan pesta di rumahku setelah jadwal Jepang kalian selesai. Aku akan menyediakan daging yang banyak."
"Wah, Mingyu, kenapa kau tidak bilang pada kami?" protes Wonwoo sambil menatap Mingyu yang duduk di sebelahnya. "Kau tidak bermaksud datang sendiri ke rumah Hyesung untuk menghabiskan semuanya kan?"
"Tidak kok, aku hanya belum mengatakannya pada kalian saja," kilah Mingyu.
Hyesung tertawa di seberang sana melihat Wonwoo dan Mingyu bertengkar. "Sudah, sudah, yang penting sekarang kan sudah tahu." ucapnya melerai, membuat Wonwoo dan Mingyu kembali menghadapnya.
"Memang kapan kau bilang pada Mingyu mengenai rencana itu, Hyesung-ah?" tanyaku penasaran. Setahuku Mingyu tidak memiliki nomor pribadi Hyesung.
"Sepertinya sudah lama sekali," jawab Hyesung tampak mengingat-ingat. "Ah, ya! Mingyu-ya, kau membuat oppa ku kesal tahu. Jangan mengganggunya dengan merengek-rengek minta nomor teleponku padanya."
Mingyu tertawa. "Maaf, maaf," ucapnya. "Tapi sekarang kan aku jadi mendapatkan nomormu."
"Kenapa kau tidak meminta lansung padaku saat aku kemarin ke Jepang, hmm?"
"Aku selalu lupa," jawab Mingyu tanpa merasa bersalah.
"Hyesung-ah, apa aku boleh menyimpan nomormu juga? Siapa tahu aku membutuhkannya nanti?" tanya Wonwoo.
Hyesung mengangguk. "Boleh saja. Kalau ada member lain yang ingin menghubungiku, berikan saja nomorku padanya. Jadi kalian tidak perlu repot menghubungiku lewat ponsel Minho Oppa. Aku pasti akan menjawab telepon kalian jika aku tidak sedang sibuk."
Kulihat Hyesung menggemeretakkan giginya menahan dingin. "Ya, Hyesung-ah. Jangan terlalu lama berada di luar. Kau bisa mati membeku," ujarku khawatir melihatnya.
"Iya, Oppa. Aku duduk disini karena tadi tiba-tiba mendapat telepon dari Mingyu," jawab gadis itu. Hyesung tampak berdiri dari duduknya. "Sepertinya aku harus segera pulang. Nanti aku akan menghubungi Minho oppa mengenai jadwal kalian. Jadi aku bisa mempersiapkan pesta setelah kalian tiba di Seoul nanti."
"Aku tunggu kabarnya," kata Mingyu riang.
"Selamat bersenang-senang di konser kalian nanti!" kata Hyesung sambil melambaikan tangan ke arah kamera. Aku, Mingyu, dan Wonwoo balas melambaikan tangan hingga sambungan telepon terputus.
Aku melangkah kembali ke arah kamar. Tak henti-hentinya aku memaki diriku sendiri yang dengan bodohnya menyangka bahwa diriku spesial karena hanya aku yang memiliki nomor ponsel Hyesung. Ternyata Mingyu sudah menghubungi Hyesung. Gerak cepat juga anak itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top