Pertemuan


Setelah lulus sekolah Bram dan Donna melanjutkan kuliah, mereka  mengambil jurusan yang sama, sebagai Dokter juga. Sedangkan Putri berkuliah di rumah bersama guru privatnya. Karena kemampuan Putri menjadi Dokter sudah terlihat sejak ia lulus sekolah, maka ia berencana mengelola klinik yang dulu ditempati mendiang ibunya.

Krisna mengizinkan itu, sudah saatnya Putri lebih terbuka dengan dunia luar.

Suatu hari di klinik, terlihat suster sedang berbicara dengan seorang nenek.

"Nenek, rumahnya di mana?" tanya wanita berbaju pink putih itu.

"Nenek lupa, di mana ya?" ucap wanita tua berusia hampir 80 tahunan itu.

"Duh, gimana ini!" Suster itu tampak cemas.

Putri yang saat itu melihat mereka, berjalan menghampiri. "Ada apa ini, Sus?"

"Oh, Dokter Putri, kebetulan. Nenek ini sepertinya lupa jalan pulang, Dok!"

Putri merunduk lalu bertanya pada nenek itu. 

"Nenek, ke sini mau ngapain, ya?" tanya Putri seraya tersenyum padanya.

"Mau ketemu cucu Nenek, katanya Nenek disuruh nunggu di sini!" sahut wanita tua itu.

"Oh, gitu ya."

Di sisi lain, Santi kebingungan mencari neneknya yang hilang. Padahal hanya ditinggal sebentar nyuci piring, beliau udah nggak ada. 

"Duh, ke mana ya, perginya, Nenek?"

Bram yang mendapat kabar dari Santi bahwa neneknya hilang  langsung pulang ke rumah. 

"Kenapa lagi, Kak. Kakak buat masalah apa lagi!" tanya Bram setengah emosi.

"Aku nggak bikin masalah, Nenek aja yang pergi entah ke mana!" bantah Santi.

"Kalau sampai Nenek kenapa-napa, aku nggak bakal maafin, Kakak!" ancam pria itu lalu pergi begitu saja.

Bram memang sangat menyayangi neneknya itu. Setelah ia kehilangan ibunya dalam kecelakaan, hanya wanita itu yang  merawatnya. Makanya Bram sangat peduli sekali pada neneknya itu. Walaupun beliau sudah pikun, ia tak pernah mempermasalahkan. Ia masih sanggup menjaga wanita tua itu bergantian dengan kakak perempuannya.

***

Putri melihat sebuah ponsel yang tergantung di leher nenek itu. 

"Nek, bolehkah Putri meminjam ini, saya akan membantu menemukan cucu Nenek."

Nenek itu mengangguk dan memberikan ponsel yang tergantung di lehernya.

Ternyata ponselnya belum dihidupkan. Pasti keluarga nenek itu sedang kebingungan mencarinya. Putri menyalakan ponsel itu dan yakin kalau kontak nomor satu pasti orang yang sangat penting, maka ia mulai menelepon.

Bram sedang mengendarai mobil. Mendadak ada panggilan masuk. 

"Akhirnya, Nenek menelepon juga." Ia senang akhirnya ponsel neneknya sudah aktif.

[Halo, Nek?] tanya Bram tanpa basa-basi.

[Halo, apa Anda sedang mencari Nenek, Anda?] tanya Putri padanya.

Bram bingung, kok, orang lain yang megang ponsel neneknya. [Eh, iya, saya cucunya, Anda siapa, ya? Dan di mana Nenek, saya?]

[Nenek Anda, ada di klinik saya sekarang, beliau lupa jalan pulang, bisakah Anda menjemputnya?] pinta Putri.

[Tentu saja, saya akan segera ke sana!]

[Kalau begitu saya akan kirimkan alamatnya,] sahut Putri.

[Iya.]

Putri mengirimkan alamat klinik pada ponsel Bram lalu mengembalikan ponsel itu pada sang nenek. 

"Nenek, nggak perlu kawatir lagi, sebentar lagi cucu Nenek akan datang."

"Terima kasih, ya, Cu," ujar nenek itu tersenyum pada Putri.

Putri mengangguk. "Sus, tolong tunggu di sini sebentar, sampai cucunya datang, saya masih ada pasien."

"Baik, Dok!"

Putri pergi kembali ke ruangannya.

Bram baru saja datang dan mencari neneknya, ia melihat wanita tua itu duduk di sebuah kursi. 

"Nek, kenapa bisa sampai ke sini?" tanya Bram lalu memeluk wanita yang dianggap seperti ibunya itu.

"Oh, cucuku sudah datang," sahut wanita tua itu ikut gembira.

"Terima kasih Suster, sudah menolong Nenek, saya."

"Sebenarnya dokter Putri yang menelepon Anda tadi, bukan saya," bantah suster itu.

"Bisakah saya bertemu dengannya, Sus?" tanya Bram.

"Oh, maaf, sekarang Dokter sedang ada pasien."

"Kalau begitu sampaikan rasa terima kasih saya pada Dokter itu, saya undur pamit ya, Sus," ujar Bram.

"Iya, mari, Mas."

"Ayo, Nek, kita pulang." Bram menuntun neneknya untuk pulang.

Sesampainya di rumah. "Haduh Nek, ke mana aja, sih, Santi cariin ke mana-mana juga."

"Udah, Kak, biarin Nenek beristirahat dulu," bantah Bram.

Santi mengangguk.

Bram membawa neneknya ke kamar untuk beristirahat. 

"Nek, jangan pergi tanpa pamit lagi, ya, jangan bikin Bram khawatir, Nek."

"Iya, Cucuku, maafin nenek, ya," ujar wanita tua itu seraya memeluk cucu kesayangannya.

***

Hari itu Bram berulang tahun, nenek ingin sekali memasak untuk cucu kesayangannya itu, ia menarik Santi ke pasar dan berbelanja. 

"Nenek, pelan-pelan jalannya, gandeng tangan Santi, ya, jangan sampai pergi sendiri!" pinta Santi.

"Iya, Cu."

Nenek dan Santi berbelanja banyak sekali. Saat Santi ingin membayar uang pada penjual itu, nenek sudah lepas dari genggamannya. Wanita tua itu berjalan ke tepi jalan karena melihat anak ayam yang berwarna-warni. 

"Dulu, Cucuku suka sekali dengan ayam ini," gumam nenek dan berbalik.

Ia tak mendapati Santi di sampingnya. Ia bingung dan terus berjalan, sampai suatu mobil yang mendadak datang langsung menabraknya hingga tubuh wanita berambut putih itu terhempas dan bergulingan di jalan.

Santi yang sedang mencari neneknya melihat saat kejadian itu terjadi. "Nenekkkkk?!" teriak wanita itu sembari berjalan menghampiri tubuh wanita tua yang sudah tidak berdaya itu. Ia menangis memeluk neneknya, beberapa orang segera menelepon ambulance.

***

Donna dan teman-temannya sedang mengerjakan makalah di rumahnya. Bram juga ikut andil, ia sudah lama tak berkunjung ke rumah Donna setelah ibunya meninggal, Silvi menyambut mereka semua.

"Silahkan masuk semuanya, perkenalkan, aku mamanya Donna."

"Selamat pagi Tante," sapa mereka semua.

"Iya, pagi, loh Bram, kamu sudah besar rupanya, masih tampan seperti dulu," puji Silvi.

"Ah, Tante, bisa aja," bantah Bram sedikit malu.

"Ayo, semuanya masuk, anggap aja rumah sendiri, ya."

"Iya, Tante!"

Mereka semua duduk di sofa, Putri tau hari ini teman-teman Donna datang, makanya ia bergegas kembali ke kamar.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top