Melindungi Putri
Bram menyusul Putri yang duduk di teras.
"Udah, ngobrolnya ama Donna, kok cepet banget?"
"Aku sama dia kan, tiap hari ketemu di kampus, kapan pun kami bisa ngomong, kok, lagian aku ke sini mau nemuin kamu, bukan dia," ujar Bram terang-terangan.
"Makasih, udah nolongin aku dua kali hari ini," ujar Putri.
"Iya, nyantai aja."
Putri menceritakan kejadian di taman tadi pada Bram dan juga sesosok wanita yang selalu berada di belakang Donna.
"Jadi, kamu bilang, saat kamu megang tanganku, arwah-arwah itu mulai menjauh!" tanya Bram penasaran.
"Iya, aku juga nggak tau kenapa, jadi maaf, ya," ujar Putri lirih.
"Kamu nggak perlu minta maaf, kok, aku suka kalau bisa melindungi kamu," sahut Bram memandang Putri, ia pun ikut memandangnya.
"Bentar, ya, nenek kamu ada di sini, aku mau nanyain sesuatu sama beliau," ujar Putri.
Bram mengangguk.
"Nek, makasih tadi dah nolongin Putri, tapi wanita itu siapa, Nek?" tanya Putri padanya.
"Itu Nyi Blorong, Nak, dia yang menjaga Donna untuk saat ini," jawab nenek.
"Menjaga Donna, kok, bisa Nek, tapi dulu Donna nggak ada yang jaga kok, Nek, aneh!" ujar putri keheranan.
"Kalau orang jaman dulu menyebutnya, gembolan susuk, Nak, jadi Donna sekarang memakai susuk dan benda itulah yang menjaga dia sekarang," sahut nenek menerangkan.
Putri terkejut. "Apa! Susuk, buat apa Donna memakainya, Nek."
"Nak, Putri, sepertinya Donna mengincar Bram dan dia juga ingin mencelakaimu. Waktu nenek di sini hanya tinggal beberapa hari lagi, nenek tak bisa menjaga kalian selamanya, bisakah kalian pergi ke rumah pamanya Bram, nenek rasa dia bisa membantu kalian," ujar nenek.
Putri menatap Bram.
"Kenapa Put? Nenekku bilang apa?"
"Apa kamu merasa ada yang aneh dengan Donna?" tanya Putri.
"Bagiku sih, nggak aneh, tapi kayaknya anak-anak lain makin tergila-gila sama Donna, entah kenapa," jawab Bram.
"Dia pakai susuk buat ngedapetin kamu, Bram," ujar Putri tiba-tiba.
"Astagfirullah, nggak mungkin lah, nggak usah bercanda deh!" sahut Bram tak percaya sama sekali.
"Yang dorong aku dari tangga tadi susuknya Donna, dia nggak suka ngeliat kamu terlalu deket sama aku!" bantah Putri.
"Serius kamu, apa itu tadi juga Nenekku, yang bisikin suruh cepet-cepet nolongin kamu?" tanya Bram lagi.
Nenek Bram mengangguk.
"Iya, itu Nenekmu," sahut Putri.
"Waktu Nenekmu di dunia ini tinggal beberapa hari lagi, beliau nggak bisa menjaga kita selamanya, beliau menyuruh kita pergi ke rumah pamanmu," ujar Putri.
"Oh, paman Tirto, Nenekku bilang gitu, ya,"
Putri mengangguk.
"Baiklah, minggu ini aku jemput kamu, ya, kita ke sana bareng-bareng," ajak Bram.
"Iya," sahut Putri.
***
Malam itu Bram tak bisa tidur di kamarnya. Ia memikirkan tentang semua kejadian hari ini, membuatnya bingung. Ia pun teringat semua perkataan Putri. Lalu ia membuka laptopnya dan mencari informasi tentang susuk.
Keesokan harinya di kampus. Ia sengaja mengajak teman-temanya makan dan juga ada Donna di sana.
"Tumben banget, Bram, ngajakin kita makan, ada angin apa gerangan?" ujar Clara.
"Iya, nih, kayak seneng banget tuh, anak," sahut Ridwan.
"Nah, kawan-kawan pesanannya sudah datang," ujar Bram sambil menurunkan beberapa piring sate.
Donna terperanjat. "Apa nggak ada menu lain, ya?" tanya Donna yang menghindari makan sate.
"Kenapa Don, bukanya kamu suka banget makan sate," ujar Clara teman baiknya.
"Hem, aku lagi diet, nih," sahut Donna beralasan.
"Sate ini kan, di bakar Don, bukan di goreng, di jamin nggak bikin gemuk, kok, yuk dimakan," sahut Bram tetap kekeh menawarinya.
Dengan wajah yang lesu Donna pun memakan sate itu, dia menurunkan semua daging sate itu ke piring menggunakan garfu.
"Kok, nggak dimakan dari tusuknya Don, rasanya beda ntar," ujar Ridwan yang masih sibuk mengunyah daging di mulutnya.
"Ehmm, aku suka makan kayak gini, kok, udah jangan peduliin aku, lanjut aja makanya!" sahut Donna.
Dari situ Bram tau kalau Donna tidak bisa makan sate dari tusuknya. Sama seperti yang tertulis di artikel.
Besok malamnya, Bram dan ayahnya di undang makan ke rumah Donna. Saat di meja makan.
"Om, Tante, ini ada oleh-oleh sedikit," ujar Bram sembari memberi sekeranjang buah berisi pisang raja.
"Nggak usah repot-repot, Nak Bram," sahut ibunya Donna terkejut melihat pisang raja itu.
"Nggak kok, Tante, biasa aja," ujar Bram tersenyum.
"Bram sudah dewasa, ya, sudah punya pacar belum, Nak?" tanya Krisna ayahnya Donna.
"Saya suka sama seorang wanita, Om, tapi kayaknya wanita itu masih menutup hatinya," sahut Bram.
"Yang semangat, kamu kan, cowok, harus pantang menyerah," ujar Krisna.
"Iya, Om, makasih," sahut Bram dan melirik Putri yang duduk di depannya.
Putri yang merasa dilirik pun diam saja.
"Donna juga makin cantik, ya, udah dewasa dan persis mamanya," puji Wahyu ayahnya Bram.
"Ah, Om, bisa aja," sahut Donna dengan malu.
"Kalian berdua pacaran, ya? Kok, jadi malu-malu gini," ujar Bagas.
"Nggak kok, Kak, kami kan cuman temenan," sahut Bram menanggapi dan melirik ke Putri lagi.
Donna merasa kecewa mendengar perkataan Bram.
"Tapi kalau kalian berdua memang pacaran, Tante sama Om setuju-setuju aja, kok," timpal ibunya Donna.
"Sebenarnya wanita yang saya suka itu ...." Perkataan Bram terhenti karena tiba-tiba Putri seraya dicekik hingga tak bisa bernapas. Ia sulit mengucapkan kata-kata, semua orang pun berkerumun menolongnya.
"Putri, kamu kenapa, Put?" tanya Bram dengan cemas.
Tak berapa lama Putri segera di larikan ke rumah sakit. Dokter mengatakan putri baik-baik saja, mungkin ia hanya kesulitan bernapas.
Di sebuah kamar, Putri terbaring dan menangis sendirian. Bram datang menghampirinya.
"Putri, kok kamu nangis?" tanya Bram heran.
Putri beranjak dari tempat tidurnya lalu duduk bersandar.
"Aku salah apa sama mereka, aku nggak pernah sekalipun ganggu mereka," isak Putri sambil terus menangis.
Bram mendekat dan perlahan memeluk wanita itu. Ia menepuk-nepuk bahunya agar tenang.
"Besok, aku akan membawamu ke rumah pamanku, aku ingin semua ini segera berakhir, kamu yang sabar, ya, bertahan sebentar lagi," sahut Bram.
Dari luar jendela, tampak Krisna sedang melihat mereka. Ia tau bahwa Bram berusaha melindungi Putri. Ia mengurutkan niatnya untuk masuk ke dalam.
***
Keesokan harinya Putri sudah bisa pulang ke rumah, padahal keadaan Putri tidak begitu baik, tetapi Dokter tidak bisa mengobatinya lagi.
Dan hari itu Bram meminta ijin pada Krisna untuk membawanya ke suatu tempat. Ia berkata walau Putri terlihat sehat ia tidak seperti orang sehat lainnya, akhirnya Krisna mengizinkan mereka pergi.
Di dalam mobil. Putri terbaring lemas dan tubuhnya berkeringat dingin.
"Putri, bertahan sebentar lagi, ya," ujar Bram cemas sambil menggenggam tangan wanita itu.
Bram melihat di leher Putri ada tanda bekas cekikan lalu tanda itu makin lama makin menghitam, ia tak tau apa penyebabnya. Ia melihat Putri begitu kesakitan. Bram lalu menelepon pamannya.
"Om, bagaimana ini? Putri tampak kesakitan, dia terus merintih, Om," ujar Bram bingung.
Sebelumnya Bram sudah menceritakan tentang Putri pada pamannya dan juga memberitahukan tentang kedatangannya hari ini.
"Apa ada tanda yang lebih jelas Bram?" tanya paman Tirto.
"Itu Om di lehernya putri ada bekas cekikan dan makin lama makin menghitam, padahal kemarin tanda itu nggak ada!" jelas Bram.
"Bram, apa kamu membawa Al-Qur'an atau tasbih di mobil kamu? Kalau ada, taruh itu di badan putri, itu akan mengurangi rasa sakitnya," sahut pamanya
"Oh, iya, Om, Bram coba cari dulu!" Ia menutup ponselnya dan mencari-cari Al-Qur'an.
Dia ingat pernah membawanya sesekali dan akhirnya menemukan benda itu.
"Putri, pegang ini erat-erat, bentar lagi kita akan sampai!" pinta Bram sambil meletakkan Al-Qur'an itu di tangan wanita yang ia sukai.
Putri hanya mengangguk tak mampu lagi berbicara.
Sesampainya di rumah Tirto pamannya. Bram langsung membopong Putri. Tirto sudah menyiapkan bak besar berisikan air yang ditaburi beberapa bunga di atasnya.
"Masukkan dia ke dalam air ini, Bram," pinta Tirto.
"Baik, Om," ujar Bram dan memasukkan tubuh Putri ke dalam bak air itu.
Paman Tirto membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an, sembari mengitari bak air itu. Sesekali ia mengguyur tubuh Putri dan terakhir ia mencelupkan kepala Putri ke dalam air itu agar semua badannya terbasahi.
Lalu Putri muncul lagi dengan matanya yang bersinar dan menghitam. paman Tirto mengambil dua lembar daun kelor dan mengusapkan ke mata Putri. tiba-tiba saja ia langsung pingsan.
"Bram, panggilkan Tantemu!" pinta Tirto.
Bram pun memanggil Tantenya untuk masuk ke kamar.
"Bu, tolong bantu Putri ganti baju, ya?" pinta suaminya.
"Iya, Yah," sahut istrinya.
Tantenya Bram membantu Putri berganti pakaian lalu menidurkan Putri di ranjang.
"Om, gimana keadaan Putri?" tanya Bram yang masih cemas.
"Om, sudah mengembalikan susuk kiriman itu. Mungkin sekarang susuk itu menyerang pemiliknya dan Om, juga sudah menutup mata batinnya Putri, dia tidak akan bisa melihat arwah-arwah lagi," jelas Tirto.
"Terima kasih ya, Om," sahut Bram merasa puas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top