Ketakutan
Saat makan malam di rumah Putri. Malam itu tak seperti biasanya. Putri melihat sesosok wanita yang selalu berada tepat di belakang Donna, wanita itu tampak memandanginya dengan mata hitamnya dengan penuh kebencian. Putri hanya menundukkan kepala dan tak ingin melihatnya.
"Don, apa kamu habis perawatan? Kok, tambah cantik gini," ujar Bagas kakaknya.
"Ah, Kakak bisa aja, aku kan, emang udah cantik dari dulu," sahut Donna malu.
"Iya, nih, kok anak papa jadi tambah cantik ya, udah bahaya ini, bisa-bisa diculik orang nanti!" timpal Krisna seraya bercanda pada anaknya.
"Ah, Papa, bercandanya kelewatan, deh," sahut Donna tertawa puas.
Mereka semua tertawa dengan gembira. Hanya Putri yang tidak merasakan kegembiraan itu, karena ia takut dengan wanita di belakang Donna.
"Putri, kenapa kamu? Kok, gemetaran gini?" tanya Krisna yang melihat keponakannya itu hanya menunduk saja.
"Om, Putri sedikit pusing, boleh nggak makan di kamar aja?" pinta Putri.
"Putri sakit, ya? Kak Bagas antar ke puskesmas, ya?" ujar Bagas.
"Nggak usah kok, Kak. Mungkin cuman kecapean, Putri ke kamar dulu, ya," sahut Putri sambil berlalu pergi meninggalkan mereka semua.
Di dalam kamar, Putri mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Ia begitu takut, ia jarang melihat arwah yang langsung menatapnya dengan tajam seperti itu. Mbok Inah datang menghampirinya.
"Non, ini makanannya? Mbok taruh sini, ya?" ujar wanita itu, tetapi Putri tak menyahut sama sekali.
"Non, Non Putri, Non, kenapa?" ujar Mbok Inah memanggil dengan agak keras.
Putri tersentak dari lamunannya. "Oh, iya Mbok, maaf Putri ngelamun, makasih, Mbok, udah dianterin makanannya!" sahut Putri.
"Non, jangan mikir yang enggak-enggak, habis makan langsung minum obat, terus istirahat, ya," pinta mbok Inah.
Putri hanya mengangguk.
Selesai makan, Krisna mendatangi Putri, untuk melihat keadaannya.
"Putri, sudah selesai makan belum?" tanya Krisna yang baru saja masuk ke kamarnya.
"Sudah, kok, Om, baru aja," jawab Putri.
"Jangan lupa obatnya diminum ya?" pinta pria berkacamata itu.
"Iya, Om," sahut Putri.
"Besok kamu ijin dulu ya, jangan ke klinik, om rasa kamu pasti kecapean."
"Tapi, Om, Putri masih banyak pasien," bantahnya.
"Putri nggak usah khawatir, besok om suruh salah satu Dokter di rumah sakit biar gantiin kamu di klinik, sementara ini Putri harus banyak istirahat dulu, ok," sahut pamannya memaksa.
"Ya udah kalau gitu, Om, maaf ngrepotin, ya."
"Iya, nggak papa Sayang, ya udah, Putri rehat dulu ya, om nggak mau ganggu lagi," ujar Krisna seraya berlalu pergi.
Di kamar, Krisna dan Silvi sedang berbincang.
"Pa, gimana kalau minggu depan kita undang Wahyu dan anak-anaknya untuk makan malam di sini?" tanya istrinya.
"Ehmm boleh juga, Mama aja yang atur, ya," sahut suaminya.
***
Keesokan harinya Bram mendatangi klinik Putri, berharap bisa bertemu dengannya wanita itu lagi.
Di resepsionis.
"Sore Suster, apa Dokter Putri ada banyak pasien ya, hari ini?" tanya Bram.
"Ehmm, maaf, ya, Mas. Dokter Putri untuk beberapa hari ini tidak akan datang ke klinik."
"Memangnya, kenapa dia, Sus?"
"Sepertinya dia sakit, tadi pagi dokter Krisna baru memberitahu," ujar suster itu lagi.
"Oh, gitu ya, kalau gitu saya undur pamit, ya," ujar Bram seraya pergi dari tempat itu.
Ia mengeluarkan ponsel dan menelepon Putri beberapa kali, tetapi tak ada sahutan sama sekali.
***
Di tempat lain. Di taman dekat rumah Putri, tampak ia sedang duduk membaca buku dan mendengarkan musik dari walkman. Ia merogoh-rogoh tasnya mencari sesuatu.
"Duh, aku lupa lagi nggak bawa ponsel, lagi," gumamnya.
Beberapa saat kemudian terasa semilir angin dingin menghampiri tubuhnya. Ia menutup mata sejenak, lalu saat ia membukanya, beberapa arwah yang memiliki muka sangat seram sudah berdiri tepat di hadapan wanita itu. Mereka seraya mendekat dan ingin mencekik Putri.
Putri berteriak minta tolong, tetapi tak ada seorang pun yang menghiraukannya, mereka malah menganggap Putri seperti orang gila.
Dari arah lain Bram mengendarai mobilnya dan menuju ke rumah Putri. Di tengah perjalanan ia melihat Putri berteriak-teriak di sebuah taman. Ia yang melihat itu langsung turun dari mobil dan menyusul ke taman.
"Putri, kamu nggak papa, kan?" tanya Bram sambil membantu Putri yang terlihat ketakutan.
Putri merasa mengenal suara itu. Ia membuka matanya perlahan.
"Bram, kok kamu bisa di sini?" tanya Putri sambil melepaskan tangan Bram.
Tetapi saat ia melepaskannya, arwah-arwah itu datang mendekati lagi. Ia tak punya pilihan lain selain menggandeng tangan Bram lagi.
"Loh, kenapa Put?" tanya Bram bingung melihat sikap Putri yang ketakutan.
"Bisa nggak, anterin aku pulang dengan posisi kayak gini, pliss, aku mohon," rintih Putri memohon.
Bram menatapnya penasaran.
"Nanti sampai rumahku, aku ceritain semuanya, ayo cepet, pergi dari sini!" pinta Putri menarik tangan Bram.
Bram membawa Putri masuk ke mobil. Di kursi, Putri sangat ketakutan. Ia menutup matanya, seolah tak ingin melihat arwah-arwah yang sedang mengelilinginya.
Sesampainya di depan rumah.
"Putri, kita udah sampai, nih," ujar Bram.
Putri pun membuka matanya perlahan lalu menghela napas.
"Syukurlah," ujar Putri merasa sedikit lega.
"Sebenarnya, ada apa Putri, kenapa kamu begitu ketakutan?"
"Ayo masuk dulu, nanti aku ceritain semuanya," ajak Putri dan turun dari mobil Bram.
Mereka berdua masuk ke rumah.
"Tunggu aku di teras, ya? Aku ganti baju dulu," ujar Putri.
"Oh baiklah," sahut Bram seraya berjalan ke teras.
"Non, itu siapa?" tanya Mbok Inah.
"Itu Bram, temen Putri, Mbok, bisa tolong kasih minum ke dia, Mbok, Putri mau ganti baju dulu," pinta Putri.
"Baiklah, Non," sahut Mbok Inah dan berjalan ke dapur.
Mbok Inah memberikan segelas air untuk Bram.
"Ini, Den, minumnya?" ujar Mbok Inah.
"Nggak usah repot-repot, Mbok. Makasih ya," sahut Bram.
Mbok Inah pamit kembali ke dapur menyelesaikan urusannya. Donna baru saja tiba di rumah. Ia melihat Putri sedang berjalan turun dari tangga. Pikirannya yang jahat mulai bermunculan.
"Andai saja, kamu jatuh dari tangga itu dan kakimu patah, aku pasti sangat bahagia sekali!" gerutunya dengan tatapan penuh amarah.
Tiba-tiba sesosok wanita yang selalu berada di belakang badan Donna langsung menghilang dan muncul di belakang badan Putri, ia menunjukkan senyumnya yang jahat dan matanya yang melotot. Ia sudah siap mendorong tubuh Putri agar jatuh dari tangga.
Bram meneguk teh yang dihidangkan mbok Inah. Mendadak terdengar suara lirih di telinganya.
"Bram, cepat tolongin, Nak Putri, dia dalam bahaya," ujar neneknya meminta tolong.
Bram seperti terpanggil oleh seseorang. Ia segera masuk ke dalam rumah dan melihat Putri akan terjatuh dari tangga, dengan segera Ia menangkap tubuh Putri.
"Putri, kamu nggak papa, kan?" tanya Bram sambil melihat Putri yang masih ketakutan karena melihat sesosok wanita yang berada di dekatnya.
Putri melihat sang nenek menarik selendang wanita itu dan menghilang entah ke mana.
"Aku nggak papa, kok, kamu bisa turunin aku, makasih," ujar Putri sedikit tenang.
Donna berjalan mendekat.
"Loh, Bram, kok, kamu bisa di sini?" tanya Donna karena terkejut.
"Iya, katanya Putri sakit, makanya aku ke sini jenguk dia," ujar Bram
"Heh, segitu baiknya kamu, aku curiga sebenarnya kalian berdua ini, ada hubungan apa?" tanya Donna sinis.
Putri mengetahui nada suara Donna sedikit marah.
"Kami cuman teman, kok, Don. Ya udah, aku ke belakang dulu, kalian ngobrol aja." Putri pergi meninggalkan mereka berdua.
Bram ingin menyusul Putri, teapi Donna menghentikannya.
"Bram, tunggu! Kita harus bicara!" pinta Donna.
"Kita bicaranya besok aja, ya, di kampus, aku permisi dulu," sahut Bram seraya pergi meninggalkan Donna.
Donna merasa kecewa dan muak sekali, pria yang ia sukai tidak pernah menganggapnya sama sekali.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top