SO - BAB 10

Terus support SO dengan memberikan vote dan komentar, ya! ;) ;)

Enjoy! Semoga suka.

Tangan Diana berkeringat ketika Ryan menggamitnya memasuki tempat pesta. Ryan bisa merasakan kegugupan wanita itu. Tetapi dibanding Diana, Ryan jauh lebih gugup dan ini selalu terjadi setiap kali ia menghadari acara keluarga Lazuardy. Meski Ryan jelas-jelas berada di garis keturunan keluarga itu, namun Ryan tak pernah merasa menjadi bagian dari keluarga. Tentu saja, kekhawatiran utamanya adalah ketika ia harus menghadapi seorang Wirata Lazuardy, sang kakek yang selalu dingin padanya.

Setelah bertahun-tahun Ryan menetap di Indonesia, hanya beberapa kali ia pernah bertemu dengan ayah dari mendiang ibunya itu. Masa-masa yang dialami Ryan dan ibunya sangatlah tidak mudah di masa lalu. Mereka tidak mendapat dukungan dari manapun termasuk dari keluarga sang ibu. Mereka berusaha berdiri sendiri dan tidak bergantung dari belas kasih orang lain. Namun setelah bertahun-tahun perginya Emilia, ibu Ryan dari keluarganya demi mempertahankan Ryan, Wirata Lazuardy belum juga meruntuhkan egonya untuk menerima Ryan dan mendiang ibunya.

"Ryan," bisik Diana tiba-tiba hingga Ryan menghentikan langkah pastinya memasuki ruang pesta. "Sungguh, aku tidak apa-apa jika kau menggandengku." Diana tersenyum cerah. "Tapi aku akan menendangmu jika kau melakukan itu lagi."

Ryan mengernyit. "Apa?"

Diana menarik tangannya dari genggaman Ryan. Ia menyodorkan tangannya, menunjukkan pada Ryan. "Tanganku merah jika kau meremasnya sekuat tadi!" gerutunya.

Ryan tersenyum kikuk. Ia tak menyadari jika ia terlalu erat menggenggam tangan Diana untuk membangun kepercayaan dirinya. Untungnya, Diana terlihat baik-baik saja karena ia teralihkan dengan suasana pintu masuk pesta.

"Wow! Berapa banyak uang yang mereka keluarkan untuk ini?" tanya Diana seraya menatap dekorasi pintu depan.

Ryan hanya tersenyum geli, lalu membimbing Diana memasuki pintu ganda Eropa setelah menyebutkan namanya pada penjaga pintu depan. Tangan Ryan berada di balik punggung Diana sementara wajahnya menyiratkan ekspresi posesif ketika beberapa pasang mata terang-terangan menatap pada Diana. Ryan tak tahu harus bersyukur karena riasan mengubah Diana menjadi sangat-sangat cantik atau harus mengeluh karena yang ingin ia lakukan detik ini adalah menyembunyikan Diana.

"Silahkan, Tuan." Seorang pelayan menawarkan anggur pada Diana dan Ryan begitu mereka menginjakkan kaki di ruang pesta.

Diana justru terkagum-kagum dengan pelayanan yang diberikan. "Ini gratis?"

Ryan terkekeh geli hingga dibalas pelototan oleh Diana. Namun pelayan laki-laki dengan seragam khasnya hanya tersenyum seraya mengangguk.

Diana mengambil satu gelas, Ryan pun juga. Wanita itu mengernyit setelah menyesap minuman itu. "Seperti ini rasanya minuman mahal? Astaga!" keluh Diana seraya menjauhkan gelasnya. Ketika seorang pelayan melewatinya, Diana memberikan gelas yang baru sekali sesap itu kepada si pelayan.

Ryan merasa kegugupannya menguap setelah melihat tingkah konyol Diana. Wanita ini hanya tidak terbiasa dan Ryan merasa sangat jahat karena menertawakannya. Tapi yang barusan benar-benar menghibur Ryan.

"Apakah makanan menggiurkan itu juga gratis?" tanya Diana seraya menatap udang yang tersaji apik di nampan kuningan.

Ryan tertawa lagi. "Diana, semua ini gratis untuk para tamu undangan."

"Tapi tak ada yang menyentuhnya," bisik Diana. "Kupikir mereka khawatir membayar. Ini terlihat sangat elit untuk disebut gratis." Diana menghampiri meja di mana udang tersaji. Wanita itu mencomot udang besar dan memakannya seketika. "Astaga. Ini baru enak! Kau harus mencobanya, Ryan," kata Diana. Ia berusaha menyuapkan potongan lainnya pada Ryan.

Ryan menggeleng. Menjauhkan wajahnya dari udang itu. "Aku alergi udang."

Alis Diana naik. Ia hanya mengangguk kemudian memakan udang itu. "Ya sudah."

Ryan merasa geli melihat tingkah Diana. Ketika Diana berusaha mencomot udang yang lain, Ryan menghentikan. "Bukan seperti itu caranya." Ryan mengambil piring kecil dan garpu. Ia mengambil beberapa ekor udang dan meletakkannya di atas piring, kemudian menyodorkan pada Diana.

"Ini tidak praktis." Diana mendengus. Ia menerima piring yang Ryan sodorkan dan terpaksa memakan udang itu dengan penuh etika. Meski wanita itu terlihat kesusahan untuk menahan udang itu supaya tidak tergelincir.

"Ryan!" seruan seseorang membuat Ryan memutar tubuhnya. Wanita yang hari ini genap berumur dua puluh dua tahun itu menerjang Ryan dengan sebuah pelukan. Ryan balas memeluk wanita itu dengan penuh sayang. Sepupunya, Angela terlihat bersinar dengan gaun biru tanpa lengan yang berakhir di lututnya. Rambutnya tergelung rapi dengan lilitan mutiara yang menghiasi kepalanya. Si empunya acara jelas menjadi sorotan di sini. "Terima kasih sudah datang."

"Selamat ulang tahun," bisik Ryan.

Angela melepas pelukannya, lalu melipat tangannya di perut. "Mana hadiahku?"

Oh, astaga. Tentu saja Ryan melupakan hadiah. Ia nyaris melupakan hari ini dan hadiah tidak terlintas sedikit pun di benaknya. Ryan tersenyum kikuk seraya mengusap tengkuknya. Angela tentu tahu gelagat itu.

"Ini ke empat kalinya kau melupakan hadiah di acara ulang tahunku," sergah Angela.

"Menyusul?" tawar Ryan. Jika begini ia harus menuruti satu keinginan Angela, meski itu harus menghabiskan nominal dalam jumlah besar.

"Oke." Angela mengangguk. Kemudian ia teralihkan dengan wanita yang bersembunyi di belakang punggung Ryan.

Ryan berbalik pada Diana yang tengah membersihkan ujung jarinya dengan lidah. Wanita itu terkesiap ketika Ryan dan Angela menatap padanya.

"Uh... Hai!" Diana tersenyum cerah. Ia mengusap tangan pada gaunnya. Dalam hati Ryan merasa geli dengan sikap kekanakan Diana yang baru disadarinya hari ini. Diana mengulurkan tangan pada Angela dengan ramah.

Angela bukan tipe orang pemilih ketika bertemu orang baru. Meski begitu, tatapan menilai kentara sekali dipancarkan wanita itu. "Hai. Aku Angela." Angela membalas uluran tangan Diana. "Kau pasti datang bersama Ryan."

"Ya," kata Diana ramah. "Aku Diana. Aku... pasangannya."

Ryan bisa saja tertawa ketika Diana menyebutkan posisinya malam ini, persis seperti yang Ryan katakan. Angela menatap Ryan penuh arti dan Ryan tahu sepupunya itu meminta penjelasan entah untuk apa. Ryan hanya mengendikkan bahu dan akan mengurus itu untuk nanti.

"Diana, ini Angela. Dia yang berulang tahun hari ini," jelas Ryan.

Wajah Diana berubah ceria. "Wow! Selamat ulang tahun! Aku berharap membawakanmu hadiah tapi Ryan tidak mengingatkanku tentang hadiah. Jadi... maaf karena tidak membawa hadiah."

Angela tersenyum. "Bukan masalah. Ryan akan mengurusnya. Terima kasih sudah datang." Angela menatap lagi penampilan Diana. Senyum Angela menandakan bahwa Diana telah lulus kualifikasi pertama dari segi penampilan. Tentu saja Ryan bersyukur akan hal itu, ia berterimakasih dengan gaun dan riasan yang mengubah Diana menjadi menakjubkan. "Jadi... kau adalah pasangannya malam ini?"

"Ya." Diana mengangguk mantap.

"Sudah berapa lama kau mengenal Ryan?" tanya Angela lagi.

"Cukup lama," jawab Diana sesuai dengan yang Ryan ajarkan.

"Wow. Berarti kau sudah cukup lama menghadapinya?"

Diana tertawa. "Tentu saja. Dia menyenangkan. Kadang-kadang sibuk dengan pekerjaannya."

"Hei! Aku setuju dengan itu," sahut Angela. Ryan bisa merasakan ketegangan yang runtuh dari pembicaraan yang terjadi antara Angela dan Diana. "Dia bisa menjadi sangat-sangat sibuk jika sudah di kantor, kan?"

Diana mengangguk seraya melirik Ryan yang sedaritadi menilai jawaban Diana. Tentu saja Ryan tak ingin kedoknya terbuka bahwa ia baru beberapa hari mengenal Diana dan Diana terjebak di pesta ini karena Ryan yang memintanya.

"Jadi kalian sudah lama berhubungan tapi Ryan sama sekali tidak bercerita bahwa dia berkencan atau sedang mendekati wanita." Angela melirik Ryan dengan sinis. "Tiba-tiba dia membawa pacarnya ke pestaku."

"Tentu saja―" Diana tercekat. "Tunggu. Apa?"

"Kau pasti pacar yang cukup sabar menghadapi pria tiga puluhan yang cenderung sulit dan sangat cuek dengan sekitarnya," komentar Angela.

"P-pacar?" Diana tergagap.

Sial, Ryan tidak mengingatkan soal itu. Praktis Angela mengira Diana adalah pacarnya, karena selain Sarah, asistennya, tak ada wanita lain yang memungkinkan berada di samping Ryan.

Ryan cepat-cepat menarik Diana mendekat. Ia merengkuh Diana dalam pelukannya. Diana sempat terkejut dengan perlakuan itu, namun Ryan menyambar lebih cepat. "Jangan ganggu pacarku, Angela. Kau hanya menyebarkan yang tidak-tidak tentang diriku."

"Hei, aku bicara jujur," sahut Angela. "Kau itu sangat kolot, konvensional, tidak romantis. Memangnya siapa yang berpikir kau ini menyenangkan dan ramah?"

Diana tersenyum. Sepertinya wanita itu sudah cukup mengerti dengan drama yang Ryan bawa. "Aku."

Angela memutar mata. "Kau tergila-gila dengan pria ini." Ia melambaikan tangannya sejenak pada pasangan gadungan itu. "Nikmati pesta ini, Ryan, Diana. Aku harus menyapa tamu lainnya."

Ryan dengan kendali penuh hanya mengangguk singkat. Diana justru memancarkan senyum ramah dan ikut memeluk pinggul Ryan seolah memamerkan kemesraan. Ketika Angela berlalu dari hadapan mereka, baik Ryan maupun Diana tidak melepaskan posisi mereka. Seketika Ryan merasakan betapa pas tubuh Diana di lengannya. Memeluk wanita ini terasa menyenangkan.

"Aku akan jujur dengan ini, Ryan," kata Diana setelah mereka hanya terjebak dalam keheningan sesaat. "Tidak ada pria lain yang pernah memelukku selain ayahku."

Ryan tersenyum. Ia merasa senang bukan main. Ia tak bisa membayangkan Diana berada di pelukan pria lain. Ryan semakin mengeratkan pelukannya seolah menyatakan sebuah kepemilikan. "Aku juga tidak pernah memeluk wanita selain keluarga."

Diana mengangguk. Meski mereka saling memeluk tapi keduanya tak sanggup menatap mata satu sama lain. Ryan mampu bertahan dengan ini, bahkan ia tak tahu bagaimana kecanggungan akan terbentuk ketika mereka saling menatap nantinya. Tapi untuk saat ini, Ryan menikmati Diana yang berada di pelukannya.

Momen intens itu berakhir ketika seseorang pria paruh baya menghampiri Ryan. Pria itu duduk di kursi roda, dibantu oleh seorang dengan setelan hitam yang mendorongnya. Wirata Lazuardy menatap tajam pada Ryan dan seketika saja kegugupan kembali menelan Ryan.

"Kau datang," kata Wirata dengan suara beratnya.

Ryan melepaskan pelukan secara tidak rela. Ia membungkuk untuk menyamakan tinggi dengan pria itu. Ia mencium tangan renta pria itu. "Aku tak akan melewatkan sesuatu yang penting untuk Angela."

Wirata melirik Diana yang berdiri di samping Ryan.

"Pasanganku," jelas Ryan.

"Kau tidak mengenalkan kami?"

Ryan berusaha memasang senyum. Ia membawa Diana mendekat di sampingnya. "Diana, ini ayah dari mendiang ibuku."

Diana tersenyum ramah seraya menyejajarkan tubuhnya dengan Wirata. "Halo, Tuan. Bagaimana kabarmu?"

Wirata mengangguk penuh wibawa dan dibalas senyuman oleh Diana. "Kau cantik."

Diana jelas-jelas tersipu. "Terima kasih. Ryan yang memilihkan gaun ini."

"Kuharap kalian akan menikah dengan cara yang benar." Sindiran itu tepat meninju Ryan. Diana yang tidak mengerti hanya mengernyit sekilas. "Tidak ada lagi kisah tragis yang perlu kudengar di sisa umurku ini."

Ryan tentu saja tak mampu mendebat. Keluarganya memang rumit. Ryan lahir tanpa seorang ayah sementara ibunya lari dari keluarga besarnya. Ryan tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah hingga ibunya menikahi sang ayah tiri yang menyematkan nama Archer pada Ryan. Wirata tentu tak akan melupakan kejadian yang menimpa putri satu-satunya kala itu hingga tiba-tiba saja terdengar berita bahwa nyawa putrinya telah terenggut karena kecelakaan tragis.

Diana lebih menguasai dirinya hingga mampu menjawab Wirata. Dengan senyuman ramahnya, Diana mampu meruntuhkan tatapan kelam seorang Wirata Lazuardy. "Tentu saja harapanmu akan terwujud jika restumu menyertai kami, Tuan."

Wirata menatap Diana. Ia hanya mengangguk sekali sebelum menyuruh pengawalnya menarik kursi dan mendorongnya menjauh dari posisi Ryan dan Diana.

Ryan hanya tercenung mendengar komentar Wirata. Tentu saja yang ia takutkan memang benar terjadi. Wirata bisa menghancurkan kepercayaan dirinya dan pria itu melakukannya. Ryan benci merasa lemah. Ryan tidak suka seseorang melihatnya lemah. Dan Diana mampu menilainya dengan mudah.[]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top