17][Surat Untuk Raka

Raka galau (lagi) karena Sesha
----------

Pertemuannya dengan Sesha dua hari lalu berakhir dengan Sesha yang pamit pulang dan Raka yang hanya bisa memandangi kepergian Sesha dengan suasana hati tak keruan.

Raka tak menyangka akan merasa semerana ini ketika ditinggal Sesha. Padahal Sesha juga bukan siapa-siapanya. Berulang kali Raka bertanya kepada pada Mas Abdul tentang paket atau surat yang mungkin saja Sesha kirimkan. Tapi tidak ada satu pun kiriman untuknya. Hal ini membuat hati Raka cenat-cenut. Anehnya rasanya sakit. Apa mungkin Raka jatuh cinta kepada Sesha? Atau mungkin malah patah hati?

Seharusnya Raka menawari Sesha untuk berkeliling Semarang. Atau sekadar mengajaknya keliling Citraland Mall. Tapi rasanya saat itu mulut Raka seperti dijahit. Membuatnya tak bisa berucap. Atau mungkin, Raka hanya terlalu takut untuk mengajak Sesha jalan.

Rasanya, Raka tak pernah semenyesal ini dalam hidupnya. Ia seperti menyia-nyiakan kesempatan yang sepertinya tak akan pernah datang dua kali. Bagaimana bisa seorang Sesha membuatnya seperti ini?

"Kamu kenapa, Ka?" tanya Prima yang berjalan di sebelah Raka.

"Aku galau, Prim." Raka menampakkan wajah lesunya. Membuat Prima mengernyit bingung.

"Galau kenapa? Tugas Pak Darryl?"

Raka menggeleng. Ia berhenti berjalan, punggungnya bersandar pada tembok yang berdiri di sepanjang jalan. "Sesha."

"Kenapa galau?" tanya Prima bingung. "Kan udah ketemu. Terus kata Gian juga nggak digampar."

"Aku jadi pengen digampar," balas Raka. Kepalanya sudah bersandar pada tiang listrik di sebelahnya.

"Tak gampar mau?" Suara Gian tiba-tiba terdengar. Cowok berjaket jins itu sedang berjalan mendekat ke arah Raka dan Prima dengan menenteng lembar tugas yang baru saja diprint-nya di tempat fotocopi.

"Gian merusak suasana orang galau aja," sahut Raka melirik malas ke arah Gian.

"Yan, kamu sama Raka kemarin pulang lewat jalan yang ada pohon gede itu nggak, sih? Ini Raka kok kayaknya kesambet." Prima memandangi Raka dengan tatapan ngeri. "Ada yang nemplokin Raka, nih."

"Iya. Kemarin sempet kencing di sana juga kayaknya," ledek Gian menertawakan kegalauan Raka.

"Sembarangan kalau ngomong," sembur Raka. Kedua tangannya tanpa sadar sudah melingkar ke tiang listrik, memeluknya dengan erat. "Aku kesambet Sesha kayaknya."

"Suratin aja, Ka. Gitu aja kok galau toh." Prima menggelengkan kepala, heran dengan tingkah Raka yang kelewat aneh.

Menyurati Sesha? Tapi mau bilang apa? Raka bingung.

Gian tertawa. "Ati-ati kesetrum, Ka."

-----------
[15.09.2017]

Hahaha Raka terlalu sayang sama tiang listrik

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top