BAB 4
Lorong sunyi menyisakan dua gadis, Kirana dan Metha yang tengah duduk di dekat mesin vending. Keduanya terdiam seribu bahasa. Metha mengetahui masalah yang tengah dihadapi oleh Rani. Kirana melangkah ke depan mesin vending, memasukkan selembar uang kertas Rp. 20.000. Ia menekan dua minuman kaleng. Setelah kaleng keluar dari bawah, Kirana segera mengambilnya. Melemparkan salah satunya pada Metha. Metha dengan sigap menangkap kaleng yang dingin saat disentuhnya.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kirana sembari membuka tutup kaleng, meneguk minuman soda itu.
"Bisa dibilang masalah Rani itu sangat sepele. Kamu kenal Dimas dari kelas sebelah kan?" kini Metha berbalik tanya.
"Si pemain basket itu?" Kirana memastikannya.
Metha mengangguk. "Semua terjadi saat mereka bertemu. Siapa yang menyangka kalau Dimas ternyata membawa teman perempuannya yang bernama Yanti."
"Cinta segitiga rupanya, tapi kalau hanya karena itu enggak mungkin langsung bunuh diri kan?"
"Kirana, semua orang punya mental yang beda-beda. Aku curiga kalau masalah yang dihadapi oleh Rani bukan soal percintaan saja. Ada hal yang dia pendam sampai membuatnya melompat dari jembatan," balas Metha yang hanya memutar-mutar kaleng.
"Sekolah akan ramai dengan berita-berita bahkan Rani akan dipanggil oleh BK untuk menjelaskan tindakannya." Kirana menopang dagu.
Karena tak ada lagi yang dibahas, Kirana pun segera beranjak.
"Eh, mau ke mana?" tanya Metha.
"ATE* semalam mereka mendeteksi ada keanehan di sungai Jembatan Merah."
*
Kembali ke kamar yang lengang. Rani tengah duduk di atas kasur sembari memandang jendela. Di luar langit ditaburi oleh bintang gemintang. Dokter baru saja datang bersama perawat memeriksa kondisinya. Tak ada luka atau masalah di dalam tubuhnya. Semua baik-baik saja, seolah seperti kejaiban. Tak mungkin pula seseorang yang sudah tenggelam dan nyawanya merenggang hidup kembali. Tampak mustahil bagi Rani atau mungkin memang ia sudah meninggal, dan kini ia berada di dunia lain. Rasanya mustahil juga seluruh ingatannya masih teringat dengan jelas. Selain itu, kenapa ada gelang di pergelangan tangannya? Rani memasang raut wajah tanda tanya saat memandang pergelangan tangan kiri. Gelang itu bermotifkan ikan hiu yang mengelilingi pergelangan tangan.
"Bisa dilepas atau enggak ya?" Rani memandang gelang itu, ia menyentuhnya, berusaha untuk menarik lepas gelang itu. Namun, saat menariknya gelang itu tak kunjung lepas dari pergelangan. Menariknya berulang kali tak bisa lepas, seolah memang sudah menempel di pergelangan tangan.
"Jangan tarik seenaknya!" protes nada dari gelang.
Sontak Rani mengangkat wajah, pupil mata mengecil. Deru napasnya kencang tak beraturan. Ia memandang sekitar. Namun, tak ada seseorang di sekitar. Apa tadi ada lelembut?
"Di sini hei!" terdengar suara melengking. "Lebih tepatnya lihat ke arah pergelangan tanganmu!"
Rani melirik ke arah pergelangan tangan.
"Iya, benar sekali, aku adalah gelangmu yang bisa berbicara."
"Bisa bicara? Apa aku sedang halusinasi?" gumam Rani.
"Hei, kamu mendengarku tidak?! Ada yang lebih penting dari apa ini halusinasimu atau bukan."
"Sepertinya aku memang berhalusinasi. Panggil dokter saja deh," gumam Rani.
"Astaga, gadis ini," keluh gelang itu. "Bisakah kamu sedikit serius?!"
Rani menghela napas panjang dengan lesu. Memang tak ada lagi yang bisa dilakukan selain mengajak sang gelang ini berbicara. Baginya, ini bisa saja halusinasinya. Mungkin sekali-sekali berhalu sedikit tak ada salahnya.
"Baiklah-baiklah apa yang ingin kamu bicarakan?" kini Rani berusaha meladeninya.
"Astaga, kamu ini, pertama aku sudah menyelamatkan nyawamu. Kedua mari kita bicara sedikit serius."
Sebenarnya di dunia ini magis sudah menjadi hal umum. Bahkan dalam kurun waktu dua tahun belakangan pun sering kali melibatkan beberapa hal baru seperti sihir, esper, dan pengguna senjata suci. Puncaknya pada tahun 2020 lalu, empat gadis remaja berhasil menyelamatkan kota Surabaya dari serangan mendadak DS yang menyeret permasalahan dunia paralel. Makin ke sini makin aneh saja. Kejadian itu tak pernah dilupakan, bahkan Rani sendiri mengetahui kekacuan yang menimbulkan kerusakan kota.
"Sebelum kamu lanjut, sang Gelang—"
"Varuna," balas gelang itu.
"Varuna? Siapa itu?" tanya Rani memiringkan kepala.
"Aku adalah jelmaan dari Dewi Varuna, sang Dewi Air. Kamu bisa saja cari informasi itu di internet dan ketik namaku."
"Bagaimana Dewi, bisa tahu tentang internet?" kini kebingungan semakin merambah di kepala Rani.
Lengang sejenak menyelimuti kamar itu, seolah Varuna menghembuskan napas panjang dengan tatapan yang penuh frustrasi. Dahi mengernyit, seperti itu kira-kira. Namun, karena Varuna saat ini menjelma menjadi gelang yang digunakan oleh Rani, jadinya ekspresi itu tak tergambarkan di mata Rani.
"Memang kamu pikir aku gaptek? Aku sudah melihat semuanya, mungkin kalau kamu tahu air punya ingatan yang kuat, itulah yang aku rasakan," balas Varuna.
Rani hanya mengangguk kepala. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Kekuatan kegelapan akan kembali, Surani Teratai. Surabaya akan diselimuti oleh kegelapan. Pemegang kekuatan kegelapan itu adalah Calon Arang," balas Varuna dengan serius. "Itu pun kalau kamu pernah menelusurinya di internet, pasti kamu tahu ceritanya."
"Calon Arang ya?" Rani mengulang perkataan Varuna dengan penuh tanda tanya.
"Calon Arang adalah sosok yang menguasai ilmu hitam yang hidup di zaman kepemimpinan Raja Airlangga. Dia memiliki anak perempuan bernama Dyah Ayu Ratna Manggali. Dyah Ayu memang memiliki paras yang cantik, tetapi sosoknya tidak kunjung menikah karena banyak para lelaki takut dengan ibu kandungnya. Jadinya Calon Arang pun mulai marah dan menculik banyak gadis muda untuk dikorbankan yang akan dikorbankan pada Dewi Durga. Banyak kekacauan yang terjadi, banjir besar melanda dan penyakit bermunculan yang memakan korban saat itu.
"Namun, kabar tersebut terdengar oleh Raja Airlangga, ia pun mengutus Empu Baradah untuk menangani Calon Arang. Bersama muridnya, Empu Baradah mengirimkan seorang murid bernama Empu Bahula untuk dinikahkan dengan Dyah Ayu Ratna Manggali. Tidak ada kejadian yang besar atau aneh saat pernikahan berlangsung. Semua berjalan dengan normal.
"Suatu ketika, Bahula berhasil menemukan buku yang berisikan ilmu sihir milik Calon Arang dan menyerahkan pada Baradah. Calon Arang makin murka dan melawan Baradah untuk merebut bukunya itu. Tetapi Baradah berhasil menaklukan Calon Arang." Varuna terdiam sejenak. Ia sedikit awas dengan Rani barang kali sulit mencerna ceritanya.
"Akan aku buka di Google," balas Rani.
Sudah kuduga dia akan sulit mencerna. Varuna kembali menghela napas panjang entah kenapa rasanya ia salah memilih seseorang. Harusnya ia bisa mencari seseorang yang cepat menangkap dan segera mengakhiri semua ini. Namun, apalah daya sudah terlanjur seperti ini. Tak bisa disanggah, kalaupun melepaskan diri yang ada malah nyawa Rani akan renggang. Biarkan saja, nanti juga Rani akan paham dengan sendirinya. Sepertinya masalah percintaan Rani yang menyebabkan dirinya jadi seperti ini. Banyak orang yang melakukan bunuh diri hanya karena masalah sepele seperti ini, kalau sudah dalam jumlah banyak artinya ini bukan masalah sepele lagi.
"Rani, jika kamu punya masalah kamu bisa luapkan itu, jangan kamu pendam sendiri."
Mendengar itu, membuat Rani mengurungkan mengetik tulisan di ponsel. Sekejap segala masa lalunya yang suram mulai terkumpul. Seperti membuka kotak terlarang yang menyebabkan kekacauan.
-----------------------
NB:
*ATE merupakan singkatan dari Anti Terrorist Esper, merupakan pasukan khusus untuk menangani kekacauan supranatural.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top