BAB 10
"Rani sepertinya aku merasakan sesuatu," ucap Varuna, saat Rani tengah melangkah keluar dari gerbang sekolah.
"Apa yang terjadi?" tanya Rani.
"Coba buka ponselmu, siapa tahu ada berita tentang kekacauan."
Rani mengangkat alis, tetapi segera ia menuruti permintaan Varuna. Membuka ponsel. Mencari di internet. Saat membuka internet, sebuah berita baru saja masuk. Kekacauan yang disebabkan Leak baru saja terjadi di pusat kota.
"Calon Arang kembali melancarkan serangan lagi." Rani segera berlari menuju halte bus.
Tepat sekali waktunya, bus telah menanti di halte. Tanpa jeda, Rani segera melompat ke dalam bus itu. Bersamaan dengan itu, pintu bus tertutup rapat. Segera melaju, membaur bersama kendaraan lain. Perjalanan menuju tengah kota. Rani sedari tadi tengah memandang ponsel, memperhatikan perkembangan dari kekacauan yang ada.
Namun, matanya sedikit terbelalak saat tengah membaca berita yang baru rilis. Dua gadis dari ATE tengah melawan sang Calon Arang. Saat melihat foto yang terpampang terdapat gadis dengan rambut perak tengah mengangkat busur. Menarik tali busur dengan busur bercahaya.
"Kirana," celetuk Rani.
"Sudah kukatakan kalau Kirana itu adalah pengguna senjata suci."
Bus terus melaju di jalanan, hingga tiba di dekat daerah kemacetan. Klakson kendaraan saling bersahut-sahutan, namun lokasi Rani sudah amat dekat dengan kekacauan. Asap hitam memumbul tinggi di angkasa. Pertempuran rasanya sudah semakin kacau. Rani segera berlari, menuruni bus. Mencari tempat persembunyian yang aman untuk berubah. Ia menemukan salah satu jalan sempit yang diapit oleh dua bangunan. Segera mengangkat tangan. Perlahan gelang itu memancarkan cahaya.
Sekujur tubuh Rani perlahan dipenuhi oleh cahaya. Rambutnya yang semula hitam berubah menjadi biru muda, bersama pakaiannya yang berubah menjadi kebaya berwarna biru tua dengan selendang yang mengikat di pinggul. Tangan kiri muncul senjata keris. Rani pun berlari, keluar dari sisi lain jalan. Sebuah sihir hitam melesat di hadapannya saat ia keluar dari jalan sempit. Bersamaan dengan petir yang turut menyambar. Dari kejauhan tampak pertempuran tengah berlangsung tanpa jeda. Beragam kekuatan magis saling berlempar-lemparan tiada henti.
Tanpa berpikir panjang, Varuna—yang kini menguasai tubuh Rani—berlari menuju ke arah pertempuran. Menarik keluar keris, mengayunkannya dengan mata bilah yang memancarkan cahaya. Seketika lengkungan air melesat ke arah sang Calon Arang. Sebuah serangan yang tak disadari oleh mereka bertiga.
Kirana segera menoleh ke belakang. Dalam kabut debu, siluet seorang gadis mengenakan kebaya tampak. Kirana menyipitkan mata, wujud gadis itu semakin terlihat jelas. Ketika kabut debu itu menghilang, ia berdiri dengan tangan kanan membawa keris.
Gadis itu kan yang beberapa hari lalu munculkan? Kirana mulai bertanya-tanya. Pertarungan terjeda sejenak.
Aiko yang tersungkur pun memandang gadis yang mengenakan kebaya.
Varuna menerjang. Mulai mengayunkan keris ke arah Calon Arang. Lengkungan air memelesat ke arahnya. Namun, sihir itu berhasil ditangkis oleh Calon Arang dengan sihir hitam. Kedua sihir itu saling menerjang. Bertabrakan, hingga menimbulkan kerusakan di sekitar. Saking kuatnya, membuat Aiko dan Kirana mematung memandang pertempuran itu.
Hebat, itu yang terlontar dalam benak Aiko.
Varuna menunduk ketika sihir dari Calon Arang tertuju padanya. Sihir meleset. Segera Varuna mengayunkan keris. Lengkukan air melesat. Namun, Calon Arang melancarkan sihir lagi. Membuat lengkungan air itu berhasil sirna sebelum mengenai tubuhnya sendiri.
Tepat saat itu, Varuna melompat begitu tinggi. Ia mengangkat keris. Siap untuk memusnahkan lawan. Jarak Varuna dengan Calon Arang kian mendekat. Hendak menusukkan keris itu ke tubuhnya. Namun, saat sang Calon Arang menoleh ke atas. Ia mengangkat tangan, sebuah sihir hitam menerjang ke arah Varuna.
Sialan! decak Varuna dalam hati. Membuat sihir hitam itu mengenai tubuh Rani. Terpental beberapa meter. Tersungkur di atas tanah.
"Astaga apa yang kamu lakukan?" tanya Rani.
"Aku tidak menyangka dia secepat itu."
Saat berdiri, Calon Arang itu menghilang. Tak ada di sekitar. Sirna bagaikan hantu. Ia memandang ke sekitar. "Astaga kenapa dia menghilang sih?" keluh Rani.
"Mungkin melakukan perehatan sendiri," balas Varuna. "Biasanya sih akan kuat besok-besok. Kalau begitu, kita juga harus semakin kuat untuk menghadapinya. Kurasa sudah waktunya kita untuk kembali."
Saat hendak berbalik....
"Tunggu!" Kirana memanggilnya. "Kau adalah entitas yang muncul di sungai Jembatan Merah bukan?"
Varuna hanya melirik. Tak menjawab, kemudian ia melompat ke angkasa. Melesat di udara yang begitu tinggi.
"Kukira pertanyaanmu sedikit blak-blakan. Ya setidaknya ini bukan kali pertama juga," kata Aiko menepuk pundak Kirana. "Sebelumnya kamu juga begitu 'kan saat bertemu dengan Misaki."
"Tolong jangan diingatkan bagian itu." Kirana memasang muka datar.
*
Varuna mendarat di jalan setapak yang sempit itu. Napasnya tersengal-sengal. Serangan terakhir tadi benar-benar di luar dugaan. Bagian perut ia sentuh, perlahan ia mulai duduk sejenak, bersandar di dinding sembari meluruskan kakinya. Tubuhnya bercahaya kembali ke bentuk semula dengan seragam SMA dan rambut kembali dengan warna hitam.
Nyeri itu masih terasa begitu dahsyat. Ini kali pertama, Rani mengalami nyeri yang luar biasa.
"Tadi sudah lebih baik," ucap Rani. "Kamu bisa melawannya tidak seperti sebelum-sebelumnya."
Varuna terdiam, tak membalas ucapan Rani.
Rani memiringkan kepala. "Ada apa, Na?"
"A-aku baik-baik saja kok."
Padahal tak seperti ucapannya. Ia hanya kembali teringat dengan gadis itu. Setiap kali terjadi terkena luka, tubuh gadis yang ia diami itu pasti mengalami luka, tidak dengan Varuna. Kematian gadis itu menjadi kesalahan Varuna, tak mampu mewujudkan impiannya. Tewas dengan ke sia-siaan. Namun, tak ada cara lain. Jika Calon Arang tak ditaklukan semua akan hancur.
Kenapa harus begini? Varuna berdecak kesal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top