Orang-Orang Berinisial "I"
Aku baru saja melaksanakan salat Subuh dan bersiap untuk memasak sarapan. Hidup di perantauan sebagai anak tunggal membuatku harus bangun pagi dan menyiapkan makanan sendiri. Tidak peduli akan ada gangguan saat bangun pagi-pagi sekali dan memulai aktivitas terlebih dahulu dari orang lain.
Jendela dapur tidak diberi gorden. Aku pun malas memberinya gorden karena untuk apa juga. Gorden hanya untuk menghalangi dan membiarkan cahaya matahari lewat sedangkan dapur kurasa tidak usah diberi itu. Lagipula, siapa yang malam-malam menjenguk dapur dan hendak mengambil kuali? Aku harus memberi gorden di ruangan dengan barang-barang penting. Barang-barang di dapur tidak terlalu penting, dicuri pun tidak mengapa, bisa beli lagi.
Saat menyiapkan barang untuk memasak, aku tak sengaja menatap ke luar jendela dapur. Jendela dapur berhadapan dengan rumah tetangga yang sudah lama kosong. Lampunya masih terang, mungkin sebentar lagi mati karena terlalu lama dinyalakan.
Di sana, aku melihat sesuatu. Dia hitam, tinggi, tak ada mata, tapi aku tahu dia sedang menatapku. Kami berhadapan, saling menatap, kemudian aku memutuskan untuk menoleh sebentar ke lain arah. Menoleh lagi ke tempatnya, dia sudah tidak ada. "Oh, makhluk dari alam lain," gumamku. Aku tak pikir panjang. Aku langsung memasak dan menikmati sarapan. Tidak butuh waktu lama sebelum aku bersiap dan berangkat sekolah.
Sekolah. Aku ada di sana sampai malam. Belajar, ekstrakurikuler, dan kerja kelompok. Kerja kelompoklah yang membuatku ada di sana sampai Isya berkumandang.
Kemudian, tidak sengaja aku melihat sesuatu yang ganjal. Dia tidak mengetuk pintu, dia muncul begitu saja. Wujudnya hanya kaki, badannya hilang. Aku hanya mengerjap-erjap. Setelah beberapa kali mengucek mata, dia pun hilang.
"Apa ini? Kenapa aku melihat yang bukan-bukan?" tanyaku, berbisik. Setelah pekerjaan kelompok selesai, aku dan teman-temanku pulang ke rumah masing-masing. Saat di parkiran untuk mengambil sepeda, aku mencium bau melati. "Sekolah tidak menanam melati, 'kan?"
"Tidak," jawab temanku yang ada di samping, sama-sama teman bersepeda.
Aku terdiam sejenak.
"Aku juga menciumnya, tenang saja," sambung temanku. "Ini memang waktunya mereka datang, sih. 'Kan kita sudah pulang, waktunya mereka yang meramaikan sekolah ini." Dia menaiki sepedanya.
"Iya juga," sahutku. "Ya sudah, ayo, pulang!" ajakku. Aku dan temanku itu pun pulang, terpisah jalan, dan aku bersepeda sendirian ke rumah.
Datang di rumah, aku memasukkan sepeda dan mandi. Setelah mandi, aku ingin memasak makan malam. Tak sengaja, aku menoleh lagi ke jendela dan melihat sosok hitam itu lagi.
Kali ini dia mendekat. Dia bukan di rumah tetangga, tapi di dalam area rumahku. Dia berada tak jauh di depan jendela dapurku.
Aku merasa tidak takut. Aku membuka pintu dapur. "Ada masalah, Kawan?" tanyaku, ramah, hendak membantu. Entah kenapa, sekelilingku langsung terasa berputar. Berputar, berputar, sampai aku merasa jatuh ke dalam lubang hitam. Sepersekian detik kemudian, aku terbangun. Aku bangun di atas kasurku, dengan kipas angin menyala. Aku merasa semua tadi hanya mimpi.
Mimpi sebelum aku melihat sosok hitam itu, lagi, di depanku.
"Apa yang kau mau?" tanyaku. "Kau bahkan sudah masuk ke rumahku tanpa izin."
Sekali lagi, suasana di sekitar berputar. Itu membuatku pusing, tapi aku berusaha untuk tetap tersadar untuk mengetahui apa yang akan terjadi setelah ruangan di sekitarku ini berputar-putar.
"Bagaimana bisa kau melihatku?" Suara yang bergema.
"Itu suaramu?" tanyaku pada sosok hitam yang ikut berputar di sekitarku.
"Bagaimana bisa kau melihatku?" Dia tidak peduli. Dia memilih bertanya lagi.
"Mana aku tahu. Kau yang memunculkan diri," jawabku, agak kesal.
"Kau yang melihatku. Hanya yang terpilih yang bisa melihatku," kata makhluk hitam itu.
Aku terdiam, bersamaan dengan ruangan yang berhenti berputar.
Mendadak pemandangan di sekitarku lain. Pandanganku buram-jelas dan bergelombang. "Itu penglihatan keduamu."
"Hah, penglihatan kedua?'
"Penglihatan itu berfungsi untuk melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat manusia." Aku bisa melihat makhluk hitam tadi dan segerombol makhluk hitam lain di dekatnya.
"Termasuk melihat dosa?" Aku terkekeh.
"Jangan bercanda!"
Aku berhenti terkekeh.
"Penglihatan ini hanya sebentar. Suatu hari nanti, kau akan kehilangannya," sambung si makhluk hitam—entah yang mana yang bicara, saking banyaknya makhluk hitam di sekelilingku. "Sebelum kau kehilangannya, kami ingin meminta tolong."
"Akan kukerjakan kalau bisa," sahutku.
"Kau akan bisa." Makhluk itu perlahan menghilang. "Bisa minta tolong carikan bagaimana bisa kami mati?"
***
Mustahil.
Mencari kematian makhluk hitam di sekitarku tadi? Omong kosong!
"Tak bisakah beri aku penjelasan lebih lanjut? Ini terlalu rancu," teriakku di dalam rumah, berharap makhluk-makhluk itu mendengarkan.
"Kau akan segera menemukan petunjuk pertama." Pertanyaanku disambut oleh suara bergema dari entah siapa dan di mana.
Aku terdiam, lalu berusaha berjalan-jalan untuk mencari petunjuk tersebut.
Kemudian aku berpikir untuk membuka pesan grup. Siapa tahu petunjuk pertamanya ada di situ. Siapa tahu.
Aku membuka pesan grup dan menemukan salah satu temanku memberitakan bahwa seseorang telah ditemukan dari kecelakaan beruntun. Sayang sekali, dia sudah tidak bernyawa. Aku fokus membaca beritanya dan menemukan itu adalah kerabat keluargaku.
Seketika ada cahaya yang berkelebat di depan mata, kemudian hilang setelah sedetik. Apa itu petunjuk pertamanya?
Aku rasa, itu tadi petunjuk pertamanya.
Maka, aku kembali mencari petunjuk kedua. Petunjuk pertama berhubungan dengan kecelakaan beruntun, maka aku mencari kecelakaan beruntun, di tempat yang sama, atau di tanggal yang sama. Sayang sekali, cahaya berkelebat itu tidak ada sebagai pertanda.
Aku mencari kasus kecelakaan beruntun sebulan setelahnya, berhasil mendapatkan. Namun, beritanya agak lain. Seorang pelaku kecelakaan beruntun berhasil melarikan diri sebelum ditemukan bunuh diri di kamarnya. Apakah bunuh diri merupakan petunjuk kedua? Sekali lagi, cahaya berkelebat itu hadir di depan mata dalam sedetik.
Petunjuk kedua!
Aku berniat untuk mencari kasus bunuh diri atau kecelakaan beruntun lain yang terjadi antara petunjuk pertama dan petunjuk kedua. Aku rasa ada petunjuk juga di sana.
Aku menemukan beberapa kasus kematian gara-gara bunuh diri, kecelakaan tunggal, kecelakaan tabrak lari, dan kecelakaan beruntun. Ada pula kematian karena diguna-guna, kematian karena keracunan, dan kematian karena dibunuh. Aku menyadari banyak banyak kematian yang terjadi antara dua petunjuk tadi, dan cahaya berkelebatan di depan mata. Petunjuk ketiga, keempat, kelima, sampai 15 petunjuk!
Dengan petunjuk sebanyak ini, aku seharusnya sudah tahu bagaimana cara makhluk-makhluk hitam tadi mati .... Tunggu dulu! Bukankah dari tadi aku mencari kematian? Apakah makhluk-makhluk itu mati karena semua hal yang kucari?
Aku mengurutkan dari petunjuk pertama, kematian karena kecelakaan beruntun. Nama korbannya Ilham. Oke, Ilham. Kemudian, petunjuk kedua, nama korbannya Ilyas. Ilham dan Ilyas. Aku mengorek-ngorek nama para korban dan menemukan hal yang janggal.
Nama mereka sama-sama diawali huruf "i". Ilham, Ilyas, Intan, Indah, Ira, Irfan, dan lainnya.
Kenapa sama dengan namaku yang juga berhuruf awalan "i"?
Keesokan paginya, aku terlambat ke sekolah. Aku mengayuh sepedaku secepat-cepatnya dan berbelok untuk menyeberang ke sebuah jalan.
Terdengar klakson yang keras, membuatku menoleh ke asal suara. Aku terbelalak, sebuah mobil melaju kencang. Aku tidak hati-hati dalam menyeberang. Aku berusaha melompat agar tak ditabrak, tapi sepertinya sudah terlambat.
Aku tertabrak, tapi tidak sakit, dan ruhku juga sudah berpisah dari badan.
Aku menyaksikan diriku menggelepar di tengah jalan sebelum perlahan terdiam dan cahaya kehidupannya mulai hilang. Orang-orang berkumpul di tengah jalan untuk menutupi jasadku, sebagian segera menelepon ambulans.
Aku terdiam. Aku sudah mati.
"Selamat bergabung, Inayah." Makhluk-makhluk hitam itu muncul kembali. Tapi, mereka perlahan berubah bentuk. Mereka berubah menjadi ruh manusia. Mereka adalah orang-orang yang kucari bagaimana bisa mereka mati—sebagian. Sebagian lagi sepertinya mengalami hal sama, tapi tak sempat kucari di internet.
Aku langsung memiliki keterikatan dengan mereka, jadi aku berbaur dengan mereka. Kami pergi bersama-sama dari tempat kecelakaan. Kami akan pergi untuk mencari seseorang yang dapat mencarikan kami bagaimana bisa kami mati.
Hanya saja, ada harga yang harus dibayar, yaitu nyawa. Entah orang itu akan dihabisi melalui dibunuh atau kecelakaan, atau memilih bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya.
SELESAI
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top