THREE AMNESIANS
Bayu menatap pria berkacamata di depannya dengan ekspresi bingung, keningnya mengernyit, layar ponsel di tangannya menyala menampilkan home dengan wallpaper kucing hitam.
"Uh ... siapa kau? Kenapa kau berada di rumahku?"
Pria di hadapan Bayu membenarkan posisi kacamatanya dengan punggung jari. Ia tengah membaca buku berjudul "How to Develop a Brilliant Memory Week by Week". Melirik Bayu sejenak, kemudian kembali menatap buku di genggamannya sambil menjawab, "Aku Jo. Teman serumahmu yang bernasib sama denganmu."
Bayu menunduk menyentuh dagu, kalimat yang diucapkan Jo barusan sangat familiar, seakan Bayu sudah pernah mendengarnya ratusan kali. Ia kembali menatap Jo, masih belum bisa mengingat siapa sebenarnya pria berkacamata yang mengaku sebagai temannya ini.
"Jonathan?"
Jo menggeleng. "Joko."
"Joko ...."
Bayu menggumamkan kembali ucapan Jo, kali ini berhasil mengingat informasi soal Joko dan dirinya. Benar yang Jo katakan, mereka berdua memiliki nasib yang sama. Sejak tiga tahun lalu, Bayu memiliki kondisi di mana dirinya akan mengalami amnesia setiap lima belas menit sekali.
Kondisi yang ... memang aneh.
Baik Bayu maupun Jo tidak ada yang tahu penyebab amnesia mereka, selama ini mereka hanya mengandalkan satu sama lain untuk saling mengingatkan setiap kali mengalami amnesia, seperti yang dilakukan Jo barusan. Hingga saat ini, Bayu dan Jo masih mencari cara untuk menyembuhkan amnesia mereka. Mereka tidak ingin hidup seperti lansia di usia muda!
Selain Bayu dan Jo, ada juga Syeila yang tinggal bersama mereka di apartemen dengan tiga kamar ini. Keadaan Syeila tidak lebih baik dari kedua pria itu, ia juga bernasib sama.
Tiga sejoli ini berhasil bertahan hidup dengan saling bahu-membahu.
Di tengah hening, tiba-tiba mereka mendengar suara bel pintu berbunyi. Bayu dan Jo saling tatap, keduanya tidak mau beranjak dari posisi mereka saat ini.
"Kau memesan GoFood?"
Jo menggeleng. "Tidak."
"Syeila yang pesan?"
Sebelum Jo menjawab, Syeila keluar dari kamar, menatap ke arah pintu kemudian ke arah ruang tengah tempat Bayu dan Jo berada.
"Kalian memesan sesuatu?"
Kedua pria di ruang tengah menggeleng kompak. Syeila mengernyit, kemudian berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Seorang pria berumur empat puluhan berdiri di depan pintu, ia mengenakan kemeja putih polos dibalut setelan jas hitam. Pria itu menunduk, sambil memegang bagian depan topi fedoranya, sebelah tangannya menenteng koper berwarna hitam.
Saat Syeila membuka pintu, pria itu mendongak, menatap Syeila sambil tersenyum ramah.
"Selamat siang, Nyonya Syeila."
Syeila terkejut, pria asing di hadapannya ini tahu namanya. Kemudian Syeila mengernyit, pria asing itu entah kenapa terasa ... familiar. Sebelum Syeila membuka mulut untuk bertanya, pria itu kembali berbicara.
"Maaf atas kelancanganku, namaku Su. Aku ingin mendiskusikan sesuatu dengan kalian bertiga."
Su memberikan kartu namanya pada Syeila, wanita berambut panjang dikucir tinggi buntut kuda itu menunduk, membaca informasi yang tertera di kartu.
[ Soeharto ৹ CHRO
(+62)811.9113...
Su ... Soeharto ...?
Syeila kembali menatap Su dengan ekspresi aneh, mempersilakan pria itu untuk masuk dan menjamunya, membuat Bayu dan Jo buru-buru membereskan ruang tengah dan duduk tegak dengan kaku.
Ruang tengah diselimuti rasa canggung yang menyesakkan, menunggu Syeila yang masih sibuk membuat teh di dapur. Bayu dan Jo dalam hati merasa familiar dengan pria yang duduk di seberang mereka, tetapi mereka tidak bisa mengingat siapa pria itu dan di mana mereka pernah bertemu.
"Terima kasih," ucap pria itu sambil tersenyum setelah Syeila menyajikan secangkir teh hangat padanya.
Syeila bergabung dengan Bayu dan Jo di sofa, menatap Su curiga. "Jadi, apa yang mau kau diskusikan dengan kami?"
Su meniup teh yang masih panas dengan santai, kemudian menyeruputnya perlahan. Setelah Su menaruh kembali cangkirnya, ia menatap Syeila, Bayu, dan Jo satu per satu.
"Seberapa jauh kalian mengingat kejadian tiga tahun lalu?" tanyanya dengan nada biasa, seakan ia menanyakan "kalian tadi pagi sarapan dengan apa?".
Tapi, pertanyaan itu berhasil membuat ketiga sejoli terguncang, selama tiga tahun, mereka hidup dalam persembunyian karena berbeda dari manusia biasa.
Seberapa jauh mereka mengingat kejadian tiga tahun lalu?
Ketiga sejoli itu tenggelam dalam benak masing-masing, mereka menyadari ingatan mereka tentang kejadian tiga tahun lalu seperti potongan puzzle yang tidak lengkap. Akibat amnesia, banyak kejadian dan memori kurang detail yang dengan mudahnya terlupakan.
Bahkan mereka tidak begitu ingat dari mana mereka berasal? Siapa orangtua mereka? Apa yang terjadi pada mereka tiga tahun lalu?
Bayu melirik kedua teman di sampingnya, kemudian membuka suara. Ia bercerita kalau dirinya hanya mengingat bahwa mereka terbangun di sebuah ruang operasi--atau eksperimen yang kacau, tidak ada yang ingat apa yang baru saja terjadi. Tetapi, insting mereka mengatakan bahwa mereka harus segera keluar dari sana.
Bayu kemudian merasakan ada energi yang bangkit di tubuhnya. Energi itu bisa memanifestasikan kekuatan luar biasa. Saat Bayu mencoba memanifestasikan kekuatannya, ia bertransformasi menjadi beruang raksasa berbulu hitam, di bagian dadanya terdapat corak berwarna kuning berbentuk huruf V. Bayu masih memiliki akal sehat sebagai manusia, tetapi ada dorongan kuat dari dalam hatinya untuk segera mengamuk. Tentu Bayu memanfaatkan hal itu untuk kabur dari tempat aneh ini.
Selama proses melarikan diri, Bayu bertemu dengan Syeila yang tengah mengobati luka Jo dengan kekuatannya. Jo membalas budi Syeila dengan membantu mereka melarikan diri, Jo bisa mendeteksi keberadaan musuh dan mengalihkan perhatian musuh dengan clone miliknya. Berkat Jo, mereka bisa melarikan diri dengan selamat.
Setelah mendengar cerita Bayu tanpa menyela, Su akhirnya membuka suara. "Kalian ingin menyembuhkan penyakit amnesia kalian, bukan?"
Bayu tercengang, mulutnya sedikit menganga. Selama bercerita, ia tidak bilang apa-apa soal amnesia, tetapi pria di hadapannya tahu kondisi mereka saat ini, bahkan tahu mereka tengah mencari cara untuk menyembuhkan penyakit aneh ini.
"Kau tahu cara menyembuhkan penyakit ini?" Jo bertanya dengan antusias.
Jo memang terlihat tenang dan terkendali, tapi ialah yang paling frustasi dengan kondisinya ini. Ia telah bertanya pada banyak ahli, membaca berbagai macam artikel dan buku, bahkan Jo sudah mencari tutorial di GitHub hingga Steam tapi tak kunjung menemukan jawaban yang ia cari.
Su menggeleng dengan tak berdaya, membuat Jo kembali terjebak dalam jurang putus asa. Kemudian Su lanjut berkata, "Aku tidak tahu cara menyembuhkan amnesia kalian. Tapi, aku tahu orang yang bisa melakukannya."
Ekspresi ketiga sejoli itu seketika kembali cerah, mereka bertanya bersamaan.
"Siapa?"
"Di mana orangnya?"
"Boleh kami meminta kontaknya?"
Mendengar serbuan pertanyaan itu, Su dalam hati menyeringai. Menggeser cangkir teh untuk menaruh koper hitamnya ke meja. Tanpa terburu-buru Su mengeluarkan berbagai macam dokumen dan foto-foto bangunan.
Di paling atas, terdapat foto bagian depan sebuah bangunan tiga tingkat. Ada plang yang tidak terlalu besar di atas pintu kaca yang bertuliskan "Indomaret".
Tiga sejoli itu tercengang, dalam hati berseru, Daripada Indomaret, bangunan ini lebih cocok disebut sebagai mal!
Tapi isi hati mereka tidak keluar melalui mulut, mereka memeriksa berkas dokumen satu per satu dan membacanya sekilas. Mulai dari alamat, denah bangunan, sistem pertahanan, monster-monster yang ada, hingga sejarah resmi dan informasi pemilik bangunan.
Huh? Bukankah ini ... dungeons?
Syeila yang baru beres membaca informasi menurunkan berkas dan menatap Su mengernyit. "James William? Dia yang tahu cara menyembuhkan amnesia kami?"
Su menutup mata sambil mengangguk. "Benar, James William adalah orang yang kumaksud."
"Apa yang kau mau dari kami sebagai gantinya?" tanya Jo kemudian.
Ia tidak percaya semua penawaran dan informasi yang Su berikan ini gratis, tidak ada yang gratis di dunia ini! Justru yang gratislah yang bayarannya paling mahal!
"Amnesia tidak menurunkan IQ kalian, eh? Aku jadi tidak perlu repot-repot menjelaskan segalanya." Su terkekeh puas, semua akan jauh lebih mudah jika lawan bicaranya sama-sama pintar. "Tenang saja, keinginanku selaras dengan tujuan kalian."
Su nampak menyeruput tehnya kembali, ekspresinya terlihat jauh lebih cerah dan rileks, seakan beban di punggungnya baru saja menguap. Kemudian Su berkata sambil tersenyum lebar.
"Kalian bisa melakukan apa pun demi mendapatkan apa yang kalian inginkan. Setelah itu, aku ingin kalian membawa James William padaku. Baik hidup maupun mati."
Su menampilkan seringai yang aneh, membuat ketiga sejoli itu saling lirik sedikit merinding. Mereka bisa saja membunuh manusia semudah menjentikkan jari. Tapi, membunuh James William tidak akan semudah itu. Dari informasi mendetail yang Su berikan, bisa menerobos bentengnya saja sudah bersyukur.
Indomaret itu bagaikan benteng sekaligus labirin, banyak jebakan, monster, dan senjata tersembunyi yang tak terhitung berapa jumlahnya. Meski James William hanyalah manusia biasa, tetapi jika mendekatinya saja tidak bisa maka sama saja bohong!
Namun, dengan adanya informasi ini juga, ketiga sejoli itu memiliki gambaran besar kondisi yang akan mereka hadapi. Ekspresi mereka kini menjadi serius, menatap satu sama lain kemudian mengangguk kecil. Tidak perlu ucapan untuk memahami pemikiran satu sama lain, mereka memiliki keinginan dan tekad yang sama.
Setelah menyetujui kesepakatan, Su pergi dengan meninggalkan berkas dan dokumennya pada tiga sejoli itu. Apa pun yang mereka lakukan untuk menggapai tujuannya, Su tidak peduli. Ia hanya berharap mereka bisa membawa James William ke hadapannya, karena hanya Bayu, Jo, dan Syeila yang memiliki kesempatan untuk menang melawan James di dalam benteng kebanggaannya.
Membayangkan kepala James berada di tangannya, Su tak sanggup menahan senyuman lebar di mulutnya.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top