[41] Permainan di Balik Batu
12.35
Kantin U.A, jam istirahat siang
Suasana kantin saat itu amat ramai. Kebanyakan anak U.A yang kelaparan sudah pasti menghabiskan jam istirahat di sana. Hampir seluruh anak 1-A hadir kecuali Bakugo. Belum ada informasi lanjutan mengenai keadaan anak itu. Midoriya bilang, Bakugo masih belum sadar. Entah apa yang membuatnya pingsan begitu lama.
"Serius Toru, kau harus ajari aku tendangan itu. Bakugo pingsan lebih dari satu jam itu udah aneh banget! Langka!" seru cewek gak jelas yang pengen Jiro siram pakai kuah ramen aja rasanya.
"Itu bukan apa-apa hahaha!" balas Hagakure dengan tawa cerianya. "Aku hanya berlatih terus!"
"Jadi selama ini kau menyembunyikan kemampuanmu?" tanya (Name). Entah bagaimana sisi di dalam gadis itu merasa aneh tentang Hagakure. Memang dia belum terlalu lama berada di kelas ini dan awalnya dia merasa semua orang di 1-A adalah calon pahlawan yang hebat. Sampai....
Uraraka yang mendengar pertanyaan itu memicingkan matanya. Nada bicara (Name) memang tidak berubah, tapi kecurigaan terlihat dari bagaimana mata (Name) selalu mengunci kemanapun baju melayang di hadapannya bergerak. Sepertinya (Name) dan Hagakure sedang dekat belakangan ini. Yah, orang yang pertama kali (Name) peluk waktu sampai di U.A kan Hagakure.
"Aku dan Hagakure beberapa kali melakukan latihan bersama. Aku mengajarinya cara membanting orang!" kata Uraraka semangat.
(Name) dan Mina yang mendengar itu langsung bergidik. "Hiii!!! Uraraka wajahmu itu imut loh, tapi kau punya sisi seram ya!"
"Kau juga (Name). Cantik, tapi ketutupan dengan sisi ga warasmu," komentar Tsuyu yang langsung bikin (Name) melempem kayak kerupuk dalam toples ga ditutup. Dia mau protes tapi sebelas dari sepuluh orang kalau disurvei "apa pendapatmu tentang (Name)?" pasti bilangnya begitu. Cantik, tapi agak lain.
Jiro yang dengar celetukan itu langsung tertawa.
"Jiro, Tsuyu! kalian harus dengar suara hati (Name) yang patah!" goda Mina sambil memeluk (Name) dari samping. "Kalau bisa mau ku-speaker-in satu sekolah. Biar semuanya dengar."
"Mina jahat!" balas (Name) sambil mencubit pipi Mina gemas. Meja yang diduduki seluruh anak perempuan 1-A itu pun dipenuhi suara tawa ringan. Hanya Yaomomo yang tetap diam dengan ponsel di tangannya.
Gadis itu pura-pura tertawa kecil. Jelas banget dipaksa. Yaomomo meremas ponsel mahalnya kuat-kuat agar tangannya yang bergetar berhenti. Keringat sebesar biji jagung terus-terusan muncul dari dahinya, membasahi wajah cantik yang keibuan itu. Sejak tadi ia begitu larut dalam gambar yang baru saja dibuka dari chat Todoroki.
Dia perhatikan setiap detil dari foto itu. Nakas berwarna beige, lampu tidur berukiran emas, dan gorden kamar yang tampak mewah. Hanya perlu sepersekian detik bagi Yaomomo untuk sadar bahwa itu adalah kamar asramanya.
Ini jelas ancaman kan? batinnya memang berkata begitu tapi mulutnya masih tertawa paksa, mengikuti alur teman-temannya. Namun, Yaomomo gak sadar kalau yang lain udah berhenti ketawa sejak tadi. Hanya tersisa tawa Yaomomo yang terdengar semakin kaku, pelan, kemudian hilang ditelan ketenangan yang ganjil.
"Yaoyorozu kau main hp terus!" protes Hagakure sambil bersender di bahu gadis itu. Dengan cepat Yaomomo mematikan ponselnya dan memasukkan benda petak itu ke dalam saku almamater sekolahnya.
"Ah maafkan aku teman-teman. Aku terlalu fokus dengan ponselku." Yaomomo membungkuk sedikit untuk yang lain.
(Name) menatap gadis itu khawatir. "Uhh.... Kau bahkan belum memesan makanan? Mau aku belikan?" tawarnya.
"(Name) kau tiba-tiba berubah jadi malaikat? Sakit?" Kyoka tampak kaget dan pura-pura menempelkan punggung tangannya ke kening (Name).
"Hei aku ga sakit!" sungutnya.
"Ya kan yang sakit pola pikirmu," balas Kyoka sambil mengeluarkan ujung lidahnya, mengejek.
"KYOKA!!!"
"Ahahaha. Oke oke! Ayo aku temani kau membeli makanan untuk Yaomomo. Aku juga ingin beli susu." Gadis dengan quirk earphone jack itu langsung berdiri dan menarik tubuh (Name) dari kursi.
(Name) pasrah dan mengikuti permintaan Kyoka. Dia melihat ke arah Momo dan bertanya, "Ramen, soba, udon, onigiri, burger, hot dog, yang mana?"
"Double cheese humburg, Katsudon, dan minumannya Caramel Macchiato. Tolong," balas Momo sambil tersenyum. "Maaf ya merepotkanmu."
"Kau makan banyak sekali," komentar (Name) sebelum pergi.
"Quirkku butuh lemak yang banyak."
(Name) hanya mengangguk singkat kemudian berjalan beriringan dengan Jiro. Meski begitu, kepalanya tetap menoleh ke arah tempatnya duduk. Dia sibuk memperhatikan gerak-gerik Hagakure dan Yaomomo.
Memang kan semua orang jadi aneh belakangan ini.
Hagakure terlihat sibuk memainkan rambut Uraraka. Mengepangnya sedikit-sedikit dan kadang bersender di bahunya. Yaomomo kembali sibuk dengan ponselnya. Seakan-akan ada pesan genting yang baru dia dapat dari keluarganya. Namun, memang segenting itulah sesuatu yang sedang dia analisis.
Yaomomo kembali memperhatikan foto yang tadi. Seribu spekulasi menyerbu kepala cerdasnya. Dan yang paling menonjol adalah bagaimana bisa orang aneh itu mendapat foto isi kamar Momo? Apakah dia menguntit? Atau dia pernah memasuki kamar Momo sebelumnya?
Yaomomo menatap sekitar. Dia menghela napas panjang dan berusaha berpikir kembali. Kantin rasanya begitu sesak. Pikirannya yang telah penuh, tak bisa bergerak, macet bagai jalanan kota pukul tujuh pagi. Gadis berambut hitam itu tidak bisa memikirkannya sekarang. Namun yang pasti dia telah mendapat dua anomali dari foto tersebut sejauh pengamatannya selama sepuluh menit.
Pertama, anomali tentang foto tersebut yang sangat kabur. Fotonya berkualitas rendah, seakan-akan itu adalah pangkasan dari foto lain yang lebih besar. Jika Yaomomo bisa menemukan foto aslinya, mungkin ada hal yang bisa ia mengerti.
Kedua, anomali tentang bagaimana si penjahat mendapat foto itu sendiri. Dua-duanya mengerikan apabila pelaku mendapat foto tersebut dengan menguntit, atau dia memiliki foto yang bisa jadi adalah foto yang mungkin pernah dimiliki Yaomomo.
Yaomomo terus menjamah seluruh kantin. Kursi-kursi yang terisi penuh oleh siswa, meja dan tumpukan makanan, suara denting yang beradu, hingga akhirnya matanya berhenti di kursi Hagakure yang telah kosong.
Mungkinkah dia tipe penjahat yang mudah menyelinap dan mematai-matai tanpa mampu terlihat seperti Hagakure?
"Hagakure kemana?" tanya Yaomomo.
"Ke toilet," balas Uraraka.
Yaomomo terkejut saat melihat Uraraka. Tampilan gadis chubby itu terlihat berbeda sekarang. Rambutnya sudah diikat kembar di samping kanan dan kirinya menggunakan jepit rambut berhias buah ceri, membuatnya terlihat imut seperti anak-anak.
Yaomomo tersenyum simpul. "Uraraka kau terlihat imut seperti itu."
"Iya terima kasih, tiba-tiba Hagakure suka sekali memainkan rambutku!"
*****
"(Name) awas nabrak!" peringat Jiro datar.
Ya, daritadi mereka jalan dan (Name) terus-teruan melihat ke meja kantinnya. Mengikuti Hagakure yang tiba-tiba beranjak dari sana dan Yaomomo yang bercengkrama dengan Uraraka, Mina, dan Tsuyu. Namun, kakinya sih tetap jalan lurus-lurus aja, apalagi dia pegangan dengan jas Jiro kan.
(Name) gak sadar kalau di depannya sudah ada antrian untuk membeli makanan. Masalahnya dia gak lihat-lihat, alhasil (Name) menubruk seorang murid yang berada di baris paling akhir.
"Aduh aduh kepala kopongku!" ringis (Name) sambil mengusap kepalanya yang terasa sedikit panas. Gadis itu mendongak, mendapati seorang lelaki dengan mata lelah yang menatapnya dengan tajam. Rambutnya berantakan dan warnanya ungu tua.
"Kau belum mandi ya?" celetuk (Name).
"Heh! Dasar gak sopan! Maafkan kami Shinso!!!" Jiro langsung membungkuk dan menjitak (Name) sembari memaksa tubuh kaku anak itu membungkuk juga. "Dasar (Name) bodoh!"
Shinso hanya menggaruk belakang kepalanya dan tersenyun tipis. "Oh jadi kau anak baru yang seperti huru-hara itu? Namamu--"
"(Name), panggil aku (Name)," jawab (Name) cepat sambil kembali berdiri. Gadis itu menggerakkan matanya dan mendapati ada Aizawa-sensei di samping laki-laki putih bernama Shinso itu.
(Name) baru aja mau menyapa Aizawa-sensei dengan celetukan anehnya, tapi tubuhnya kaku. (Name) tidak bisa menggerakkan satu ujung jarinya. Wajah gadis itu berubah panik, hanya bola matanya yang bisa berputar, melirik Shinso yang masih tersenyum janggal. Apa mungkin ini adalah quirk anak itu? Apa yang dia lakukan?
"Kau tidak boleh bernapas di hadapanku."
(Name) terbatuk. Dia kehilangan kemampuan bernapasnya. Paru-paru gadis itu rasanya kayak disumbat sampah dari laut. Perasaan dikendalikan begini, (Name) jadi ingat seseorang di masa lalunya dengan kemampuan mengendalikan yang mengerikan.
"Aizawa-sensei bukankah ini berlebihan?" Jiro memegangi (Name) yang mulai terbatuk dan matanya mengeluarkan air mata kesakitan. Paru-parunya seperti akan meledak.
"Dia tidak sopan, itu salahnya. Shinso, berhentilah setelah satu menit."
"Apa?!" Jiro menepuk jidatnya. "Shinso kenapa kau?"
"(Name) aku sudah dengar tentangmu. Menyebalkan sekali melihatmu langsung masuk kelas pahlawan tanpa usaha. Apa kau kaget? Ini memang quirkku. Kau harus berhati-hati dengan siapa kau berbicara dan bercanda. Aku Hitoshi Shinso, doakan rencana pemindahanku dari kelas regular ke kelas pahlawan berhasil ya! Entah bagaimana aku penasaran denganmu juga." Shinso mendekatkan wajahnya kepada (Name) yang terlihat kacau. Setelah dia kembali berdiri tegap, barulah gadis itu bisa bernapas dengan benar.
Setelah rasa sakitnya hilang, (Name) mengusap keringatnya yang muncul sembari berjalan maju, mengisi antrean. Gadis itu malah kembali ceria dan mengajak anak dari kelas regular itu bicara tanpa memedulikan barusan dia dipermalukan di kantin U.A.
"Jadi namamu Shinso? Quirkmu keren sekali. Bisa tunjukkan lagi padaku? Bagaimana cara kau melakukan itu?" (Name) langsung menatap mata Shinso dengan berbinar, seakan-akan anak itu adalah idolanya yang baru. "Tapi jangan lakukan yang tadi padaku lagi ya, soalnya sakit banget. Oh aku juga minta maaf, habisnya rambutmu itu--"
"Berantakan?"
(Name) mengangguk seperti anak anjing. Shinso memicingkan matanya, dia tidak menjawab perkataanku.
"Kau itu harus belajar berbohong," kata Shinso lagi.
"Sudah sering," balas (Name) cepat. "Aizawa-sensei kau harusnya langsung mentransfer orang dengan quirk hebat seperti Shinso ke kelas pahlawan. Jangan undang aku dong. Gimana kalau kami tukaran saja?" (Name) mengatakan hal itu semangat sekali. Dia langsung putar balik dan kembali pada Shinso. "Bagaimana keadaan kelas regular Shinso?"
"Tuh kan, dia benar-benar seperti badai," cibir Jiro sambil menarik kerah (Name), meminta gadis itu sedikit mundur.
Shinso dan Aizawa-sensei hanya mengeluarkan napas lelah. Meladeni (Name) beberapa menit saja rasanya seperti berlari keliling lapangan sepuluh kali.
"Kelas reguler menyenangkan kok. Teman sekelasku orang-orang baik," kata Shinso.
"Di 1-A juga!"
Mereka kemudian larut dalam percakapan tidak jelas yang dipimpin (Name) sambil mengantre. Bisa-bisanya gadis itu menceritakan soal aib Bakugo kehilangan celana dalam semalam. Shinso hanya bisa tersenyum sabar sambil ngebatin, kenapa anak gak jelas begitu bisa ada di U.A?
Tapi sejak awal sekolah ini kan memang diisi orang aneh. Bahkan guru-gurunya saja sangat nyentrik.
"(Name) aku merasa kesal bertemu denganmu di kantin, kau sangat berisik," komentar Aizawa-sensei setelah mengambil pesanannya dan keluar dari antrean diikuti oleh Shinso.
"Sensei ga boleh kejam begitu dong. Bagaimanapun sensei sebenarnya sangat sayang kepadaku kan?" balas (Name) dengan nada manja yang dibuat-buat. Shinso sama Jiro yang dengar itu rasanya pengen marah aja. Apalagi Aizawa....
Guru dengan wajah lelah itu menghembuskan napasnya pelan. "Kau ini benar-benar sulit ditangani."
Ia menyerahkan nampan yang berisi dua porsi udon kepada Shinso. "Shinso carikan tempat duduk, kita akan berdikusi soal latihanmu setelah aku menyampaikan beberapa pesan untuk kedua anak muridku," pesan Aizawa. Shinso menurut dan segera pergi. (Name) yang lumayan penasaran dengan Shinso memperhatikannya tipis-tipis.
Aizawa kemudian berpesan kepada Jiro mengenai kelas setelah break saat ini. Kelas Midnight akan kosong lagi, guru satu itu tiba-tiba dipanggil demi suatu urusan. Jadi anak 1-A diperintahkan untuk melanjutkan tugas yang diberikan Midnight.
"Oh, terima kasih sensei. Kebetulan tugas Midnight-sensei memang perlu banyak riset sih," ucap Kyoka sambil membungkuk terima kasih.
"Dan kau (Name), Power-Loader-sensei menanyakan potongan rambut yang dia minta untuk membuat kostummu. Kau bisa menitip padaku sekarang, agar tidak lupa," tawar Aizawa.
(Name) segera merogoh kantung jasnya. "Sebenarnya aku sayang banget loh mau potong rambut. Soalnya plastik sepuluh kali sepuluh meter kan besar juga. Setengah rambutku bisa habis nih. Tapi aku menemukan cara lain!" (Name) menunjukkan plastik yang telah diisinya dengan rambut kepada Aizawa.
Di dalamnya terlihat begitu aneh bagi guru satu itu. Dia memicingkan matanya curiga. Ada banyak plester putih yang tertempel rambut pendek-pendek dan keriting. Jujur itu terlihat menjijikkan, bahkan Jiro sudah bergidik sendiri.
"(Name) rambut apa yang kau pakai?" tanya Jiro.
"Oh! Semalam aku waxing kaki sama tangan. Harusnya bisa kan bikin kostum dengan bulu-bulu ini? Kan sama-sama rambut."
Tepat setelahnya Aizawa melilit gadis itu dan menggantungnya di tengah-tengah kantin. Jiro yang tidak kasihan lanjut memesan makanan dan mengantar pesanan milik Yaoyorozu.
*****
Anak-anak yang mendengarkan kisah Jiro barusan sudah pasti langsung ngakak. (Name) itu padahal pintar, tapi bagaimana bisa dia melakukan hal itu?
"Ya habisnya sayang loh kalau mau potong rambut! Sebulan sebelum ke sini aku juga sudah potong!" sungut (Name) sambil merapikan bajunya. Setelah bel berbunyi dia baru saja diturunkan oleh Aizawa-sensei. Itu pun dengan ancaman kalau dia harus mengisi ulang plastik tersebut dan harus diserahkan besok.
"Lagipula ide siapa sih bangun sekolah yang besar banget di atas bukit begini? Kan kalau mau ke salon jauh banget!" Gadis yang kewarasannya minim itu terus-terusan ngedumel. Pokoknya dia kesal banget sekolah di U.A ini. Selain teman sekelasnya yang lain menyebalkan. Guru U.A, tugas-tugas, ujian, dan latihan semuanya mengerikan.
Kan memang dia harusnya tukaran dengan Shinso saja!
"Di antara kalian tidak ada yang bisa aku mintai untuk potong rambut ya? Apa kalian pernah potong rambut sendiri?" tanya (Name) pada anak-anak cewek. Mereka semua tengah berjalan kembali ke kelas.
Keenam orang itu serentak menggeleng. Kalau Jiro hanya bisa merapikan poni, sedangkan (Name) tidak memiliki poni. Gadis itu juga tidak mau membuat poni, habisnya panas. Kalau Mina pernah sih, dan hasilnya tidak ramah, bintang satu. Mereka sih biasanya ke salon bersama untuk merapikan rambut, terus Yaoyorozu yang traktir. Ya daripada rambut berantakan, mending ke salon, gratis pula.
Rambut (Name) sih sebenarnya cukup untuk dipotong sedikit lagi demi memenuhi plastik tersebut. Tapi gadis itu juga tidak bisa potong rambut sendiri. Setidaknya dia butuh seseorang yang bisa memendekkan rambutnya dengan rapi.
Yaoyorozu kemudian ingat sesuatu. "Dulu waktu kami pertama kali magang, Bakugo magang bersama pro-hero Beast Jeanist. Model rambutnya dirubah habis-habisan. Dia jadi terlihat seperti apa ya...." Aduh, Yaomomo tak tega menyebutnya.
"Dia keliatan sangat culun!" serobot Mina, berhasil ngebuat mereka ngakak lagi.
Selepas tertawa (Name) kembali murung. "Ya anggaplah dia belajar menata rambut setelah digembleng oleh pro-hero itu, tapi tidak menjamin dia bisa memotong rambut dengan benar kan? Kalau soal sisiran dan nata rambut aku juga bisa," balas (Name). "Lagian pahlawan macam apa sih? Masa magang disuruh benerin rambut. Aneh juga."
"Ya, tapi mungkin kau bisa tanya langsung ke orangnya. Aku pernah lihat Bakugo ngerapiin rambut Kirishima kok." Mina menambahkan, "Walau motong rambut perempuan dan laki-laki kayaknya beda teknik sih."
"Tidak ada salahnya bertanya dan mencoba kan?" imbuh Tsuyu.
(Name) hanya bisa mengangguk singkat. Ya emang ga ada salahnya sih, tapi masalahnya Bakugo. Yang ada dia bisa dimakan sama anak itu. Apalagi dia baru terluka juga kan? Pasti mood-nya makin hancur. Si Kepala Durian itu juga lagi di uks. Apa dia sudah siuman?
Berhubung setelah ini jam kosong, (Name) ingin memastikan keadaan anak itu. Gadis itu pun berputar arah dan berlari ke unit kesehatan dengan alibi menyembuhkan Bakugo, padahal dia emang pengen cabut aja.
*****
(Name) telah selesai menyusun beberapa biskuit di piring dan segelas teh yang baru diseduh. Gadis itu duduk di samping nakas yang dibaringi Bakugo. Ia kemudian termenung sambil memperhatikan anak itu dari dekat. Saat itu unit kesehatan sedang kosong. Tidak ada anak lain yang sakit, hanya Bakugo.
Wajah laki-laki itu tampak begitu tenang ketika ia tertidur. (Name) memperhatikan betul bagaimana dadanya naik turun dengan teratur. "Coba, kau sekalem ini waktu terbangun," bisik (Name) sambil mengusap kepala Bakugo sebentar. Dia selalu suka rambut anak itu yang tajam, tapi ternyata lembut. Dia kemudian meletakkan tangannya di kening Bakugo.
"Ya ya, aku suka sekali dengan wajah kalemmu, tapi kau harus bangun karena aku butuh bantuan! Bangunlah Pangeran dari Kegelapan yang memimpin Kerajaan Iblis!" seru (Name) dramatis sebelum membaca mantra kecilnya.
Gadis itu mencoba mempercepat regenerasi sel di tubuh Bakugo, agar dia kembali pulih. Namun, setelah satu menit tidak ada reaksi apa pun. (Name) mengangkat tangannya. Dia bingung sekali. Biasanya hanya dengan meningkatkan regenerasi sel di tubuh secara keseluruhan luka dalam pertarungan kecil bisa disembuhkan. Bakugo kan cuma bertengkar dengan Hagakure, masa sel-selnya juga ikutan sakit?
Gadis itu tidak mau menyerah. Dia juga ingin menanyakan sesuatu pada Bakugo, selain apakah dia bisa mangkas rambut orang atau enggak. Demi hal itu dia harus membangunkan anak galak itu.
(Name) lebih dulu mengecek detak jantung Bakugo lewat nadinya. Alangkah terkejutnya ia saat ia nyaris tidak bisa merasakan denyut apa pun.
"Jantungnya melemah." Mau tidak mau (Name) harus panik. Mencoba tenang, gadis itu mengecek pupil mata Bakugo. Pupil mata anak itu mengecil dengan tidak wajar. Lebih dari itu, suhu Bakugo juga mulai mendingin.
"Oi gak lucu nih masa mati karena dibanting Hagakure!" (Name) dengan sigap mengambil gunting dari dalam lemari penyimpanan. "Aku mohon maaf Bakugo, ini agak tidak etis tapi aku harus menyelamatkanmu!"
(Name) menggunting baju olahraga Bakugo, membuatnya menjadi lega untuk lelaki itu. Saat ia gunting membelah baju tersebut hingga ke dada Bakugo, (Name) baru menyadari sesuatu. Di dagu lelaki itu terdapat luka goresan, tidak terlalu panjang, bahkan tidak dalam. Lukanya juga terlihat sudah dibersihkan. Namun, tidak hanya di dagu, tapi juga luka tusuk kecil dari jarum di lehernya.
Harusnya luka tipis begitu tidak akan tampak jika (Name) tidak memperhatikannya dengan benar. Luka tersebut terlihat jelas karena ia mulai membiru. Entah bagaimana mulai menyebar tepat setelah (Name) menemukannya.
Tiba-tiba tubuh lelaki itu menegang. Dari Bakugo yang tadinya bernapas pelan, berubah menjadi berat. Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat. Meski begitu, suhu badannya tetap mendingin. Kondisinya terlihat semakin menyedihkan. Lantas membuat (Name) semakin panik.
"Katsuki! Apa yang terjadi?" Bibir gadis itu reflek ia gigit. (Name) memiliki kebiasaan buruk itu saat panik. Ia bahkan tidak sadar telah berdarah karena gigi taringnya menembus bibir bawah.
Pikirannya kacau. Hal-hal yang dia simpan dalam-dalam kembali teringat. (Name) pernah melihat ini. Keadaan yang menyakitkan ini pernah dialami oleh Kazuo, adiknya dulu. Kazuo menegang dan seperti sekarat waktu itu, karena ia diracun. Dan (Name) tahu betul ciri-ciri ini. Racun yang hanya akan bereaksi ketika disentuh oleh pemicu. Saat itu pun, Kazuo masih baik-baik saja sampai (Name) menyentuhnya.
Seseorang yang menggunakan racun ini (Name) tahu benar siapa. Tapi dia harusnya sudah lama mati. Harusnya Endeavor berhasil mengurungnya jika operasi pahlawan itu dalam meringkus keluarga Ukanami berhasil. Dan harusnya racun mengerikan ini tidak ada pada Hagakure.
✨✨✨
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top