[27] Hal Kepahlawanan
Jauh di bawah bayang-bayang gemerlap kota di malam hari, All for One beserta salah satu asisten kepercayaannya sedang menyiapkan rencana. Di dalam ruangan yang didominasi dengan warna gelap itu banyak monitor berukuran besar menyala. Data-data terus ditampilkan dan diagram-diagram bergerak naik turun. Foto wajah (Surename)(Name) terpampang di sana. Mulai dari fotonya ketika masih kecil sampai saat ini.
"(Surename)(Name) gadis yang ada bersamamu saat pelelangan anak manusia oleh Keluarga Ukanami. Dia juga adalah kepala keluarga sah keluarga (Surename)," kata All for One kepada asistennya itu. "Kau masih ingat 'kan Kazuo?"
Kazuo tersenyum tipis. "Tentu saja aku tidak akan lupa. Sayang sekali dia kabur waktu itu. Padahal Kak (Surename) memiliki harga termahal di pelelangan." Kazuo masih ingat betul hari di mana seseorang yang dia anggap sebagai kakaknya sendiri itu hilang di suatu malam.
Seharusnya malam itu mereka pergi bersama sehingga Kazuo tidak akan pernah terjebak di sini. Tetapi dia pun tak pernah menyesali perjanjiannya dengan All for One. Hanya saja, seiring waktu dia tumbuh tanpa kakaknya, selain dirinya yang berkembang, dendamnya terhadap (Surename)(Name) pun ikut membesar.
"Kau tidak ingin balas dendam dengannya?" tanya All for One sambil memperbesar sebuah diagram yang ada di monitor.
"Ah, aku tidak pernah berpikiran untuk balas dendam dengannya. Aku hanya mengikuti perintahmu saja, Tuan," balas Kazuo masih dengan senyumannya yang tidak pernah pudar.
"Ngomong-ngomong, Tuan, apa yang akan kau lakukan dengannya setelah mendapatkan Kak (Surename)?" Kazuo balik bertanya. Dia membantu All for One menyusun data untuk menjalankan rencana mereka yang telah disusun bertahun-tahun begitu lamanya. Untuk melancarkannya kembali, segalanya harus dieksekusi dengan benar.
"Sesuai rencana tentu saja aku akan mengambil kekuatannya. Dengan begitu aku bisa menjadi sempurna dan seluruh rencana besar untuk menggenggam dunia jadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Bagaimana Kazuo?"
"Ah ... aku tidak pernah mempermasalahkan apa yang Tuan lakukan."
All for One menatap Kazuo. Seperti mendapatkan sesuatu yang langsung masuk ke kepalanya, penjahat nomor satu itu tersenyum. "Aku punya cara untuk memancing kembali (Name). Tidak perlu ditangkap, aku hanya butuh datanya. Kau mau ikut rencana tersebut?"
Kazuo mengangguk singkat. "Aku akan setia mematuhi perintahmu."
"Bagus, Kazuo Kenshin."
°•°•°•°
(Name) rasanya mau nangis. Ketika Midnight masuk tiba-tiba dikasih ulangan dadakan. Ujian hidup macam apa lagi ini?
Pahlawan super bohai itu mengajar materi tentang kepahlawanan. Katanya sih ujiannya buat mengetes kemampuan murid-muridnya, makanya dibuat dadakan.
Soalnya kalau kaget gitu kan greget.
(Name) masih mending deh kalau ujiannya pelajaran umum. Masih kebantu. Ini ujian tentang kepahlawanan. Tahu apa dia?
Soal nomor tiga misalnya. Ditanya siapa penjahat kelima yang dikalahkan Midnight secara resmi? Ya mana (Name) tahu.
"Sensei soalnya gak bisa lebih waras?" tanya Kaminari sambil mengangkat tangan.
"Benar sensei, soalnya sulit sekali," tambah Mina sambil garuk-garuk kepalanya.
"Ah itu cuma pertanyaan umum soal kepahlawanan 'kan? Kalian pasti bisa," balas Midnight dengan tertawaan kecil dari meja guru.
Ya iya sih memang cuma pertanyaan umum kepahlawanan. Tapi kenapa isi pertanyaannya semuanya tentang Midnight?
Kening Uraraka mengerut. Dia sampai bingung terhadap 10 soal di papan tulis yang Midnight berikan. Pertanyaan nomor 1 disuruh menuliskan sekolah apa saja yang menjadi tempat Midnight menimba ilmu. Soal nomor dua makanan kesukaan Midnight. Soal nomor tiga penjahat yang Midnight kalahkan. Dan nomor empat mantan kekasih Midnight. Intinya semuanya tentang Midnight. Gila!
Pahlawan satu itu selain cantik, berjiwa narsis juga.
"Aku bahkan baru tahu Midnight saat insiden cafe," keluh (Name) yang wajahnya sudah seperti tidak bernyawa lagi. Harus dia jawab dengan apa soal-soal tersebut.
(Name) pun menoleh ke belakang. Di belakangnya ada Hagakure. Dari kelihatannya selama beberapa hari ini, Hagakure itu bukan jenis orang yang bisa diajak nyontek. (Name) balik hadap depan dan nampol wajahnya sendiri.
Dia ada di kelas pahlawan. Pahlawan itu identik dengan kebajikan dan hal-hal yang lurus. Mana mungkin ada anak di sini yang berani menyontek bahkan untuk anak seperti Bakugou sekali pun. Kalau ada yang berani nanya ke Bakugou pas ulangan yang ada nyawanya hilang. Jelas banget.
Awalnya sih (Name) pikir begitu, sampai Midnight-sensei mengeluarkan senjata andalannya--sebuah pecut. Cambuk tersebut melayang dan menyabet seseorang di bangku belakang seperti kilat.
Ctak!
Suara itu adalah hasil cambukan Midnight untuk manusia cebol berambut anggur yang dari tadi melihat ke belakang, memaksa Yaoyorozu untuk bocorin jawaban. Sungguh tak berakhlak.
"Mineta aku tidak mengizinkanmu berbuat curang."
Mineta yang panik disko langsung balik ke posisi awal dengan wajah ketakutan. Serem, karena satu cambukan itu bola-bola anggur di kepalanya lepas satu.
"Kalau ada yang ketahuan berbuat curang lagi. Aku tidak akan segan-segan," ancam Midnight dengan senyuman yang mengerikan. Semuanya langsung kembali ke posisi masing-masing.
Satu kelas menyaksikan kengerian Midnight dalam mengeksekusi orang-orang yang menyontek. Sero yang melihat Mineta dilibas langsung meremas menutup buku catatan di laci mejanya. Gak ada kesempatan kalau begini mah. Dari tempat duduknya (Name) mendengar suara Aoyama yang kayak lagi baca mantra.
"Payah payah payah payah ...." terus begitu bersambung panjang macam jalan kenangan.
(Name) membuang napas pasrah. Ini adalah ulangannya yang pertama di U.A masa nilainya kecil. Gak bisa! Tapi gimana nilainya mau gede. Pas (Name) cek lembar jawabannya pun rasanya dia ingin menangis. Kertas di tangannya sama bersihnya dengan catatan amal baiknya.
"Isi asal ajalah yang penting selesai, yang penting udah mikir!" gumam (Name) sambil mulai membaca soal pertama di papan tulis. (Name) menulis jawabannya yang dia tulis asal sambil tersenyum pasrah.
Tak lama ulangan dadakan itu selesai. Semua kertas dikumpulkan dan Midnight tampak puas dengan muka-muka mengenaskan yang diperlihatkan muridnya. Spesies yang otaknya masih trapesium akan memasang wajah seperti orang mati Kaminari, Kirishima, Aoyama, dan (Name) misalnya. Yang otaknya setengah bakalan masang wajah datar nan pasrah, Uraraka contohnya. Sedangkan Midoriya, Todoroki, Iida, dan Yaoyorozu hanya tersenyum tipis, lega ulangan aneh itu selesai.
Jawabannya sih gak langsung diperiksa. Midnight malah langsung masuk ke pembahasan lain.
"Kalian ingat sewaktu aku menugaskan untuk membuat nama pahlawan untuk diri masing-masing?" Midnight membuka topik. Seluruh anak 1-A mengangguk kecuali (Name).
"Nama pahlawan?"
"Nah, kau juga harus memilikinya (Name) karena kau dididik menjadi pahlawan. Pahlawan memiliki julukannya masing-masing yang mudah untuk diingat masyarakat," jelas Midnight.
Setelah mendengar penjelasan itu (Name) bersender di kursinya sambil menggaruk belakang kepalanya. "Seperti penjahat juga? Penjahat kan punya julukan."
Anak 1-A yang mendengar itu sontak terkejut.
"Dia itu selalu bersikap dingin di waktu yang tak terduga," ujar Todoroki dengan nada rendah.
Yaoyorozu yang duduk di sebelahnya mendengar hal tersebut dan membalas, "Mungkin suasana hatinya sedang tidak bagus."
"Tapi itu kan tidak ada hubungannya dengan nama pahlawan," tambah Mineta ikut-ikut.
"Jadi kau belum menentukan nama pahlawanmu?" Midnight kembali bertanya dengan senyuman khasnya.
(Name) yang merasa bodoh telah mengatakan hal aneh tadi menjadi merasa bersalah. Dia memang benci menjadi pahlawan. Tetapi, dia berada di U.A itu untuk menumpang. Uraraka juga bilang waktu itu bahwa Midnight jugalah yang mengurus hal-hal mendetail di insiden cafe hari itu.
Kasarnya dia berhutang budi pada Midnight, dia harusnya lebih bisa mengontrol diri dan tidak kasar.
"Aku belum memikirkannya." (Name) kemudian memiringkan tubuhnya dan menatap seluruh teman-temannya.
"Kalian punya ide untuk namaku?" tanya (Name) ceria. Gadis itu selalu cepat mengubah suasana hatinya.
"Bagaimana kalau (Name)-chan?" usul Todoroki tiba-tiba.
(Name) tampak menimbang-nimbang kemudian menggeleng.
"(Name)-chan terdengar terlalu imut."
"Iya kurang cocok dengan image (Name)," tambah Aoyama. (Name) yang mendengar itu langsung mengambil pensil di mejanya dan melemparkan pensil itu ke arah Aoyama. Meski Aoyama berhasil menghindar, tetap saja arah lemparannya yang tajam seram juga. Kalau kena, bisa bolong kepala Aoyama.
"Maksudmu aku tidak imut?!" sungut (Name).
"Aku menyarankannya karena memang cocok dengan (Name)," kata Todoroki dari belakang. Gadis itu menatap Todoroki dan mengacungkan jempolnya bangga.
Midnight yang melihat itu tersenyum tipis. "Kalian cepat akrab ya dengan (Name)."
"Secara general aku menyukai mereka semua. Mereka teman yang menyenangkan," balas (Name). Kalau ini beneran tulus. Sesering-seringnya dia dan Bakugou bertengkar, atau beberapa kali terlibat baku hantam, sebenarnya anak 1-A memang sebaik itu. Meskipun ada yang spesies otak setengah dan rada gak waras, (Name) masih menyukai mereka semua.
"Baguslah kalau kau menyukai kelas ini. Ngomong-ngomong soal nama pahlawan kau tetap harus memikirkannya."
(Name) mengangguk paham. "Aku sudah punya nama pahlawan, baru saja terlintas."
"Kalau begitu kah bisa mendomenstrasikannya di depan kelas," kata Midnight.
(Name) pun berdiri di depan kelas dan seperti pertama kali masuk, dia memperknalkan dirinya ulang namun dengan nama pahlawan.
"Nama pahlawanku adalah (Y/HN)."
Sontak saja anak U.A dan Midnight terkejut dengan nama pahlawan yang (Name) sebutkan.
"(Name), aku tidak menyarankan apa pun, tetapi apa kau tahu nama (Y/HN) itu telah dipakai oleh seorang penjahat perempuan?" tanya Midnight.
"Nama penjahat (Y/HN) itu amat terkenal. Bagaimana bisa kau memikirkan nama yang sama?" tanya Midoriya tak percaya.
(Name) memandang teman-temannya heran. "Loh? Tidak boleh sama ya?"
"Bukannya tidak boleh sama. Tetapi, masyarakat punya trauma yang besar dengan nama itu. Apa kau tidak berniat mengganti? Itu bisa mempengaruhimu nanti jika kau bertugas," jelas Midnight lagi.
(Name) mengangguk paham akan tetapi keputusannya sudah bulat. "Aku tidak akan menggantinya. Habisnya nama itu terdengar keren dan mudah diingat. Lagipula, kalau aku menggunakan nama itu aku bakal lebih cepat tenar, strategi marketing!" kata (Name) semangat sambil mengacungkan ibu jarinya.
"Kau jenius (Name)!" puji Mina.
(Name) berdiri di depan kelas dengan bangga. Namun, bukan tanpa alasan (Name) memilih nama itu sebagai nama pahlawannya. Setelah dia dipersilahkan untuk duduk di bangkunya kembali, (Name) membuka halaman paling belakang bukunya dan mencoret-coret nama pahlawan yang dia umumkan di depan kelas.
Aslinya, nama (Y/HN) adalah milik ibu kandung dari (Name). Gadis itu ingat betul, sewaktu keluarganya melakukan pertemuan resmi dengan All for One dulu sekali, ibunya tidak pernah dipanggil dengan nama asli, melainkan (Y/HN). Satu-satunya alasan mengapa (Name) menggunakan nama itu adalah untuk meneruskan ibunya namun dengan jalan yang berbeda.
Naif memang, tapi (Name) berpikir mungkin dia bisa menebus dosa ibunya dengan cara itu.
°•°•°•°•°
(Name) emang gak ngecek jadwal pelajaran untuk hari ini. Semalam, dia asal memasukkan buku dan bedak buat dandan di kelas. Namun, apa-apaan kelasnya saat ini!
Anak 1-A sedang berada di sebuah workshop. Seluruh teman-teman (Name) membawa kostum pahlawan masing-masing. Hanya (Name) yang cuma membawa baju olahraga U.A. Entah untuk apa, pokoknya katanya supaya tangannya tidak kelihatan kosong saja. Lah, alasan macam apa itu?
"Kelas apa ini?" tanya (name) setengah berteriak. Dia itu masih terheran-heran. "Kenapa kalian membawa kostum?"
"Ah, di kelas ini kita diajarkan untuk merawat kostum pahlawan kita sesuai ketentuan pemerintah. Kalau kita ingin memperbaiki kostum atau menambah hal lain juga bisa, nanti akan diberikan formulir perbaikan oleh sensei," jelas Hagakure.
(Name) mengangguk paham. "Tapi aku tidak punya kostum."
"Untuk itulah ini saat yang tepat untuk kau memikirkan dan mendesainnya," kata Power Loader-sensei.
Dia bangkit dari kursinya dan memberi (Name) beberapa kertas dan sebuah formulir. "Kau bisa mendesain kostummu sendiri. Untuk hari ini kau hanya harus mendesain kostummu sendiri, sedangkan anak yang lain akan aku cek kostumnya. Kalau kau butuh sesuatu bertanya saja kepadaku," jelas guru yang merupakan pro-hero tersebut.
(Name) dengan senang hati mengambil beberapa kertas tersebut. Dia memilih tempat duduk yang nyaman di workshop yang berserakan tersebut. Di workshop yang menjadi kelas mereka kali ini banyak terdapat perkakas keras, dan barang-barang rongsokan, seperti bekas kegagalan eksperimen.
(Name) bisa lihat sendiri, setotalitas apa U.A mengkonsep sekolah ini, dan mendidik murid-muridnya sebagai pahlawan yang kompeten. Apa mungkin pahlawan yang tulus itu benar-benar ada? (Name) menatap temannya satu persatu kemudian tersenyum tipis. Semua orang yang ada di kelas ini (Name) yakin akan menjadi pahlawan yang hebat.
(Name) pun menjadi merasa senang dengan kelasnya kali ini. Memang sih hal ini terlalu berbau pahlawan, sampai (Name) mendesain kostumnya sendiri. Bukankah semakin lama dia seperti tenggelam dalam kepura-puraannya yang dia buat sendiri tentang permainan sembunyi-sembunyi ini. Harusnya (Name) tidak terlalu memikirkan soal dia yang bersikeras untuk tidak menjadi pahlawan. Niat awalnya kan hanya untuk berlindung di bawah U.A. Bukan menjadi pahlawan sesungguhnya.
Kini, yang dilakukan gadis itu adalah memandang teman-teman sekelasnya dengan kostum mereka masing-masing. Dia memperhatikan bagaimana Tokoyami sedang berkonsultasi soal kostumnya. (Name) pun balik fokus pada kertasnya.
Dia pun pernah berpikir soal kostum apa yang paling bagus untuk dirinya. Memang quirknya sederhana dan tidak membutuhkan sesuatu yang mencolok. Tapi jika dengan kostum, (Name) bisa meningkatkan kekuatannya maka dia harus berusaha. Kalau (Name) menjadi lebih kuat mungkin dia bisa menyelamatkan adiknya.
(Name) sendiri tidak terlalu percaya pada takdir, tapi kehidupannya memang sejak awal tidak berjalan dengan mulus. Cepat atau lambat dia akan terseret di peperangan yang tak lama lagi akan meletus. (Name) harus menyiapkan dirinya. Kalau (Name) berhasil meningkatkan kekuatannya dia bisa menyelamatkan banyak orang. Memang terdengar seperti pahlawan, namun alasan sebenarnya adalah karena (Name) tak suka direpotkan oleh peperangan itu sendiri.
Setelah semuanya selesai dia akan kembali mencari adiknya. Satu-satunya yang (Name) inginkan adalah hidup damai dengan adik kesayangannya yang dulu pernah dia tinggalkan. Sampai hari ini, (Name) masih dihantui dengan janji yang dia buat kepada Kazuo di masa kecil.
Untuk mencapai tujuannya tersebut dan takdir yang tidak bisa dielakkan, (Name) mengambil pensilnya. Dia mulai merangkai kostum seperti apa yang cocok untuknya. (Name) mendata bahan-bahan seperti apa yang bagus untuk menopang tubuhnya dan menahan berbagai serangan.
°•°•°•°•°
Selamat Hari Lahir Pancasila teman-teman.
Kita semua adalah satu di bawah payung persatuan bernama pancasila!
-----
Jadi guis, di chapter ini (Name) lagi desain kostum. Nah tapi aku mau minta pendapat kalian.
Kalian mau kostum yang seperti apa?
Dijawab ya, aku mau survei, terus idenya aku gabungkan biar jadi kostum (Name) yes! Sekalian aku desain terus kita adain vote /ribet amat cielah/
Sampai jumpa di bab selanjutnya :D
Lov ya,
|
|
Charriot-.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top