[26] Luka dari Ayah

Mereka langsung memindahkan Bakugou ke kamar asramanya. Lelaki tempramental itu masih belum sadar. Uraraka sibuk menekan luka yang ada di kepala bagian kiri Bakugou dengan perban yang dibuat oleh Yaoyorozu. Selagi anak perempuan mengurus Bakugou di dalam, sisanya menunggu di luar.

"Bagaimana ini?" tanya Kaminari.

"Kita harus menyelesaikan masalah ini sendirian, para sensei tidak boleh tahu!" kata Iida. Yang lain mengangguk setuju.

Akan gawat apabila Aizawa-sensei tahu soal Bakugou yang terkapar hanya karena sebatang sendok.

"Apa sih yang mereka lakukan di dapur?" Sero memijit pelipisnya, tak kuasa dengan kejadian malam ini. Rasanya tiada hari tanpa ambyar.

"Bakugou dan (Name) 'kan memang begitu," balas Kaminari.

"Tapi aku tidak yakin kalau mereka bertengkar," timpal Kirishima.

Sontak mereka semua menatap Kirishima dengan tidak yakin.

"Kau tahu sendiri 'kan? Kalau (Name) dan Bakugou itu dipertemukan maka akan ...." Kaminari menyatukan jarinya dan menepuk telapak tangannya sendiri, "duar!"

Si rambut merah aneh menghela napasnya. Kirishima menjitak kepala Kaminari dengan semena-mena.

"Memang sih kelihatannya mereka itu kalau bertemu bertengkar. Tapi mana mungkin (Name) sampai tidak punya hati untuk melukai Bakugou. Dia memang jahil, tapi aku yakin tidak mungkin dia sengaja melakukannya. Habisnya sejak insiden di kafe, Bakugou mau bekerja sama dengan (Name) padahal mereka belum lama bertemu. (Name) juga menyembuhkan luka Bakugou beberapa kali," jelas Kirishima panjang lebar.

"Jadi maksudmu bisa jadi itu kecelakaan?" terka Iida. Kirishima mengangguk.

Midoriya menatap teman-temannya penuh rasa bersalah. Dia menunduk dan mencicit kecil, "Tetapi aku sudah membentak (Name)."

"Ah, aku mengerti perasaanmu Midoriya. Aku juga hampir marah tadi." Iida mencoba menghibur Midoriya. Dia menepuk-nepuk pundak anak itu.

"Ano ... teman-teman." Sero berhasil mencari perhatian yang lain, membuat mereka bertanya-tanya.

"Aku baru sadar kalau daritadi Todoroki tidak ada."

Seperti disambar oleh guntur badai pertama musim dingin, Kaminari, Kirishima, Iida, dan Midoriya terkejut. Mereka sama sekali tidak sadar sama keberadaan Todoroki. Ya habisnya mau gimana pun pasti anak itu diem-diem aja. Jadi hilang gak hilang tuh ya tidak berasa.

"Apa mungkin dia bersama (Name)?" terka Kaminari.

Entah kerasukan apa Midoriya mengambil inisiatif pergi dari sana. Sebelumnya dia berpesan kepada anak lainnya. "Aku akan mencari Todoroki. Kalau dia benar bersama (Name) aku takut Todoroki akan menghajar (Name)." Setelahnya lelaki penerus All Might itu pergi begitu saja.

Di sisi lain, Todoroki masih berada di dapur bersama (Name). Todoroki menyodorkan semangkuk ramen instan yang baru saja dia seduh kepada gadis yang wajahnya seperti tidak bernyawa itu.

Rupanya, di dalam kulkas dapur, lelaki setengah merah putih itu menyimpan ramen instan. Rencananya dia akan memasak mie itu setelah bermain ousama. Ternyata, ada korban yang bisa membuatnya kenyang tanpa perlu repot-repot rebus air, sebut saja Bakugou--korban tampol lari dikarenakan seekor kecoa laknat.

"Kau belum makan 'kan?" ucap Todoroki sambil memasukkan sepasang sumpit kayu berwarna hitam ke dalam kuah mie. Dari mangkuk berwarna merah itu tercium bau yang membuat (Name) makin lapar. Tapi 'kan, karena Bakugou mood makan (Name) tuh lagi ambyar.

Tapi lapar.

Cuma gak mood.

Makan aja apa ya?

Sampai dimasakin Todoroki loh. Walau cuma ramen instan, tapi kan spesial.

"Kau tidak perlu repot-repot begini," balas (Name).

Todoroki menyeret kursi lain dan duduk di samping (Name).

"Aku ... melihatmu bertarung tadi sore. Aku hanya menebak kau mungkin belum sempat makan malam."

(Name) menghela napas. Dia tidak tahu harus bagaimana. Gadis itu memilih mengalah. Diambilnya sumpit tipis tersebut dan mulai mengaduk ramen instan yang Todoroki buat.

(Name) menatap mie yang terjalin di sumpitnya dengan datar.

"Kau—"

Kedua orang itu saling bersitatap. (Name) dengan wajah bingungnya dan Todoroki yang terkejut.

"Kau bicara lebih dulu," kata Todoroki.

"Kau tidak mengurus Bakugou?"

"Sudah banyak yang mengurusnya."

(Name) menyeruput ramen instan tersebut. Sebenarnya rasanya normal dan biasa saja. Tapi karena (Name) emang lapar banget, entah kenapa rasanya sampai masuk ke relung kalbu.

"Apa yang mau kau katakan?" tanya (Name) sambil mengunyah.

"Kau tidak mungkin melukai Bakugou, 'kan?"

(Name) melirik kumpulan sendok di dalam wadah. Salah satu sendok yang menjadi bukti pembunuhan seekor binatang, telah dibersihkan dan ada di sana. Kan ditanyain begitu (Name) jadinya kesal lagi.

"Aku memang sering bertengkar dengannya. Tapi aku tidak mungkin melukainya tanpa alasan," balas (Name). Gadis itu tidak melanjutkan aktivitas makannya. "Kau percaya padaku?"

"Aku belum menemukan alasan untuk tidak mempercayaimu."

(Name) mendengarnya sangat senang, terharu, dan ingin menangis. Emang Todoroki itu terbaiklah. Midoriya aja langsung marah pas tahu Bakugou terkapar, tapi Todoroki malah ingin tahu cerita lengkapnya.

"Itu murni kecelakaan." (Name) yang mulai tenang kembali mengunyah ramennya yang masih hangat. "Menurutmu apa yang harus aku lakukan?"

"Minta maaf?"

"Iya itu pasti. Tapi coba kau pikir apa yang akan Katsuki lakukan ketika dia melihatku?"

"Membunuhmu."

(Name) mengangkat sumpitnya dan menunjuk Todoroki dengan benda itu. "Nah kan!"

Gadis berambut (h/c) itu menatap anak Endeavor di depannya serius, penuh tekat, dan ada maunya. "Kau harus membantuku supaya Bakugou mau memaafkanku!"

Wajah Todoroki berubah datar. Tadinya dia memang berniat membantu (Name), tapi bukan ini. Yang dia mau itu, membuat (Name) bangkit dan kembali tertawa. Rupanya, bantuannya tidak diperlukan, karena gadis itu pun sekarang bisa kembali bersemangat.

Todoroki menatap langit-langit dapur sambil berkata, "Ya. Aku akan membantumu."

Tiba-tiba Todoroki merasa pundaknya sedikit berat. Dia terkejut karena (Name) merangkulnya tanpa ancang-ancang. Gadis itu tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. "Aku selalu tahu kau memang sangat baik."

"Aku itu calon pahlawan terbaik."

"Nah makanya kau harus semangat!"

Todoroki menatap datar wajah (Name) yang berada amat dekat dengannya. "Mengapa jadi kau yang menyemangatiku?"

"Loh? Tidak boleh?"

"Sebaiknya kau habiskan makananmu (Name)," peringat Todoroki. Dialihkannya wajahnya ke arah lain. Rasanya sebagian wajahnya sama merahnya dengan rambutnya di bagian kiri.

(Name) yang tersadar ramen spesialnya belum dia habiskan, langsung kembali makan. "Aku akan menyembuhkan Katsuki setelah ini."

"Kau tahu 'kan Midoriya sedang marah denganmu?"

"Aku tahu. Aku juga akan meminta maaf dengannya. Memang salahku kan? Harusnya aku berhati-hati. Lagipula kalau kau, pasti Midoriya percaya!" balas (Name) dengan senyumannya yang penuh keyakinan.

Todoroki terdiam. (Name) benar, kalau dia yang menjelaskan ke Midoriya, pasti anak itu akan mendengarkan. Hanya saja, entah kenapa Todoroki tetap khawatir terhadap hal-hal buruk yang akan terjadi pada (Name). Tidak lucu kalau di asrama ada pertengkaran antara gadis bar-bar itu dengan Midoriya.

Ruang dapur kembali hening untuk beberapa saat. Hanya terdengar suara seruputan mie dan alat makan yang (Name) gunakan. Itu pun suaranya sangat pelan, mengisyaratkan betapa penuh tata kramanya seorang (Name) diajarkan untuk bergerak saat berhadapan dengan makanan. Entah bagaimana hal itu membuat Todoroki bertanya-tanya.

"Aku sebenarnya terkejut kau bisa makan dengan anggun. Sewaktu makan bersama itu juga," ujar Todoroki berhasil membuat (Name) memicingkan matanya disuapan terakhir.

"Keluarga—aku didik dari kecil untuk bersikap berkelas."

"Keluargamu yang mendidikmu?"

"Aku tidak akan bahas."

Todoroki menelungkupkan tangannya dan menaruh kepalanya di atas meja. Dari posisi itu dia menatap (Name) dalam-dalam. "Aku juga pernah membenci keluargaku. Ah, mungkin lebih tepatnya Ayahku."

(Name) mengelap bibirnya dengan tisu sambil berkata, "Aku juga membenci Ayahku. Sangking bencinya aku tidak mengingat lagi wajahnya."

Todoroki terkejut mendengarnya. (Name) itu memang misterius. Mulai dari seluk-beluk keluarganya dan semacamnya. Hanya saja Todoroki tidak menyangka bahwa gadis ini membenci ayahnya sendiri. Todoroki harap di masa depan (Name) bisa berdamai dengan ayahnya.

"Kau tidak berniat berdamai dengan Ayahmu?" tanya Todoroki hati-hati.

"Hah? Berniat pun tidak akan berguna. Aku bahkan tidak tahu dia masih hidup atau tidak," balas (Name) sedikit ketus. Meski begitu (Name) merasa sedikit nyaman membicarakan perihal ayahnya bersama seseorang yang juga memiliki masalah sama.

"Aku tidak menyukai Ayahku, karena dia terlalu fokus dalam pekerjaannya. Aku hanya pernah bersitatap dengannya beberapa bulan sekali. Padahal aku tahu dia selalu ada di ruang kerjanya. Begitulah .... Ya ampun pembahasan ini kan tidak ada hubungannya dengan insiden Katsuki!" cuap (Name) setengah kesal.

Todoroki bangkit dari posisinya kemudian duduk dengan tegak. "Ayahku terobsesi untuk menjadi pahlawan nomor satu. Dan aku terlahir sebagai bentuk ambisinya. Tidak perlu begitu pun suatu hari nanti aku akan menjadi pahlawan terkuat," balas Todoroki. Tangan kanannya mengepal erat, memperlihatkan tekadnya.

(Name) yang mendengar itu malah tersenyum. "Ternyata kita memang sedikit mirip ya. Aku terlahir dengan tidak memenuhi ambisi orang tuaku. Mereka menginginkan anak laki-laki. Tetapi perjuangan melahirkanku sangat sulit jadi imbasnya ibuku tidak bisa memiliki anak lagi. Sejak saat itu aku didik habis-habisan. Lucu memang, dan Ayahku sama sekali tidak peduli dengan bagaimana Ibuku mendidikku. Sebenarnya aku terkejut, kau adalah anak Endeavor, tetapi kau tidak mengetahui sesuatu soal keluarga (Surename)." (Name) mengakhiri penjelasannya dengan helaan napas panjang.

Di sisi lain Todoroki tercekat dan tidak percaya dengan hal yang dialami gadis di sampingnya. Rasanya seperti melihat sisi lain bulan.

"Biasanya para pahlawan pasti mewariskan kepada anak-anaknya soal keluarga-keluarga berbahaya yang harus dihindari. Apa Endeavor tidak pernah membahas nama keluargaku?" tanya (Name) lurus. Ditatapnya Todoroki yang masih terkejut lamat-lamat.

Todoroki menggeleng singkat dan dibalas dengan bahu (Name) yang berubah turun. "Memang sih, tidak ada gunanya membahas keluarga yang sudah punah." Gadis itu berdiri dari posisinya dan mengambil mangkuk bekasnya untuk di bawa ke wastafel.

(Name) memutuskan untuk mencuci piringnya terlebih dahulu sebelum nantinya dia akan mendatangi Bakugou untuk menyadarkan anak itu. Sementara Todoroki di belakangnya masih tetap terdiam. Lelaki itu hanyut bersama dengan kenangan masa lalunya.

Seingat Todoroki ayahnya memang tidak pernah bercerita soal keluarga (Surename), tetapi Todoroki baru ingat bahwa ada seseorang yang dia ketahui dari ayahnya dan orang itu juga memiliki marga (Surename). Yang membuatnya menjadi rumit adalah, orang itu, bukan manusia baik-baik.

°•°•°•°

Midoriya sampai di ambang pintu dapur. Dia mendapati (Name) dan Todoroki sedang tidak bertengkar. Midoriya bersyukur bahwa (Name) baik-baik saja walau dia sempat kesal tadi. Namun, penjelasan Kirishima cukup membuatnya yakin, mana mungkin (Name) melukai teman kecilnya itu.

"Aku mencari kalian," kata Midoriya. "Syukurlah kalian masih di sini."

"Katsuki ... bagaimana keadaannya?" tanya (Name). Nada bicaranya sarat penuh kekhawatiran. Midoriya jadi paham betul, mata gadis itu tidak mungkin berbohong.

"Aku ... tidak tahu. Belum ada perkembangan," jawab Midoriya.

"Biar aku sembuhkan dia!" kata (Name) tegas. Dihampirinya Midoriya dan menatap lurus anak itu. "Antar aku!"

Midoriya, (Name), dan Todoroki pun pergi menuju kamar asrama Bakugou.

Sementara di sana, Uraraka, Yaoyorozu, dan anak perempuan yang lain sudah selesai memperban kepala Bakugou.

"Pasti akan lebih cepat kalau ada (Name)," kata Hagakure yang tengah terduduk manis di sofa panjang di dalam kamar asrama Bakugou.

Meskipun laki-laki, kamar Bakugou bisa dibilang sangat bersih dan rapi. Ada banyak barang di dalamnya. Mulai dari kotak-kotak berisi perkakas, komponen kostum, lemari, meja belajar, buku-buku, dan perintilan All Might.

"Kita berdoa saja untuk Bakugou, kero," timpal Asui. Gadis katak itu memilih untuk keluar dari ruangan dan merasakan angin malam, bergabung dengan anak laki-laki lainnya.

"Kemana Midoriya?" tanya Asui setelah sadar lelaki berambut hijau itu tidak ada.

"Ah, dia sedang—" kalimat Iida terpotong oleh suara derap langkah cepat-cepat. Dari ujung lorong terlihat (Name) dan Midoriya yang berlari menuju mereka, sedangkan Todoroki jalan santai.

"Di mana Katsuki?" tanya (Name) setelah berhasil ngerem dengan mulus.

"Di dalam! Cepat sembuhkan dia (Name)!" balas Kirishima menggebu-gebu. Didorongnya tubuh (Name) untuk masuk ke dalam kamar Bakugou.

Awalnya (Name) semangat untuk masuk ke ruangan itu sampai matanya menangkap puluhan action figure, poster, dan pernak-pernik bergambar All Might. Sontak gadis itu terkejut dan refleks memeluk Kirishima di ambang pintu sambil berteriak kencang mengalahkan  suara Koji di dapur barusan.

"BANGSAT SIAPA YANG TERIAK?"

"Bakugou kau sudah bangun?" Kyoka tadinya mau nampol (Name) karena teriak sembarangan tapi ga jadi karena bocah peledak sudah bangun.

Bakugou bangkit dari kasurnya dan memegang kepalanya yang terasa nyeri. Kepalanya makin sakit waktu ngeliat kamarnya ramai banget sama anak cewek. Parahnya di ambang pintu (Name) masih peluk-peluk Kirishima. Gak tahu kenapa, Bakugou malah kegarem.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN DI KAMARKU HAH?" teriak Bakugou. Dia kemudian nunjuk-nunjuk Kirishima dan (Name). "KALIAN JANGAN BERMESRAAN DI DEPAN PINTU KAMARKU!!!"

Kirishima pun dengan inisiatif membawa tubuh (Name) yang berubah menjadi jelly untuk menjauh dari sana. Kirishima tuh lupa kalau (Name) phobia All Might. Apakah harus dibuat jenis penyakit baru? Allmightphobia? Ga mungkin! batin Kirishima sambil menggelengkan kepalanya kuat.

"(Name) apa yang terjadi padamu?" tanya Kaminari. Diusapnya dahi (Name) dan merapikan rambut anak itu. Basah.

"Gak papa kaget aja Katsuki ngeharem di dalam," balas (Name) santuy padahal kepalanya masih pusing.

Tepat setelahnya terdengar suara ranjang yang berderit, satu-persatu anak perempuan di dalam keluar dari ruangan. Aura marah Bakugou menyeruak dan lelaki itu sedang menuju keluar kamarnya.

"Dasar perempuan biji kecambah!"

"Hoi sejak kapan (Name) punya julukan itu?" Sero kan dengernya sepet.

"Habisnya otak gadis itu memang sebesar biji kecambah!" balas Bakugou geram. (Name) tuh denger, mau marah tapi sadar akan posisinya.

"Kacchan kau baru bangun. Jangan bergerak dahulu."

"Bakugou lukamu masih basah!" peringat Uraraka.

Bakugou yang memang dasarnya batu menghiraukan semua ucapan mereka. Dia berjalan ke arah (Name) yang kini sedang menyender di balkon. Gadis itu pun juga menatap Bakugou dan sadar. Tapi karena dia lagi lemas, jadinya ga mau gerak dulu. Biarkanlah Bakugou nampar dia sekali. Besok, tampar balik ya kan.

Bakugou melayangkan tangannya ke arah (Name). Todoroki yang berpikir bahwa Bakugou akan menyakiti (Name) refleks menahan lengan Bakugou. Namun, lelaki setengah-setengah itu salah terka. Bukannya menampar pipi (Name), tangan Bakugou malah memegang jari-jemari (Name).

Lelaki peledak itu tentu saja kesal tangannya ditahan oleh Todoroki. "Hoy, apa maksudmu?"

"Apa yang akan kau lakukan pada (Name)?"

"Ini aku lagi direbutin?"

"BUKAN!!!" jawab Bakugou dan Todoroki serentak. Mereka saling beradu tatapan. Todoroki yang memang paling waras di antara mereka berdua memilih melepas tangannya dari lengan Bakugou.

Lelaki berambut ash blonde itu meremas sedikit tangan (Name), membuat gadis itu meringis.

"Kau!" Todoroki sudah berancang-ancang mendinginkan tangan kanannya.

"Kau harus bertanggung jawab!" kata Bakugou tajam. Ditatapnya manik mata (Name) lamat-lamat, membuat gadis itu agak menciut. Bakugou mengarahkan jari (Name) yang sebenarnya mungil itu ke kepalanya, tepat di bagian luka yang telah diperban.

"Sembuhkan aku!"

Todoroki yang melihat itu memilih menjauh dari sana dan berjalan ke arah kamar asramanya yang berada tepat di samping kamar Bakugou.

"Shoto kamu mau kema—aakh!" (Name) reflek meringis saat jarinya kembali diremas. "Sakit bodoh!"

"Kepalaku juga sakit!" balas Bakugou.

"Iya iya! Berisik banget!" (Name) menghela napas panjang. Dia melepaskan tangannya dari cengkraman Bakugou dan memegang kepala anak itu, di dekat bagian lukanya.

Sejujurnya (Name) tidak menyangka kalau rambut Bakugou itu sangat lembut. Bukannya langsung menyembuhkan luka dia malah lebih dulu mengelus kepala anak itu.

"Hoi apa yang kau lakukan! Cepat sajalah! Aku mau tidur!" kata Bakugou.

"Idih!" (Name) yang tersadar kembali fokus. Butuh beberapa detik bagi (Name) untuk menyembuhkan luka Bakugou. Karena hari ini dia telah kelelahan sebelumnya, dia tidak bisa lagi mengeluarkan kekuatannya terlaku besar. Bisa-bisa besok dia tidak sekolah.

(Name) menjauhkan tangannya dari kepala Bakugou dan berkacak pinggang. "Sudah kelar!"

"Syukurlah!" kata anak perempuan hampir serentak. Iida menepuk bangga pundak (Name). Midoriya mengacungkan ibu jarinya. Gadis itu pun tersenyum, namun dia belum benar-benar tenang.

Saat Bakugou berbalik untuk kembali ke kamar asramanya tanpa mengucapkan terima kasih, (Name) menahan lelaki itu.

"Ck! Lepaskan tanganmu perempuan kecam--"

"Aku minta ma—"

Bakugou memutar bola matanya malas. Dia tidak jadi melanjutkan langkahnya, Bakugou berbalik dan menatap (Name) dengan senyuman khasnya.

"Jangan minta maaf karena aku akan menghajarmu hari rabu nanti."

(Name) yang mendengar itu merasa tertantang dan meremas lengan Bakugou lebih kuat. "Ah, kau benar kita kan ada jadwal bertarung!"

"Hoi kalian tidak boleh bertengkar di sini! Semuanya kenbali ke asrama masing-masing!!!" perintah Iida. Dibubarkannya seluruh anak U.A yang masih berkumpul di depan kamar Bakugou.

°•°•°•°•

Tbc.

Aku buat fanart suamiku gais /digebuk/ maksudnya Bakugou.

Ya gak penting aw.

Btw dua hari lagi lebaran guis. Jangan lupa jaga kesehatan yaaa❤ biar pas lebaran gak pada sakit.

Selamat Hari Raya bagi yang merayakan. Kecepetan sih ngucapinnya. Tapi yaudahlah ya :v

See you soon guys

I Lov yu,
Charriot,-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top