[22] Makan Malam 16 Tahun
Iida melirik jam di dinding ruang makan. Waktu sudah hampir menunjukkan deadline yang mereka tentukan di rapat kedua, tujuh menit lagi. Teman-temannya masih sibuk menata piring di atas meja yang amat panjang di tengah ruangan. Meja itu cukup besar dan bisa menampung empat puluh orang.
"Teman-teman setelah selesai lepaskan semua apron kalian dan gantung di dapur. Kemudian bersiap untuk menyambut guru-guru," perintah Iida sambil berteriak. Ia juga menepuk tangannya beberapa kali, memecah perhatian.
Dengan sigap (Name) mengelap gelas kaca terakhir dan berlari ke arah dapur untuk melepas apron. Di dapur ia bertemu tim memasak yang tengah meletakkan makanan ke atas nampan.
"Kalian langsung lepas apron saja dan antarkan chawanmushi yang tersisa," kata (Name) sambil menggantungkan apronnya di dinding.
Ojiro mengangguk dan dengan sigap membawa dua nampan dengan masing-masingnya berisi lima mangkuk chawanmushi. Uraraka menerbangkan semua alat makan yang tersisa dan mengarahkan belasan garpu, sendok, dan sumpit ke ruang makan.
Midoriya merapikan kursi. Bakugou sudah selesai menata seluruh sushi buatannya di piring khusus. Asui telah selesai dengan seluruh hiasan bunga di meja. Sementara Kaminari sibuk menghitung jumlah piring.
Di sisi lain Todoroki menaikkan sisi rambutnya yang berwarna putih, menampakkan setengah dahinya. Ia merapikan sedikit kemeja yang ia pakai dan menghampiri Yaoyorozu. Dua orang itu ditunjuk untuk menjemput para guru.
"Ini cuma makan malam biasa tapi kita semua harus berpakaian formal," komentar manusia setengah-setengah itu. Yaoyorozu hanya tersenyum tipis.
Sebelumnya, mereka semua sepakat untuk memakai kemeja. Dan sejujurnya Yaoyorozu menyukai Todoroki yang berpakaian sedikit formal. Lebih-lebih dengan gaya rambut yang sekarang.
(Name) yang berlari ke ruang makan berpapasan dengan kedua orang itu. Ia melambaikan tangannya sembari tersenyum lebar. Khasnya sekali.
"Kalian sudah bisa memanggil guru-guru kan? Sebaiknya kalian cepat," pesan (Name) sambil berlalu.
Sementara Todoroki balik menatap Yaoyorozu dengan datar. "Dress code-nya memang kemeja. Tapi aku tak menyangka (Name) akan memakai seragam U.A malam-malam begini."
Lagi-lagi Yaoyorozu hanya tersenyum. Ia sudah menawarkan (Name) kemejanya yang lain. Padahal kemeja milik Momo semuanya bermerek dan terbuat dari bahan terbaik. Tapi makhluk satu itu lebih memilih memakai seragam U.A lengkap daripada memakai kemeja. Entah angin apa yang masuk ke tubuhnya sampai (Name) memutuskan memakai seragam.
"Aku sudah menawarkan kemejaku padanya. Tapi yah .... (Name) memang selalu sulit ditebak, kan?" balas Yaoyorozu.
Todoroki hanya menghela napas pasrah dan berjalan lebih dulu menuju tangga. Yaoyorozu benar sampai kapan pun mereka tidak mungkin bisa menerka gadis satu itu. Dan Todoroki semakin penasaran apa yang akan terjadi di makan malam kali ini. Mengingat mereka juga mengundang Ayahnya. Dan Endeavor tampak memiliki sesuatu dengan (Name).
*****
Semua murid 1-A kecuali Yaoyorozu dan Todoroki telah duduk dengan rapi di meja masing-masing. Untungnya mereka tertib dan tidak ada yang berebut kursi.
(Name) duduk di antara Jiro dan kursi kosong untuk guru. Di seberangnya ada Midoriya, Uraraka, kursi kosong untuk Todoroki, Iida, dan Tsuyu. Sedikit di tengah duduk geng Bakugou yang duduk saling berhadapan. Bakugou berhadapan dengan Kirishima. Kaminari dengan Mina. Sementara Sero berhadapan dengan Ojiro.
Seluruh makanan telah rapi tersusun di atas meja. Dua puluh tiga mangkuk chawanmushi yang masih menguap tertata manis. Menunggu untuk disendok isinya.
(Name) tidak mengetahui bahwa All Might akan datang karena seluruh anak kelas 1-A mengatakan guru yang datang adalah Aizawa Shota, Toshinori Yagi, dan Enji Todoroki. Tentu saja gadis itu tidak akan curiga.
Tak beberapa lama ketiga guru tersebut hadir bersamaan dengan datangnya Todoroki dan Yaoyorozu.
"Kalian yang mempersiapkan semua ini?" tanya All Might terkejut.
Biasanya ruang makan umum ini hanya dipakai untuk acara makan malam penting. Yang dilaksanakannya pun sangat jarang sekali. Sejujurnya Aizawa juga tak menyangka semalam Iida menghampirinya untuk meminta izin meminjam ruang makan umum. Tak hanya ke wali kelas, Iida turut meminta perizinan dari pengawas asrama.
Shoto dan Momo menuntun tiga guru sekaligus pahlawan super terkenal tersebut ke kursi yang tersedia. Dan Endeavor langsung mengambil kursi di sebelah (Name).
Gadis itu menghembuskan napasnya malas.
"Jiro mau tukar kursi denganku tidak?" tanya (Name) setengah berbisik kepada Jiro. Jiro hanya menatap (Name) heran tanpa mengindahkannya.
Sementara Endeavor ganti berdehem. "Aku harap kau tidak lupa tata krama makan. Gadis bar-bar."
Mata (Name) memicing. Belum enam puluh detik dan orang tua di sampingnya berhasil menguras emosi (Name). "Untuk kau tahu Tuan. Aku pernah satu meja makan bersama All for One," balas (Name) sedikit mencibir.
(Name) mengambil serbet miliknya dan mengalungkan serbet tersebut dengan anggun. Makan malam memang waktu yang tepat untuk menilai seberapa bangsawan seseorang. (Name) yang memang telah dididik soal tata krama dari kecil tentu saja mengerti cara melakukannya. Walau kebangsawanannya hanya muncul saat makan malam.
Iida terpaku dengan bagaimana cara (Name) memakai serbet dengan benar dan anggun.
(Name) yang sadar diperhatikan mendongak. Ia mengacungkan garpunya. "Semuanya dipakai serbetnya, biar makannya rapi," peringat (Name).
"Cih aku tidak butuh hal ribet seperti ini," sambar Bakugou. Untuk apa coba makan dengan serbet? Merepotkan!
(Name) menyenderkan punggungnya. Diliriknya Endeavor yang sedari tadi menatapnya. "Dulu aku berhasil tidak membuat serbet milikku berdarah. Saat satu meja makan dengan dia."
Endeavor berdehem. "Aku pikir itu patut diapresiasi."
"(Name)-shojo aku dengar ini pesta penyambutanmu?" All Might berusaha ikut masuk dalam percakapan.
(Name) tersenyum pada guru dengan tampang suram itu. Ia mengangguk. (Name) jarang sekali melihat guru yang satu ini. Terakhir itu ....
"Oh, bukankah Anda guru yang mengusulkan aku untuk memilih kelas dengan sumpit?" terka (Name).
Seluruh anak 1-A ditambah Endeavor dibuat bingung.
"Apa maksudmu (Name) dengan kelas dan sumpit?" tanya Iida.
"Oh, aku masuk ke kelas kalian karena undian sum—"
Suara dentingan sendok yang jatuh menghentikan kalimat (Name). Tampak Aizawa sedang menunduk untuk mengambil benda yang jatuh.
"Ekhem. Sebaiknya kita mulai makan malamnya dengan berdoa."
All Might dan Endeavor langsung bertukar tatapan, bertelepati.
"Dia sengaja kan?"
"Aizawa terlalu berlebihan menurutku."
"Dia sangat sial kemarin."
"Aizawa memang selalu begitu sejak kita masih sekolah."
"Iida kau bisa pimpin doanya," lanjut Aizawa sambil meletakkan sendoknya tepat di samping mangkuk chawanmushi. Ia menatap tajam All Might dan Endeavor bergantian.
Iida mengangguk dan memberi perintah kecil untuk berdoa. Mereka semua menyatukan telapak tangan di depan wajah dan menutup mata. Hanya (Name) yang tetap membuka matanya dan melipat tangan di atas meja. Ia menyaksikan bagaimana seluruh calon pahlawan dan pahlawan di ruangan ini dengan khidmat berdoa.
Beberapa detik setelahnya mereka berkata dengan serentak, "iitadakimasu!"
.
.
"Sensei, bagaimana masakan kami?" tanya Kirishima di tengah-tengah.
All Might tersenyum lebar sambil mengacungkan ibu jarinya. "Benar-benar membangkitkan semangat. Sangat PLUS ULTRA!!!"
Iida diam-diam menghembuskan napas lega. Untunglah guru-guru menyukainya. Tapi memang chawanmushi sebagai pembuka, dan sekarang ada soba berhasil membuat ketiga guru itu tersenyum senang.
"Aku merasa seperti nenekku yang memasak soba ini," komentar Shoto sebelum menyeruput olahan mie favoritnya itu.
Harusnya pujian itu terdengar baik namun tidak di telinga (Name). "Jadi maksudmu aku sudah nenek-nenek?" bentak (Name) dramatis dari meja lain di ruangan yang di atasnya ada makanan cadangan. Ia sedang menuang soba porsi kedua untuk Aizawa.
"(Name) aku ingin tambah," balas Todoroki acuh sambil menyodorkan mangkuknya kepada (Name).
"Kau mau aku pukul pakai centong?" balas gadis itu sambil mengacungkan centong dari dandang berisi kuah.
Bakugou dari sisi lain berdecih. "Todoroki pasti langsung mati kalau dipukul (Name) dengan sendok itu."
"Bagaimana kau bisa tahu? Kau pernah merasakannya ya?" balas Todoroki. Tiba-tiba niat Bakugou untuk baku hantam melonjak naik.
"Kalian hebat bisa merencanakan semua ini," komentar menyejukkan datang dari Aizawa sekaligus berusaha membuat anak-anaknya tidak berkelahi. Sambil menunggu (Name) selesai menghidangkan soba porsi kedua guru dengan nama lain Eraser Head itu menyumpit salah satu sushi yang menjadi porsinya.
"Kalau sushi itu Bakugou yang membuatnya sensei," kata Kaminari.
"Sushinya sangat enak. Aku tidak tahu kalau Bakugou bisa sesempurna ini dalam memasak," imbuh Yaoyorozu.
"Itulah mengapa aku mengusulkan Bakugou sebagai tim memasak," balas Uraraka sambil memakan potongan sushi ikan tunanya yang terakhir. "Aku benar-benar puas dengan makan malam hari ini," tambahnya.
"Cih, memasak itu sesuatu yang mudah. Pahlawan mana yang tidak bisa melakukannya?" sambar Bakugou. Ia tersenyum miring penuh kemenangan.
"Baru dipuji sedikit saja sudah sombong," ujar (Name). Datang-datang langsung membuat meja makan kembali panas.
Endeavor melirik tipis (Name). "Dia ini memang suka mencari keributan ya?"
"Diamlah. Sushiku itu jauh lebih enak daripada masakanmu!" balas Bakugou tak terima.
Tuh kan kepancing.
"Sebaiknya kalian tidak membuat keributan di meja makan," ancam Aizawa.
(Name) udah siap-siap naik ke atas meja sementara Bakugou udah gulung-gulung lengan baju. Tapi masing-masing dari mereka mengundurkan niatnya karena perkataan Aizawa.
"Masakan kalian berdua enak kok," kata Midoriya berusaha menenangkan. "(Name) lebih baik kau menghabiskan makananmu dulu. Sejak tadi kau kan bolak-balik menyiapkan makanan untuk kami," tambah Midoriya.
Gara-gara sikap Bakugou (Name) jadi ogah memakan sisa porsinya. Ia sudah menghabiskan soba dan oyakodonnya. Dan yang tersisa hanya tinggal masakan Bakugou.
Bakugou memasak empat sushi untuk masing-masing orang. Dan (Name) sama sekali belum menyentuh masakan anak peledak itu. Ada hal lain yang membuatnya menyisihkan makanan tersebut untuk hidangan terakhir.
(Name) mengambil sumpitnya, duduk dengan rapi, dan menyumpit salah satu sushi.
"Rasanya tidak akan mengecewakanmu (Name)," kata Midoriya sambil meneguk minumannya.
(Name) menatap Midoriya sebentar, tersenyum tipis, kemudian kembali meletakkan sushinya. "Kayaknya aku makan sushi nanti aja deh," katanya.
Bakugou di mejanya gemas sendiri. Padahal ia sudah menyiapkan porsi (Name) khusus, sepenuh hati, dan disiapkan dengan elemen kejutan tambahan. Ia pun lanjut menghabiskan makanannya sambil menunggu (Name) memakan sushi buatannya. Diam-diam dia juga berharap masakannya diakui oleh anak baru satu itu.
***
Makan malam berakhir dan (Name) mana mungkin melupakannya. Ia sangat senang meskipun sedikit kericuhan tak bisa dihindari. Pukul sepuluh malam ini beberapa anak 1-A masih terjaga. Ruang makan umum masih harus dirapikan.
(Name) menyanggul rambutnya kemudian membawa sushi buatan Bakugou yang masih belum ia makan keluar. Dihirupnya udara malam yang menenangkan. Gadis itu berdiri di samping Iida sambil menatap langit.
"Kau suka makan malamnya?" tanya Iida.
"Tentu saja kan aku yang masak. Pasti enak," jawab (Name). Tapi itu bukan hal yang Iida maksud.
"Maksudku bukan tentang rasa makanannya. Semuanya juga menyukai masakan malam ini." Iida melirik tipis (Name). Gadis itu fokus pada empat potong sushi di piring yang ia bawa. Sumpitnya terus ia adu menghasilkan bunyi kecil.
"Tentu saja aku menyukainya. Cuma rasanya memalukan kalau aku bilang saat kita semua lengkap. Apalagi ada sensei yang lain," tutur (Name). Seulas senyum tipis terpatri di wajahnya. Entah bagaimana Iida merasa amat sangat lega.
"Aku kira kau tidak tahu malu."
"Aku kira juga begitu."
Iida yang mendengar itu tertawa kecil. Sementara (Name) menyuapkan satu sushi ke dalam mulutnya. Midoriya benar, sushi buatan Bakugou tidak mengecewakan. (Name) yakin kalau orang tempramental satu itu gagal jadi pahlawan. Membuka restoran jepang pun dia pasti sukses.
"Sial. Masakan Bakugou rupanya sama sekali tidak buruk," kata (Name) tiba-tiba. Ia hampir menangis kalau ia mengatakan masakan Bakugou enak. Sampai kapan pun ia tak akan mengakuinya.
"Oh. Kau baru memakan sushinya? Kenapa?" tanya Iida.
(Name) menyuapkan sushi kedua. "Aku tidak tahu kalau dia bisa memasak selezat ini. Sial bisa kalah saing aku," ucapnya lagi. Tampak tidak terima tapi tetap lanjut mengunyah.
Iida hanya tersenyum mendapati pertanyaannya tidak dijawab. Melihat ekspresi (Name) yang lucu begitu sebenarnya menyenangkan.
(Name) balik menatap Iida. Sadar bahwa ia masih punya hutang pertanyaan. "Aku makan terakhir karena seingatku sushi itu makanan favorit Ayahku dulu," jelas (Name).
Ayah (Name), Iida membatin. Tidak biasanya gadis itu terbuka soal keluarganya.
"Dulu Ibuku selalu menyuruhku daripada menyuruh pelayan untuk mengantarkan makan malam Ayah di ruang kerjanya. Hampir setiap hari menunya cuma sushi. Aku jadi nostalgia sedikit." lanjut (Name) bercerita.
Iida banyak menggaris bawahi sesuatu. Pertama, (Name) mungkin berasal dari keluarga yang sangat kaya mengingat ia mengatakan sesuatu soal pelayan. Kedua, (Name) pasti dulunya sangat kesepian. Menilik dari bagaimana makan malam di rumahnya dilakukan terpisah.
Iida jadi penasaran terhadap latar belakang keluarga (Surename). Ia tidak pernah dengar catatan atas nama keluarga itu dimana pun. Apalagi keluarga Iida sudah jelas memiliki koneksi luas.
"Kau tidak makan malam bersama Ayahmu?" tanya Iida. Mungkin ini saat yang sedikit tepat untuk mengintip diri (Name) lebih jauh lagi.
(Name) menghembuskan napasnya, tampak kelelahan. Ia menyuap sushi ketiga. Menelannya terlebih dahulu sebelum berkata, "Ayahku bukan topik yang bagus untuk dibahas. Aku bahkan tidak pernah memanggilnya Ayah."
Gadis itu memakan sushi terakhir. Ia kemudian menatap Iida dan tersenyum. "Terima kasih Tenya untuk ide makan malam ini. Kalau waktunya tepat mungkin aku akan bercerita sedikit. Aku tahu kehadiranku yang tiba-tiba pasti membuat terkejut. Tapi aku bukan orang jahat kok, janji! Walau mungkin aku bukan orang baik juga," ujar (Name) sebelum akhirnya kembali ke dapur untuk mencuci piringnya sendiri.
Di dapur gadis itu berpapasan dengan Todoroki yang sedang membuat susu. (Name) memicingkan matanya.
"Kau tidak menyeduh deterjen lagi kan?" cibir (Name).
"Dapur yang ini tidak ada deterjen. Di sebelah mungkin," balas Todoroki sambil menyeduh air panas di gelasnya.
Setelah percakapan singkat itu suasana dapur kembali hening. (Name) fokus mencuci piringnya sekaligus beberapa alat makan yang tersisa di wastafel. Hawa-hawa Todoroki masih bisa ia rasakan di belakangnya. Ia bisa dengan jelas mendengar suara sendok dan gelas yang beradu.
(Name) telah selesai mencuci, dikeringkannya tangannya terlebih dahulu. Saat ia berbalik ada satu gelas lain berisi susu. Pasti buatan Todoroki. Dan pemuda itu ada di ambang pintu dapur mengamati (Name) yang juga sedang mengamati segelas susu.
"Aku membuatkannya untukmu," kata Todoroki.
(Name) tersenyum kecil. Ia mengambil segelas susu tersebut dan mengaduknya. "Tidak perlu repot."
"Aku tidak repot," balas remaja dengan rambut dwiwarna itu.
"Terima kasih sudah mengundang Ayahku," imbuh Todoroki dengan suara yang pelan. "Ia menyukai makan malamnya."
"Baguslah."
"Mengapa kau mengundangnya?"
"Karena kau ingin makan malam dengannya."
Todoroki berdecih. "Bagaimana mung--"
"Eh, aku asal tebak loh," potong (Name), ditatapnya Todoroki dari tempat ia berdiri. Masa tebakannya benar?
"Lupakan. Ngomong-ngomong bagaimana soal pelatihan yang ditawarkan Ayahku?"
Mengingat itu (Name) jadi ingin membanting gelas di tangannya. Tapi masalahnya isinya adalah susu, tambah lagi itu buatan ekslusif dari Todoroki Shoto. Khusus untuknya malam-malam begini.
(Name) ingat betul bagaimana Ayah Shoto mengundangnya untuk latihan privat di kediamannya. Itu artinya di rumah keluarga Todoroki. Dan usulan Endeavor itu lagi-lagi membuat (Name) kesal. Pasalnya ia harus selalu datang ke rumah keluarga Todoroki seminggu sekali. Terlalu merepotkan. Belum lagi rencana ini adalah kiat-kiat Endeavor dalam upaya membawa Shoto pulang ke rumah. Mungkin kalau (Name) juga ikut ke rumah, Shoto juga akan tergerak hatinya.
Kalau begini kan (Name) jadi alat.
"Aku tetap menerimanya. Jadi seminggu sekali aku akan ikut kau pulang ke rumahmu," kata (Name) malas.
"Kau tidak suka?"
"Aku tidak suka karena aku tidak punya alasan untuk datang. Quirkku kan sudah sangat keren. Apalagi aku tidak bercita-cita jadi pahla—" belum (Name) selesaikan kalimatnya ia langsung menunduk sambil menjaga susu di gelasnya tidak tumpah.
Sebilah jarum es melayang ke arahnya. Pasti dari Todoroki.
"Kalau kau tidak ingin menjadi pahlawan jangan berdiri di hadapanku. Itu menyebalkan bagaimana aku juga harus mengalahkanmu di kelas. Tapi kau malah berkata kau tidak ingin jadi pahlawan dengan bakat sebagus itu." Todoroki berkata dengan tajam dan dingin.
(Name) menyampirkan rambutnya, tetap tenang. Ia melirik Todoroki sekilas. "Aku itu memang seharusnya tidak pernah ada di U.A. Kenapa coba aku tidak masuk kelas reguler saja?"
(Name) meneguk susunya sampai habis. Ia mencuci gelasnya dengan cepat dan berjalan keluar dapur. Saat ia akan melewati Todoroki bahunya ditahan.
(Name) berbalik dan mendapati Todoroki dengan ekspresi wajah yang tidak bisa ia jelaskan. Tapi yang membuat (Name) terkejut adalah penuturan Todoroki setelahnya.
"Kau harus menjadi pahlawan. Setidaknya untuk dirimu sendiri."
(Name) tidak tahu harus bereaksi seperti apa terhadap kalimat itu. Ia hanya tersenyum. "Terima kasih susunya."
*****
Tbc.
|
|
It's been a long time.
Aku minta maaf banget kemarin enggak update. Serius sibuk parah sampai nyisih waktu buat ngais ide dan nabung nulis gak ada. Huhu.
Diriku bolak-balik ke rumah teman ngurusin projek kerjaan. Jadi bener-bener ga sempat guiz. Maaf karena aku telat.//sungkem
Mau nulis pas malam udah kelelahan.y
Terus juga ngurusin keperluan lain yang seabrek. Minggu kemarin dan minggu ini emang sibuk parah diriku. Cielah udah berhasil jadi orang sibuk padahal lagi corona.
Semoga kedepannya aku enggak mandet dalam ide dan bisa nyicil waktu menulis.
Ngomong-ngomong selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga ibadahnya berkah.
Lov ya and a big sorry from,
|
|
Charriot,-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top