[20] Memenangkan Dua Sisi

Minggu pagi ini tiba-tiba saja Todoroki Shoto harus menemani ayahnya sarapan di pusat kota. Shoto tidak menolak karena Ayahnya menyogoknya dengan makanan favoritnya, soba. Sekali saja ia akan menuruti orang tua satu itu karena kali ini sesajennya tepat.

Meja tempat mereka makan dipenuhi dengan aura yang berat. Shoto memakan sobanya dengan tenang, tanpa ekspresi. Sementara di hadapannya Ayahnya, Enji Todoroki menatap anak itu dengan serius. Seakan menunggu Shoto mengeluarkan sebuah sabda.

"Aku bertanya padamu Shoto!" ulang Endeavor untuk yang kesekian kalinya. Lelah juga ia menunggui anak kesayangannya itu untuk berbicara.

Todoroki mendongak, menatap ayahnya sambil menyeruput soba, kemudian berkata dengan wajah datar dan polos, "Ayah menanyakan apa tadi?"

Endeavor naik darah mendengar balasan yang begitu tak berdosa dari anaknya. Ia ingin menghukum Shoto, tapi ini di tempat umum, dan ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperbaiki hubungan dengan Shoto. Jadi ia harus sabar.

"Aku bertanya apa kau tidak keberatan pulang ke rumah seminggu sekali?"

Tepat setelahnya Shoto hampir memuntahkan seluruh soba yang sudah ia telan. Pertanyaan itu terlalu mengejutkan baginya. Ayahnya memintanya untuk pulang! Rencana apa lagi yang sedang disusun orang tua satu itu.

Todoroki Shoto punya dua asumsi. Pertama, sudah pasti ini berhubungan dengan (Name). Kedua, ini adalah salah satu kiat Ayahnya untuk mengambil hatinya kembali. Atau mungkin gabungan keduanya. Tapi sejujurnya Todoroki tidak terlalu bermasalah soal itu.

"Mengapa aku harus melakukannya?" tanyanya. Karena sudah diberi makan soba sampai lima porsi, Shoto jadi berbicara sedikit sopan kepada Endeavor.

"Kau itu anakku. Kau tidak punya hak untuk menolak," jawab Endeavor tegas. Bagi Shoto Ayahnya malah kelihatan seperti menyembunyikan sesuatu. Ia ingin bertanya soal (Name) tapi Shoto juga tidak ingin ketahuan bahwa ia menguping percakapan Endeavor hari itu.

"Kalau Ayah mengajakku untuk urusan pribadi Ayah. Aku menolak."

Enji Todoroki mengusap wajahnya frustasi. Ia mendengus lelah. Bagaimana cara untuk memenangkan hati anaknya sendiri? Padahal ia sudah membiarkannya makan soba sepuasnya saat jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi.

"Ayah, aku masih punya kerjaan di asrama," kata remaja dengan rambut dwiwarna itu. Ia izin dengan Jiro--selaku ketua bagian dekorasi--untuk keluar dengan Ayahnya sampai pukul sepuluh. Shoto tak punya banyak waktu. Ia harus kembali ke asrama dan membantu mengurus meja makan.

"Aku cuma ingin kita melakukan makan malam bersama setiap seminggu sekali. Sebagai sebuab keluarga yang utuh. Dengan ibumu," jelas Endeavor akhirnya. Todoroki Shoto langsung meletakkan sumpitnya. Ditatapnya Ayahnya dengan tatapan tak percaya.

"Aku tidak berbohong," ucap Endeavor lagi. Kali ini ia tersenyum dengan tulus. Ia tahu satu-satunya yang bisa menggerakkan Todoroki Shoto adalah ibunya.

Shoto hanya menunduk. Ia tak menyangka Ayahnya sendiri yang mengatakan hal ini. Biasanya pahlawan api itu pasti mengutus kakak perempuan Shoto untuk menyampaikan pesan. Tapi kali ini dengan lidahnya sendiri ia bertanya. Hal sesederhana itu cukup berarti bagi Shoto. Ia pun berkata, "Terima kasih Ayah. Aku akan pulang."

Justru karena kalimat itu terdengar pelan Endeavor malah hampir menangis. Ia tak menyangka anaknya langsung setuju. Pahlawan elit itu tertawa bahagia sambil mengelus kepala Shoto. Ia bersyukur setelah beberapa waktu akhirnya ia bisa berbicara dengan Shoto seperti ayah dan anak pada umumnya.

"Aku senang mendengarnya."

"Aku juga."

Shoto mendongak. Ditatapnya Ayahnya dengan sinar mata yang lebih tulus dari biasanya. Tak lama ia mengambil sesuatu dari balik kantung kemejanya. Sebuah surat undangan namun dalam bentuk yang lebih kecil.

"Kau mendapat undangan makan malam dari teman sekelasku. (Name), Midoriya, dan aku yang merekomendasikan. Aku ingin kau datang ke asrama departemen pahlawan pukul enam sore. Ini adalah pesta penyambutan (Name). Aku tahu kau menaruh atensi lebih padanya. Jadi datanglah Ayah. Aku menunggumu," tutur Shoto sambil menyodorkan undangan berwarna beige yang terbungkus dengan plastik bening dan seutas pita tersebut.

Todoroki Enji terkejut atas undangan tersebut. Bahkan Shoto sendirilah yang merekomendasikan dirinya untuk datang. Bukankah itu berarti sebenarnya Shoto sudah bisa menerima kembali sosok Todoroki Enji sebagai ayahnya? Endeavor menjadi semakin bahagia. Ia mengambil undangan tersebut dengan senang hati.

"Aku akan datang," ucap Endeavor dengan senyum hangat.

Shoto mengangguk singkat. Ia kembali memakan sobanya yang masih tersisa setengah mangkok lagi sedang Ayahnya berusaha mencari topik perbincangan baru.

"Kau tahu Shoto. Aku merekrut (Name) sebagai muridku. Apa kau keberatan?"

Aku tahu tapi aku keberatan, batin Shoto. Namun ia tetap menyeruput mienya dengan tenang. Ia tidak menyangka Ayahnya malah mengaku secepat ini.

"Kenapa kau merekrutnya?" tanya Shoto.

"Itu karena angkatan militer ya—" kalimat Endeavor terputus kala suara dentuman mencuri atensi seisi rumah makan. Ledakannya terdengar sangat dekat dan bagi Endeavor terdengar ganjil. Nalurinya sebagai pahlawan tentu saja bangkit.

"Shoto sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Aku akan pergi," kata Endeavor. Ia segera mengaktifkan quirknya dan menggulung lengan kemejanya.

"Ayah biarkan aku ikut!" tuntut Shoto. Remaja itu ikut berdiri.

"Aku tidak ingin kau terlibat. Arena pertarungan sebenarnya itu sangat berbahaya. Aku tidak ingin kau terluka dan menghambatku!" balas Endeavor. Ia mulai berjalan ke kasir. Orang-orang menatap pahlawan elit satu itu namun tidak ada yang berniat meminta tanda tangannya.

"Ayah, aku tetap akan mengikutimu," ujar Shoto tidak merubah pendiriannya.

"Aku juga sudah berkali-kali masuk ke situasi yang sama dalam melawan penjahat," katanya lagi. Shoto tetap bersikeras mengikuti ayahnya yang berjalan keluar kedai.

"Kau keras kepala sekali!" dari balik punggungnya Enji Todoroki melirik anaknya dengan tajam. Ia tidak tahu penjahat macam apa yang menunggunya dan ia khawatir jika terjadi sesuatu apabila Shoto ikut terlibat.

Endeavor mulai berlari ke sumber kepulan asap yang membumbung tinggi di langit pusat kota. Asap hitam itu jelas sekali, bahwa yang terjadi bukan ledakan biasa.

Shoto tetap mengikuti Ayahnya. Alasannya hanya satu, ia calon pahlawan.

"Kau tidak boleh menggangguku. Hanya melihat," ujar Endeavor sambil berlari. Shoto mengangguk singkat di belakang. Ia tahu Ayahnya adalah pahlawan profesional dan memiliki harga diri tinggi. Ia juga tidak akan mengganggu tapi sebisa mungkin Shoto akan melakukan yang seharusnya seorang pahlawan lakukan.

***

"Midoriya kau dengar suara itu?" tanya Tokoyami tepat beberapa detik setelah suara dentuman yang amat besar terdengar. Sangking besarnya suara itu berhasil membuat aktivitas orang-orang di pusat perbelanjaan berhenti sejenak.

Tak lama tampaklah asap yang membumbung dari salah satu sudut. Semua pandangan sontak tertuju ke sana.

"Teman-teman, bukankah itu area tempat Verdent Cafe berada?" Kaminari menatap teman-temannya bergantian.

"(Name) dan Iida pergi ke sana!" Midoriya berubah panik.

"Kita harus menjemput mereka!" balas Kaminari. Ah, ia tidak suka ini. Ia tidak suka kalau terjadi sesuatu pada teman-temannya.

"Kita tak bisa meninggalkan semua barang belanjaan ini sendirian," ucap Shoji mengingatkan teman-temannya. Walau nalurinya juga sama, menjemput Iida dan (Name). Memastikan bahwa mereka baik-baik saja.

"Aku akan menjemput Iida dan (Name) bersama Tokoyami. Kalian bisa kembali ke asrama," kata Midoriya.

Kaminari menggeleng kuat. "Aku ikut."

"Aku juga!" seru Hagakure mantap.

"Tidak, kau pulang saja," potong Shoji. "Kau perempuan satu-satunya di antara kami. Kami tidak akan membiarkan kau terlibat," sambungnya.

Shoji menatap Tokoyami, Midoriya, dan Kaminari bergantian. "Kalian pergi ke Verdent Cafe duluan. Aku akan menyusul."

Yang ditunjuk langsung melesat ke arah sumber ledakan meninggalkan Shoji dan Hagakure dengan barang belanjaan. Sementara Shoji mengeluarkan ponselnya dan membuka salah satu aplikasi di sana.

"Aku sudah memesankan taksi ke asrama lewat ponselku. Dengar Hagakure kami semua akan pulang dengan selamat. Kembalilah ke asrama dan laporkan situasinya pada yang lain," jelas Shoji. Ia menunjukkan ponselnya pada Hagakure dan seluruh keterangan pemesanan taksi.

"Tapi Shoji aku juga ingin menolong!" sergah gadis tak berwujud itu.

"Yang lain akan curiga kalau kita semua kembali sangat lama. Barang-barang ini harus diantarkan ke asrama atau mereka tidak akan bisa memasak," balas Shoji.

Hagakure menyerah. Shoji benar. Ia mengerti mengapa lelaki itu bersikeras melarangnya ikut. Lagipula mereka semua belumlah menjadi pahlawan resmi. Memastikan keadaan (Name) dan Iida juga sebaiknya dilakukan oleh anak laki-laki. Apalagi Hagakure punya tanggung jawab lain.

"Berjanjilah kalian akan pulang dengan selamat," ucap Hagakure tepat setelah sebuah taksi berhenti di hadapannya. Saat itu juga Shoji mengelus kepala Hagakure sesaat dan melesat pergi.

***

Iida tidak sempat mengira ledakan itu datang dari penjahat yang mana. Tapi yang pasti ia berhasil mengeluarkan (Name) dari apartemen dengan menerobos jendela di ujung lorong. Kedua remaja itu terjatuh dari lantai dua Verdent Cafe yang untungnya Iida bisa mendarat dengan baik di atas aspal.

Kepulan asap hitam keluar dari jendela yang sudah diterobos, terus menguap tinggi ke angkasa. Dari jendela itu tampak Tomura Shigaraki sedang menatap (Name) dengan tajam.

(Name) berusaha melepaskan dirinya dari Iida dan ingin menyelamatkan Sanjiro. Tetapi ia ditahan oleh ketua kelasnya. Karena Iida pun tahu. Anak itu pasti akan melakukan hal yang tidak masuk akal. (Name) tidak akan mungkin melawan seluruh penjahat itu sendirian.

"Iida lepaskan aku. Paman Sanjiro ada di dalam!" teriaknya. (Name) terus-terusan meronta.

"Aku tahu makanya kita harus menyelamatkannya bersama!" balas Iida. Ia menggenggam tangan (Name) dengan erat.

"Ck! Terlalu rumit. Lebih baik kau di sini. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau pulang saja," balas (Name). Ia masih terus menatap jendela sedang Shigaraki sudah menghilang dari sana. Ia benar-benar takut jika sesuatu yang buruk akan terjadi pada Sanjiro.

Suasana di sekitar Verdent Cafe menjadi ramai. Warga sipil sibuk menjauhi pusat ledakan. Beberapa satpam yang bertugas menjaga daerah di sekitaran tersebut menghampiri Iida dan (Name).

"Apa kalian terluka?" saat salah seorang satpam ingin memastikan keadaan (Name) tangannya langsung ditepis oleh gadis itu.

Ia menatap tajam seluruh satpam yang menghampiri. "Kalian menjauhlah dari sini kalau tidak ingin mati!" (Name) menyalak dengan ganas. Sialnya ia masih tidak bisa lepas dari Iida.

"(Name) kau tidak seharusnya berkata begitu. Tapi paman, dia benar. Menjauhlah dari sini," kata Iida.

"Kalian yang masih anak-anak seharusnya menjauh dan biar kami yang mengamankan situa—" kalimat salah seorang satpam terpotong kala sebuah pisau lewat di depan matanya dan langsung ditangkap oleh (Name) hanya menggunakan giginya. Dibuangnya pisau itu ke arah lain dan ia melirik ganas jendela dimana ada seorang gadis dengan senyuman mengerikan di sana.

"Aku sudah bilang pergi, kan?" (Name) mengulang pertanyaannya dengan tegas dan dingin. Tanpa kata satpam-satpam itu memilih menghindar dan mengevakuasi warga lain. Ada sesuatu lain di dalam diri (Name) yang berhasil menggetarkan mereka.

(Name) ganti menatap Iida dengan tatapan yang menusuk. Tatapan dari mata berwarna (e/c) itu memperjelas garis keturunan (Name). Seakan-akan ia akan membunuh Iida kalau lelaki itu tak segera melepaskannya.

"Kau mau mati juga?"

Iida meneguk ludahnya dengan kasar. Baginya (Name) yang saat ini terlihat terlalu menyeramkan.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" sebuah suara mengintrupsi, dan itu dari Endeavor.

"(Name)! Iida! Kalian tak apa?" suara lain datang kali ini dari Midoriya yang menghampiri bersama dengan Tokoyami, Shoji, Kaminari, bahkan Todoroki.

Iida yang melihat Endeavor segera melaporkan situasi yang terjadi. Pahlawan api itu langsung paham dan ia segera menembakkan lahar api ke dalam gedung untuk mengguncang para penjahat.

Tepat saat itu juga api tersebut ditahan oleh api lain yang berwarna biru.

Endeavor yang melihat itu langsung melompat ke lantai dua setelah meninggalkan pesan kepada anak-anak U.A. "Kalian tetap di sini dan bantu mengevakuasi warga sipil sampai anggota agensi pahlawanku datang. Jangan ikut campur."

(Name) benci mendengar perintah itu. Ia menatap miris kafe dan apartemen lamanya yang kini tampak mengerikan. Belum lagi ketika bayangan Sanjiro yang dicekik oleh salah seorang penjahat. Mana mungkin (Name) bisa diam. Sampai kapan pun ia tak akan memaafkan dirinya sendiri apabila Sanjiro terluka di depan matanya dan ia tak bisa melakukan apapun.

"Paman Sanjiro disandera di sana. Aku harus menyelamatkannya!"

Gadis itu mengumpulkan semua rasa sakitnya dan amarahnya. Ia menyikut Iida dengan kuat. (Name) melompat dan segera berlari ke arah apartemen.

"(Name)! Kau tak bisa melawan mereka sendirian!" teriak Iida. Iida segera mengejar (Name) namun saat ia hampir menggapai gadis itu di tangga, semburan api muncul dari arah pintu. Sialnya (Name) berhasil menghilang dibalik kobaran api dan Iida tidak. Sebuah dinding es muncul dan melindungi Iida dari api yang menyala-nyala.

"Tidak biasanya kau ceroboh Iida," kata Todoroki. Ia tahu betul api itu pasti berasal dari ayahnya.

"Kalau yang datang adalah orang-orang itu lagi ini akan sulit dan kita tidak bisa sembarangan," kata anak itu lagi.

Iida mengatur napasnya dan mengangguk. "Kita harus menjemput (Name). Aku tak mau dia terluka."

"Aku juga ingin menjemputnya, tapi untuk saat ini kita harus percaya pada Ayahku."

***

Ketika Endeavor masuk ke dalam apartemen ia mendapati empat orang buronan paling dicari di Jepang ada di sana. Namun saat ia datang Kurogiri tengah membuka gerbang lubang cacingnya dan mereka bersiap-siap untuk kabur.

Endeavor tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia segera mengeluarkan semburan api yang besar di dalam ruagan. Suhu panas yang dihasilkan berhasil mengejutkan Kurogiri dan membuatnya menutup lubang cacing dengan paksa.

"Kalian pikir bisa kabur semudah itu dari pahlawan elit?" kata Endeavor angkuh.

Shigaraki yang mendengar itu membalasnya dengan kalimat dingin dan menusuk. "Aku tidak berminat melawan pahlawan yang lebih lemah dari All Might," balasnya.

Kalimat itu berhasil menyulut emosi Endeavor. Meskipun sedang emosi pahlawan elit itu tetap bisa stabil dalam pertarungan dan melakukan analisis.

Dabi dan Toga maju dalam pertarungan melawan Endeavor. Sambil melayangkan pisaunya Toga masih sempat protes.

"Aku tidak ingin melawan orang ini!" ucapnya geram. "Aku ingin membunuh (Surename)(Name)!"

Pahlawan api itu terkejut. Jadi orang-orang ini mengincar (Name). Itulah alasan mengapa mereka menunggu (Name) di sini yang menjadi tempat tinggal lama (Name). Karena sudah pasti gadis itu akan kembali.

Endeavor menghindar dari serangan pisau Toga, sedang di belakangnya Dabi bersiap dengan ledakan api biru. Namun bagi Endeavor yang berpengalaman selama puluhan tahun sebagai pahlawan, serangan payah seperti itu tidak terlalu berarti.

Ia mengeluarkan api dari kedua sisi tangannya dan berhasil membuat sepasang penjahat itu terpukul mundur.

Sambil bertarung ia melirik Sanjiro yang tergeletak di ranjangnya. Endeavor tidak tahu apakah orang itu masih hidup atau tidak, tapi sebisa mungkin ia tidak akan melukainya. Pasti itu adalah sandera yang digunakan para penjahat rendahan ini untuk memancing (Name).

Di sisi lain Kurogiri kembali membuka portalnya. Endeavor yang menyadari hal itu mengabaikan serangan api biru dan memilih berlari ke arah tangga.

Ia mengerti sekarang mengapa perhatiannya dialihkan oleh kedua penjahat muda di belakangnya sedangkan Kurogiri dan Shigaraki membuka gerbang di dekat tangga. Karna kini ia bisa melihat (Name) datang, berlari dengan kecepatan penuh dan ekspresi marah besar.

Sedikitnya Endeavor dapat merasakan aliran kekuatan anak itu menguar. Saat (Name) akan memasuki ruangan saat itu jugalah Endeavor menyemburkan apinya untuk menjauhkan (Name) dan Iida yang mengikuti gadis itu di belakang.

Iida berhasil dihalau. Masalahnya (Name) berhasil menghindar dari api Endeavor. Untungnya gadis itu tidak masuk ke perangkap Kurogiri. Kala ia melompat tubuhnya yang atletis menghindar dari lubang cacing dan langsung melayangkan tendangannya ke Kurogiri. Tak lupa sebelumnya ia menaikkan tingkat kekerasan sendal yang ia pakai sampai lima ratus persen.

"Ya ampun masih pagi begini kalian sudah cari perhatian dengan gadis cantik sepertiku," ucapnya. Ia menjadi sedikit lega setelah berhasil merusak pengaman di leher Kurogiri.

Shigaraki langsung menghampiri gadis itu untuk menuntaskan misinya namun Endeavor tak kalah cepat. Diberikannya api kejutan untuk menjauhkan Shigaraki dari (Name).

"Aku menyuruhmu tetap di luar kan?" bentak Endeavor. (Name) berdecih kesal.

"Bagaimana aku diam ketika orang yang berharga untukku hampir mati?" balas (Name) sambil menghindari serangan Toga dengan menunduk.

"Kau tak boleh merepotkanku," kata Endeavor.

"Kau meragukanku?"

"Tidak. Jadi mengamuklah sesukamu asal kau tidak menggangguku."

"Terima kasih Ayah Shoto!"

Tepat setelahnya (Name) melepaskan salah satu sendalnya. Sebenarnya ia merasa agak bodoh karena menerobos ke sini tanpa senjata. Apalagi quirknya hanya bisa aktif kalau ia memegang sesuatu. Jadilah sendal jepitnya saat ini yang ia gunakan sebagai senjata. Walau ia merasa tidak elit melawat penjahat dengan sendal jepit.

Di hadapannya ada gadis dengan senyuman gila sedangkan seseorang dengan banyak luka fokus melawan Endeavor. Ia tidak tahu jenis quirk perempuan gila di depannya tapi sepertinya ia pengguna pisau dan jenis petarung jarak dekat.

"Jangan menghalangi jalanku kalau kau tidak ingin ditampar dengan sendal paling sadis sejagat," ancam (Name) sambil menodong Toga dengan sendalnya.

"Humormu buruk sekali. Tapi aku tetap menyukaimu." Toga tetap maju dan melayangkan pisaunya untuk menebas sendal (Name). Sayangnya kala pisau itu menyentuh telapak sendal (Name) yang terbuat dari karet murahan pisau tersebut malah terpental.

Toga sama sekali tak merasakan sensasi lembut dari sendal berbahan karet. Saat ia menyentuhkan pisau tersebut pada sendal (Name) malah kepadatan sekelas baja yang ia rasakan. Mau tidak mau pisaunya kalah. Ini tidak lucu untuknya. Tapi ia juga tertarik. Quirk (Name) benar-benar melampaui rumor yang beredar.

"Aku kan sudah bilang sendalku itu keren. Jadi kau minggirlah!"

"Kenapa kau banyak bicara sekali? Pertahananmu terbuka lebar." Toga memunculkan pisau lain dari dalam lengan sweaternya dan ganti menyerang bagian belakang (Name).

(Name) yang sudah lebih dulu terjun ke dunia baku hantam sejak ia masih kecil tidak mungkin tidak menyadari kerapatan udara yang berubah di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat. Tangan kirinya yang tidak memegang sendal ia gunakan untuk menahan serangan Toga sementara ia melayangkan sendalnya ke kepala Toga.

"Yang berisik itu kau. Jadi diamlah cewek gila!" Satu sabetan dari sendal (Name) berhasil membuat tubuh Toga melesat ke dinding koridor. Gadis itu menubruk dinding kemudian terjatuh dengan kesadaran yang hilang.

(Name) segera berlari ke arah kamar apartemen Sanjiro karena sudah tak lagi dihadapkan dengan rintangan. Gadis itu langsung menghampiri Sanjiro. Ia bernapas lega kala suhu tubuh Sanjiro masih hangat dan ia bisa melihat dada pengasuhnya itu naik turun dengan teratur.

"Aku pulang Paman," katanya. (Name) langsung memeluk Sanjiro meskipun orang itu masih tidak sadarkan diri.

Sementara di sisi lain Kurogiri yang menganalisa situasi buruk di hadapannya kembali membuka lubang cacing. Melihat ini tentu saja mereka terpaksa harus mundur lagi meski ia tahu Shigaraki tidak akan menyukainya dan mengamuk di markas.

Ia tak peduli yang terpenting adalah menyelamatkan rekannya terlebih dahulu. Mereka mungkin tidak mendapatkan (Name) hari ini. Tapi pasti gadis itu yang akan mendatangi mereka dengan sendirinya. Karena sesuatu yang gadis itu cari mereka simpan selama ini seperti sebuah hadiah natal.

Endeavor tak bisa mencegah kepergian para penjahat itu. Ia lebih memilih untuk mengecek keadaan (Name). Tepat sebelum Shigaraki hilang di dalam lubang cacing ia berpesan kepada Endeavor yang malah terdengar seperti ancaman.

"Kalian para pahlawan tak akan bisa menjaga (Surename)(Name)."

Endeavor tahu. Endeavor paham. Namun saat ini ia hanya perlu melakukan yang terbaik untuk menjaga anak itu.

***

Tbc.

Jujur di chapter ini aku bingung ngebuat gimana caranya (Name) memenangkan pertarungan. Apalagi yang namanya orang belanja gak mungkin bawa senjata ya kan. Dan quirk (Name) aktifnya kalau ia memegang sesuatu. Jadi yaudah dengan kekreatifan tiada tanding kubuat aja dia berantem pake sendal.

Ya ampun :v

Tapi aku pikir itu lumayan cocok dengan kepribadian (Name) yang agak bar-bar.

Ohiya covernya udah ganti ges. Jangan kaget yah kalau editannya burik. Hewhewhew.

Terima kasih sudah berkunjung

I lov ya,
Charriot-.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top